KESELAMATAN PASIEN
(PATIENT SAFETY)
OLEH : NI MADE NURTINI
Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
1. Membangun budaya keselamatan pasien (Create a culture that is open and fair).
2. Memimpin dan mendukung staf (Establish a clear and strong focus on Patient Safety
throughout your organization)
3. Mengintegrasikan kegiatan-kegiatan manajemen risiko (Develop systems and processes
to manage your risks and identify and assess things that could go wrong)
4. Meningkatkan kegiatan pelaporan (Ensure your staff can easily report incidents locally
and nationally)
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien (Develop ways to communicate openly
with and listen to patients)
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien (Encourage staff to use
root cause analysis to learn how and why incidents happen)
7. Menerapkan solusi-solusi untuk mencegah cidera (Embed lessons through changes to
practice, processes or systems)
Element keselamatan pasien terdiri dari:
1. Communication problems
2. Inadequate information flow
3. Human problems
4. Patient-related issues
5. Organizational transfer of knowledge
6. Staffing patterns/work flow
7. Technical failures
8. Inadequate policies and procedures
PENDEKATAN KOMPREHENSIF PENGKAJIAN
KESELAMATAN PASIEN
Desain kerja : Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak
terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk
mencegah hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan.
Karakteristik risiko tinggi : melakukan tindakan yang terus–menerus saat praktek akan menimbulkan
kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh
karena itu perlu dibuat suatu sistem pengingat untuk mengurangi kesalahan.
Waktu : waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar saat ada pasien yang
memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan
defibrilasi dan pada pasien – pasien emergensi, oleh karena itu pada saat–saat tertentu waktu dapat menentukan
apakah pasien selamat atau tidak.
Perubahan jadual dinas tenaga kesehatan juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena tenaga kesehatan
sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.
Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostik atau ketepatan pengaturan
pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau trombolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadap
diagnosis dan pengobatan.
Efisiensi : keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu perawatan tentunya akan
meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.
5. Orang
Sikap dan motivasi ; sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang. Sikap dan
motivasi yang negatif akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
Kesehatan fisik : kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan
menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
Kesehatan mental dan emosional : hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan
dan masalah pasien. Tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan–kesalahan dalam
bertindak.
Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan : tenaga kesehatan
memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat–alat kesehatan
dengan teknologi baru dan perawatan penyakit–penyakit yang sebelumnya belum tren seperti
perawatan flu babi (swine flu).
Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi ; kognitif sangat berpengaruh terhadap
pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap
bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah, dan mengkomunikasikan hal–hal yang
baru.
6. Budaya
Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan keselamatan
pasien.
Pilosofi tentang keamanan ; keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai yang
dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan.
Jalur komunikasi : jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera
terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan).
Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena
terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan phenomena yang
universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas.
Staff : kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting adalah
sistem kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur
personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress dan sakit.
KEBIJAKAN ATAU ATURAN HUKUM