Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH

• Pada tahun 1940-an, di laboratoriumnya di New York City, • Hampir semua agen yang membunuh jamur uji juga ternyata
organisme berbudaya Hazen ditemukan dalam sampel sangat beracun bagi hewan, menandakan bahwa mereka
tanah dan menguji kemampuan mereka untuk melawan tidak dapat digunakan dengan aman untuk perawatan
dua jamur: Cryptococcus neoformans , jamur yang manusia. 
bertanggung jawab atas cryptococcosis penyakit kronis,
• Dari ratusan sampel tanah yang dikirim ke Hazen dan Brown
yang menyerang paru-paru, kulit, dan bagian tubuh lain
seperti saraf pusat sistem, dan Candida albicans , yang dari seluruh dunia, satu budaya yang efektif melawan jamur
menyebabkan kandidiasis , yang dapat minor dalam dan tidak berakibat fatal bagi hewan, awalnya ditemukan di
beberapa kasus (misalnya infeksi ragi vagina), atau infeksi tanah dekat gudang dua teman Hazen, Walter B. Nourses . 
serius pada pasien yang diobati dengan antibiotik • Mikroorganisme yang ditemukan di tanah itu kemudian
spektrum luas. Dia mengirimkannya ke Rachek Fuller dinamai Streptomyces noursei untuk menghormatinya. 
Brown dalam stoples. • Pengujian kimia Brown menunjukkan bahwa mikroorganisme
• Pada akhirnya, Brown mengisolasi agen aktif dalam kultur, dalam sampel tanah khusus ini menghasilkan dua
atau bahan dalam sampel tanah yang berpotensi zat antijamur yang disebut Fraksi N dan AN. Fraksi N
digunakan untuk menyembuhkan penyakit jamur ini. Ini berakibat fatal pada tes dengan hewan, sama seperti zat lain
sebelum hari-hari kromatografi cair berkinerja tinggi dan
yang diuji Hazen.
teknik pemisahan lainnya.
• Namun, Fraksi AN terbukti aman dalam pengujian pada
hewan hidup dan efektif tidak hanya terhadap dua jamur
awal, tetapi empat belas lainnya juga. Brown kemudian
memurnikan antibiotik kedua ini menjadi kristal putih kecil. 
• Kedua ilmuwan tersebut pertama kali menamai obat
fungicidin, tetapi setelah ditemukan bahwa nama itu sudah
digunakan, mengubahnya menjadi " Nystatin " untuk
menghormati Divisi Laboratorium dan Penelitian Negara
Bagian New York.
Infeksi Jamur
Infeksi Jamur Sistemik
Berdasarkan jaringan dimana agen Gambaran klinis :
penginfeksi (jamur) terkolonisasi,
infeksi jamur dibedakan menjadi : • Flu-like syndrome
• Mallaise
1. Infeksi jamur sistemik (invasif)
• Pusing, nyeri
merupakan infeksi jamur yang
menginvasi organ-organ dalam, • Demam
fokus utama umumnya adalah
paru-paru, dan menyebar ke
jaringan lain bahkan sampai ke
selaput otak. Contoh : infeksi
Cryptococcus neoformans dan
Histoplasma capsulatum.
Cryptococcus neoformans Histoplasma capsulatum
Infeksi Jamur Superficial
2. Infeksi jamur Gambaran klinis :
superficial • gatal pada bagian yang
terinfeksi
Merupakan iinfeksi jamur • bertambah gatal pada saat
yang hanya menginvasi panas dan berkeringat
jaringan supervisialis yang • timbul manifestasi pada kulit
terkeretinisasi seperti kulit berupa kemerahan,
rambut, kulit,dan kuku. keputih-putihan, agak kuning,
dsb
Contoh : infeksi Tinea
• terdapat lesi berupa pulau-
capitis serta Malassezia pulau
furfur. • Sariawan
Tinea capitis Malassezia furfur.
Klasifikasi obat Anti Fungi contoh obatnya

AZOLE  Ketoconazole
 Floconazole
Itraconazole
 Voriconazole
 Posaconazol
 Isavuconazol
 Klotrimazole
 Miconazole
 Tioconazole

ECHINOCANDIN  Caspungin
 Micafugin
 Anidulafugin

POLYENE  Amphotericin B deoxycholate


Profil Farmakologi
Amfoterisin B
• Indikasi : Untuk pengobatan infeksi jamur seperti
koksidioidomikosis, parakoksidoidomikosis, aspergilosis,
kromoblastomikosis, kandidosis, blastomikosis, Keratitis mikotik.
• Mekanisme Kerja : bekerja dengan berikatan kuat dengan
ergosterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini
akan menyebabkan membran sel bocor dan membentuk pori-
pori yang menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur
merembas keluar sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan
intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel.
• Efek samping : sakit kepala, demam, menggigil, lesu,
anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang, penurunan faal
ginjal, kelainan darah, gangguan irama jantung, gangguan
saraf tepi, berat badan menurun, gangguan fungsi hati,
otot kram atau nyeri, dan kelelahan.
• Farmakokinetik : diadsorpsi sedikit sekali melalui saluran
cerna. Waktu paruh obat kira-kira 24-48 jam pada dosis
awal yang diikuti oleh eliminasi fase kedua dengan waktu
paruh kira-kira 15 hari. Didistribusikan luas ke seluruh
jaringan. Kira-kira 95% obat beredar dalam plasma, terikat
pada lipoprotein, dan obat di ekskresikan melalui ginjal.
Ketokonazole
• Indikasi : Infeksi pada kulit, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi
(dermatofitosis, onikomikosis, Candida perionixis,
pitiriasis versikolor, pitiriasis kapitis, infeksi
pitirosporum, folikulitis, kandidosis kronik mukokutan)
• Mekanisme kerja : Seperti azole jenis yang lain,
ketoconazole berinterferensi dengan biosintesis
ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan
sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan
membran.
• Efek samping : Mual dan muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri
epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan
trombositopenia.
• Farmakokinetik : Penyerapan melalui saluran cerna berkurang
pada pasien dengan pH lambung tinggi. Setelah pemberian per
oral, obat ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, liur, dan pada
kulit yang mengalami infeksi. Dalam plasma 84% ketokonazol
berikatan dengan protein plasma terutama albumin, 15%
berikatan dengan eritrosit, dan 1% dalam bentuk bebas.
Ketokonazol sebagian diekskresikan bersama cairan empedu ke
lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan
bersama urin.
Caspofungin
• Indikasi : pengobatan kandidiasis invasif pada
pasien non-neutropenik dan neutropenik,
kandidiasis esofagus, kandidiasis orofaringeal,
dan pengobatan aspergilosis invasif
• Mekanisme kerja : menghambat sintesis beta
glucan pada dinding sel fungi yang merusak
keutuhan dinding sel.
• Efek samping : demam, sakit kepala, sakit perut, nyeri, menggigil,
mual, diare, muntah, anemia.
• Farmakokinetik : Pemberian secara parenteral setelah 1 jam dengan
dosis 70 mg akan dicapai konsentrasi serum sebanyak 10 mg/L.
Kurang dari 10% dosis obat, akan menetap di dalam darah setelah
pemberian 36-48 jam dan lebih dari 96% akan berikatan dengan
protein. Sebagian besar obat akan di distribusikan ke dalam jaringan
(92% dari dosis) dengan konsentrasi tertinggi di hepar. Sekitar 1%
dari dosis akan di ekskresi tanpa ada perubahan melalui urin.
Caspofungin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif
akan dibuang melalui empedu (35%) dan urin (40%). Waktu paruh di
awali sekitar 9-11 jam dan berakhir pada 40- 50 jam.
Terbinafin
• Indikasi : Untuk pengobatan infeksi jamur kulit seperti Tinea
Pedis, Tinea Cruris, Tinea Corporis yang disebabkan oleh
trichopyton rubrum, trichophyton mentagrophytes, trichopyton
verrucosum, trichopyton violaceum, epidermophyton
floccosum. Untuk pengobatan cutaneous candidiasis, dan
pityriasis versicolor.
• Mekanisme kerja : Terbinafine memiliki daya antifungi dengan
spektrum yang luas dan memiliki aktivitas fungisidal terhadap
dermatofit dan ragi. Terbinafine HCl membunuh sel jamur
dengan mencegah epoxidase squalene, enzim utama dalam
biosintesa sterol, yang mengakibatkan kekurangan ergosterol
pada dalam dinding sel jamur.
• Efek samping : Iritasi lokal, eritema, kulit terasa terbakar
dan kering.
• Farmakokinetik : Terbinafine diserap baik melalui saluran
cerna, tetapi bioavailabilitasnya menurun hingga 40%
karena mengalami metabolisme lintas pertama dihati.
Obat ini terikat kuat pada protein plasma lebih dari 99 %
dan terakumulasi di kulit, kuku dan jaringan lemak. Waktu
paruh adalah sekitar 12 jam. Obat masih dapat ditemukan
dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatan yang
lama. Terbinafine di metabolisme di hati menjadi
metabolit yang tidak aktif dan dieksresikan di urin.
Dapus
Katzung, B. G. 2007. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Jakarta:EGC.
Chung, K, T. 2014. Women Pioneers of Medical
Research: Biographies of 25 Outstanding
Scientists. London : McFarland

Anda mungkin juga menyukai