Anda di halaman 1dari 18

Sejarah al-Qur’an

Pewahyuan al-Qur’an

Penghimpunan al-Qur’an

Kodifikasi al-Qur’an

Perkembangan Studi al-


Qur’an
Proses Pewahyuan al-Qur’an

Tahap Pertama Al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT


ke lauhul mahfudz sekaligus dan tidak terbagi-bagi.
Allah berfirman :
‫فِي‬, ٌ ‫جيد‬
ِ ‫م‬ ٌ ‫ل هُوَ قُ ْرآ‬
َ ‫ن‬ ٌ ‫ح‬
ْ َ ‫ ب‬, ‫يط‬ ِ ‫م‬
ُ ‫م‬
ْ ِ‫ن وَ َرائِه‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ه‬ُ َّ ‫وَالل‬
‫ظ‬
ٍ ‫حفُو‬ ْ ‫م‬َ ‫لَوْ ٍح‬
“Padahal Allah mengepung dari belakang mereka
(sehingga tidak dapat lolos), (21). Bahkan (yang
didustakan) ialah al-Qur’an yang mulia, (22). Yang
(tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga ( Lauhul
Mahfudzh)”. (QS. Al-Buruj: 20-23)
Tahap kedua: Dari Lauhul Mahfudzh ke Baitul ‘Izzah dilangit dunia.
Hal ini didasarkan pada ayat al-Qur’
.……………………………ِ‫قدْر‬ َ ْ ‫إِنَّا أَن ْ َزلْنَاه ُ فِي لَيْلَةِ ال‬
………………………‫ن‬ َ ِ‫ن الَّذِي أُنْز‬
ُ ‫ل فِيهِ الْق ُْرآ‬ َ ‫ضا‬
َ ‫م‬ َ ‫ش ْه ُر َر‬ َ 
 Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izzah (langit dunia) kebumi kehati
Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
‫ن‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫و‬ ُ ‫ك‬ ‫ت‬ ‫ل‬ َ
‫ك‬ ‫ب‬ْ ‫ل‬َ ‫ق‬ ‫ى‬َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ين‬ ‫م‬ َ ‫ح اأْل‬
ُ ‫الرو‬ َ ‫ ن َ َز‬
َ ِ َ َ ِ ِ َ , ُ ِ ُّ ِ‫ل بِه‬
‫ين‬ِ ‫ل‬‫و‬َ ‫ وإنَّه ل َ ِفي ُزبُر اأْل‬,‫ بلِسان عَربي مبين‬,‫الْمنْذِرين‬
َ َّ ِ ُ ِ َ ٍ ِ ُ ٍّ ِ َ ٍ َ ِ َ ِ ُ
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas, Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar
(tersebut) dalam Kitab-kitab orang yang dahulu. (asy-Syu’ara:
193-196).
‫ث‬ْ ‫ك‬ ‫م‬ ‫ى‬َ ‫ل‬َ ‫ع‬ ‫اس‬ ‫الن‬ ‫ى‬َ ‫ل‬َ ‫ع‬ ‫ه‬َ ‫وقُرآنا فَرقْناه لِتقْرأ‬
ٍ ُ ِ َّ ُ َ َ ُ َ َ ً ْ َ
‫وَن َ َّزلْنَاه ُ تَنْزِياًل‬
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian. (al-Isra’ : 106).
‫‪Bagaimana al-Qur’an di wahyukan‬‬
‫‪kepada Nabi Muhammad saw.‬‬
‫ث‬‫حارِ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫‪ ‬عَ ْن^ عَائ ِ َ‬
‫ن ال َ‬ ‫ي^ الل ُه^عَنْهَاأ َّ^‬ ‫ض َ‬ ‫منِي َن^ َر ِ‬ ‫مؤ ِ‬ ‫م ال ُ‬ ‫ش َة^أ ِّ^‬
‫هَّ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫صلى الل ُ‬ ‫ه َس^أل َر ُس^ول اللهِ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ه عَن ْ ُ‬ ‫ي الل َّ ُ‬ ‫َ‬ ‫ض‬ ‫شا ٍم^ َر ِ‬ ‫ن هِ َ‬ ‫َ‬ ‫بْ‬
‫ي‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫ْ‬ ‫ال‬ ‫^‬
‫ك‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫ْ‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫^‬
‫ف‬ ‫ي‬ ‫َ‬ ‫ك‬ ‫^‬
‫ه‬ ‫َّ‬ ‫الل‬ ‫َ‬
‫ل‬ ‫و‬ ‫^‬
‫س‬ ‫ر‬ ‫^‬ ‫ا‬
‫ي‬ ‫^‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫َا‬ ‫ق‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫َّ‬ ‫ل‬
‫^‬
‫س‬ ‫و‬ ‫^‬
‫ه‬ ‫ي‬‫َ‬ ‫عَل‬
‫َْ ُ‬ ‫ْ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ْ‬
‫حيَاناً^ يَأتِينِي‬ ‫ل اللَّه^ ص^لَّى اللَّه^ عَلَيه^ وس^لَّم أ َ‬ ‫فَق^َا َل^ َر ُس^و ُ‬
‫ِْ َ َ َ ْ‬ ‫ُ‬ ‫ِ َ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫صلَةِ ال ْ‬ ‫ص^ل ْ‬
‫م عَنِّي‬ ‫^‬
‫ُ َ ُ‬ ‫ص‬ ‫ف‬
‫ْ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫^‬ ‫ي‬
‫س^وَهُوَ أ ُّ ُ َ َّ‬
‫ل‬ ‫ع‬ ‫^‬
‫ه‬ ‫د‬ ‫ش‬‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ج‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫مث ْ َل^ َ‬ ‫ِ‬
‫جاًل‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ملك َر ُ‬ ‫مثل^ لِ^ي ال َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫حيَاناً^ يَت َ َ‬ ‫ما قَا َل^ وَأ ْ‬ ‫ت^ عَن ْ ُه^ َ^‬ ‫وَقَد ْ وَعَي ْ ُ‬
‫هَّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِّ‬ ‫فَيُكَل‬
‫ي^الل ُ‬ ‫َ َ‬ ‫ض‬
‫ِ‬ ‫ر‬ ‫ة^‬ ‫ُ‬ ‫ش‬ ‫ِ‬ ‫ائ‬ ‫َ‬ ‫ع‬ ‫ت^‬ ‫ْ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ُول^‬ ‫ق‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫ا‬
‫^‬
‫م‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫^‬
‫ع‬
‫ِ‬ ‫أ‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫^‬ ‫ِ‬ ‫ن‬ ‫م‬
‫ُ‬
‫د‬ ‫ي‬‫د‬ ‫َّ‬
‫الش‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ْ‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫^‬‫ف‬ ‫^‬
‫ي‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫ْ‬ ‫ال‬ ‫^‬
‫ه‬ ‫ي‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ع‬ ‫^‬
‫ل‬ ‫ُ‬ ‫ز‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫^‬‫ه‬ ‫ت‬ ‫ي‬‫عَنه^ا ولَقَد رأ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫َ ْ ِ‬ ‫َ ْ ُ ِ‬ ‫ِْ‬ ‫ْ َ َ ْ َ ْ ُُ َ ْ ِ‬
‫صد ُ عَ َرقًا‬ ‫ه لَيَتَفَ َّ‬ ‫جبِين َ ُ‬ ‫ن َ‬ ‫ه وَإ ِ َّ‬ ‫م عَن ْ ُ‬ ‫ص ُ‬ ‫الْب َ ْردِ فَيَفْ ِ‬
dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al Harits bin
Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu
turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku
seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang
paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat
mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang
Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara
kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya".
Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya
wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada
suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat
dahi Beliau mengucurkan keringat.“( Hr. Bukhari : 2).
Langsung dari Allah SWT.
1. Melalui mimpi yang benar (ash-Shafat 37: 101-102)
2. Dari Balik Tabir (al-A’raf : 143, an-Nisa: 164).
3. Kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw.
 Melalui Perantara malaikat Jibril
1.Datang seperti suara gemirincingan lonceng adalah
cara yang paling berat.
2.Malaikat datang dengan menyerupai manusia.
Penghimpunan al-Qur’an
Dalam bahasa Arab al-Jam’u : Pengumpulan.
Pengumpulan al-Qur’an surat demi surat, ayat demi
ayat sehingga terkumpul menjadi satu kesatuan juz 1-10
terdiri 114 surat dan 6236 ayat.
Pengumpulan al-Qur’an sejatinya telah mulai sejak
masa Nabi. Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
dikumpulkan dengan cara dihafal secara langsung, dan
ada beberapa sahabat yang langsung diperintahkan
oleh Nabi Muhamad untuk menulisnya. Hanya saja
pada masa ini penulisan al-Qur’an masih menggunakan
media yang sangat sederhana seperti pelepah kurma,
kulit binatang, kayu, batu.
Pada periode berikutnya al-Qur’an dikumpulkan pada
masa khalifah pertama yaitu Abu Bakar ash-Shidiq. Ide
untuk mengumpulkan al-Qur’an adalah dari Umar bin
Khatab karena khawatir banyaknya Qura’ yang tewas di
medan perang.
Zait bin Tsabit adalah sahabat yang ditunjuk Abu Bakar
untuk melaksanakan tugas mulia tersebut karena sangat
terkenal dengan cerdas, wara’, amanah, dan istiqamah.
Dalam pengumpulan tersebut Zait bin Tsabit
menggunakan dua metode :
1. Mengumpulkan catatan para sahabat
2. Mengumpulkan hafalan mereka. Dan mengeceknya
tidak hanya mengandalkan yang berasal dari Zaid
sendiri.
Al-Qur’an berhasil dikumpulkan oleh zait bin tsabit
dengan baik, akurasi tinggi, dan dari sumber yang
mutawatir. Dan akhirnya diterima oleh ijma’ umat
Islam.
Kodifikasi al-Qur’an pada Masa Usman
bin Affan
Kodifikasi al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
dilatarbelakangi karena beragamnya penulisan bacaan
al-Qur’an pada masa itu. Kekhawtatiran muncul pada
diri khalifa Usman bin afan akan semakin meluasnya
perbedaan tersebut. Bermacam qiraah muncul
diberbagai Negara mengikuti qiraah para sahabat yang
menyebarkanya. Seperti qiraah Ubay bin Kaab di
Syam, Abdullah bin Mas’ud di Kufah, ada juga
mengikuti bacaan Abu Musa al-As’ary. Sehingga ia
menginisiasi untuk disatukanya qiraah-qiraah tersebut
demi menjaga persatuan umat Islam.
Permasalahan tidak akan muncul jika seluruh umat
Islam mengerti bahwa al-Qur’an diturunkan dalam
berbagai versi Qiraah. Namun Usman bin Afaan sadar
bahwa perbedaan tersebut bisa menimbulkan masalah
di masa yang akan datang apalagi jika umat terus
berkembang diseluruh belahan dunia.
Dalam pidatonya Usman bin Afan berkata: kalian
semua yang dekat denganku berbeda pendapat,
apalagi orang yang bertempat tinggal jauh denganku,
pasti mereka berbeda lagi”(HR. Abu Daud).
Team penulis mushaf yang diperintahkan Usman bin
Afan adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said
bin al-’Ash, Abdurahman bin al-Harits. Dengan logat
Quraish yang diunggulkan.
Penulisan pada masa Usman ini diharapkan dapat
menjadi standar al-Qur’an dan manampung berbagai
qiraah yang mutawatir.
Penulisan pada masa ini menyempurnakan penulisan
pada masa Abu Bakar yaitu ditulis surat demi surat.
Setelah penulisan selesai Usman menyuruh untuk
menyebarkanya agas bisa dijadikan sebagai standar di
manapun umat Islam. Dan memerintahkan untuk
membakar al-Qur’an diluar standar.
Perkembangan Studi al-Qur’an
Kajian Terhadap telah dimulai sejak masa Nabi
Muhammad. Nabi Muhammad adalah manusia
pilihan Allah yang diberi kemudahan untuk
mengahafal al-Qur’an, membacakanya kepada para
sahabat, dan memahami pesan yang tersirat di
dalamnya.
Pada perkembangannya al-Qur’an banyak menjadi
epistimologi ilmu. Banyak ilmu yang lahir atas
pemahaman terhadap al-Qur’an. Seperti tafsir, fiqih,
lughah, sastra, falak, astronomi, kesehatan, hukum,
ekonomi, politik, muamalah dunyawiyah.
Tafsir adalah prodak utama dari pemahaman terhadap al-
Qur’an. Sebagai interpretasi atas petunjuk Allah SWT.
Sehingga manusia mudah untuk memahaminya.
Perkembangan tafsir dibagi menjadi menjadi tiga.
1. Tahap formatif : Tafsir yang berbasis pada nalar mitis,
artinya hasil penafsiran masih diterima begitu saja
sebagai kebenaran tanpa kritik, tidak pernah ada
seorangpun yang mempertanyakan produk penafsiran
yang dihasilkan. Secara historis, tahapan ini terjadi di
sepanjang Nabi Muhammad SAW masih hidup. Begitu
al-Qur’an diwahyukan, Nabi langsung menerima,
memahami, menafsirkan, dan mengajarkannya kepada
para sahabat. Demikian sepeninggal Nabi dilakukan
oleh para sahabat seperti Ibnu Abbas dengan landasan
teori al-Qur’an Yufassiru ba’duhu ba’da.
Era Afirmatif : Penafsiran pada tahap afirmatif ini
banyak dipengaruhi oleh bias-bias ideologis, artinya
penafsiran masa itu lebih didominasi oleh
kepentingan-kepentingan tertentu sehingga al-Qur’an
seringkali diperlakukan untuk melegitimasi
kepentingan tententu. Posisi al-Qur’an benar benar
sebagai obyek yang subyeknya adalah penafsir. Pada
masa ini muncul berbagai model penafsiran : bil
matsur, bi Ra’yi,
Era Reformatif : Tafsir pada tahap ini ditandai dengan
corak kritis dan transformatif. Corak kritis artinya
produk penafsiran yang telah ada tidak diterima
begitu saja sebagai ‘kebenaran’ tetapi mulai dikritisi
dan dipertanyakan, sedangkan transformatif artinya
tafsir dibangun untuk kepentingan transformasi umat
dan untuk menjawab-memecahkan problem real yang
sedang muncul dan berkembang di masyarakat.
Menurut Rotroud Wielandt, bahwa trend pokok dalam
penafsiran di era ini adalah :
1. Menafsirkan al-Qur’an dari perspektif rasionalisme
pencerahan.
2. Penafsiran saintifik terhadap al-Qur’an meski ini bukan
yang pertama dilaksanakan.
3. Menafsirkan al-Qur’an dari perspektif kajian-kajian
sastra.
4. Usaha-usaha untuk mengembangkan teori baru
penafsiran yang memperhatikan historisitas al-Qur’an .
5. Penafsiran dalam mencari pendekatan baru terhadap
al-Qur’an.
6. Penafsiran al-Qur’an secara maudhui dalam
implementasi praktiknya tak bisa dikesampingkan

Anda mungkin juga menyukai