Anda di halaman 1dari 9

“TAFSIR TEMATIK

APA ITU TAFSIR TEMATIK

Jadi , Tafsir tematik bisa juga disebut tafsir Maudhu’I yaitu


menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema
dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat tersebut,
sebab turunnya, korelasi antara satu ayat dengan ayat yang
lain dan hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat
lalu menganalisnaya secara cermat dan menyeluruh.
TAFSIR TEMATIK ATAU TAFSIR MAUDHU’I TERBAGI
MENJADI DUA, YAITU :
1. Pembahasan pengenai suatu surat secara menyeluruh dan utuh dengan
menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus menjelaskan
korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga dalam surat
itu terdapat satu pemahaman yang utuh dan cermat
2. Menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama
membicarakan satu masalah tertentu, ayat-ayat tersebut disusun sedemikian
rupa dan diletakkan di bawah satu tema bahasan dan selanjutnya dikaji
secara mau’dhu’i.
 (Abdul Hayy al-Farmawi)
LANGKAH PRAKTIS METODE MAUDHU’I
1. Menentukan terlebih dahulu masalah/topik (tema) yang akan dikaji, untuk menetapkan masalah ini
dianjurkan melihat “Kitab Tafsir Alquran Al-Karim karya sekelompok orientalis yang diterjemahkan oleh
Muhammad Fuad Al-Baqi.
2. menginventarisir (himpun) ayat-ayat yang berkenaan dengan tema/topik yang telah ditentukan, (selain
dibantu kitab diatas, dapat pula di baca Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fazil Quran “karangan M. Fuad Al-
Baqi”.
3. Rangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik Makiyah maupun Madaniyahnya, hal ini dapat juga
dilihat pada “al-Itqon” karya Al-Suyu¯I dan “Al-Burhan” karya Al-Zarkasyi.
4. Pahami korelasinya (munasabahnya) ayat-ayat dalam masing-masing suratnya.
5. Susun bahasan didalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna dan utuh.
6. Lengkapi bahasan dengan Hadis. Sehingga uraiannya menjadi jelas dan semakin sempurna.
7. Pelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang
mengandung pengertian yang serupa, menyesuaikan antara pengertian yang umum dan yang khusus,
antara Muallaq dan Muqayyad, atau ayat-ayat yang kelihatannya kontradiksi, sehingga semua bertemu
dalam satu muara sehingga tidak ada pemaksaan dalam penafsiran.
KITAB-KITAB TAFSIR MAUDHU’I
 Al-Mar’ah fi al-Qur’an al-Karim, karya Abbas al-Aqad
 Ar-Riba fi al-Qur’an al-karim, karya Abu a’la al-Maududi

 Al-Aqidah min al-Qur’an, Muhammad Abu Zahrah

 Al-Uluhiah wa ar-Risalah, Muhammad as-Samahi

 Wawasan al-Qur’an, Quraish Shihab.


KELEBIHAN TAFSIR MAUDHU’I

1. Metode ini akan jauh dari kesalahan-kesalahan karena ia menghimpun


berbagai ayat yang berkaitan dengan satu pembahasan.
2. Dengan metode Maudhu’i seseorang mengkaji akan lebih jauh
mampu untuk memberikan sesuatu pemikiran dan jawaban yang utuh.
3. Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami.
4. Dengan metode ini juga dapat membuktikan bahwa persoalan-
persoalan yang disentuh Alquran buka bersifat teoritis semata-mata
atau yang tidak dapat itrapkan dalam kehidupan masyarakat.
5. Ia dapat mempertegas fungsi Alquran sebagai kitab suci serta mampu
membuktikan keistimewaan-keistimewaan Alquran
6. Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat
yang bertentangan dalam Alquran.
KELEMAHAN TAFSIR TEMATIK ATAU TAFSIR MAUDHUI
1. Masih memerlukan keterlibatan Tafsir-Tafsir klasik sekalipunn Tafsir tematik ini
disebut juga Tafsir mutakhir(modern).
2. Sesuai dengan terminologinya bahwa Tafsir maudhu`i ini hanya membahas satu topic
atau tema dari sekian banyak tema dalam Alquran.
3. Dalam menerapkan metode ini bukan hanya memerlukan waktu yang panjang tetapi
juga ketekunan, ketelitian, keahlian serta kemampuan akademis.
4. Jadi metode tafsir tematik ini pula pada hakekatnya belum mengemukakan seluruh
kandungan ayat Alquran yang diTafsirkannya. Maka harus diingat pembahasan yang
diuraikan atau ditemukan hanya menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya,
sehingga dengan demikian mufassir harus selalu mengingat hal ini agar ia tidak
dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat
tersebut dalam pokok bahasannya.
 Contoh Tafsir Tematik
 Poligami Dalam al-Qur’an

‫ع‬ َ ‫اء َمثْنَى َوث ُ ََل‬


َ ‫ث َو ُربَا‬ ِ ‫س‬َ ِ‫اب لَ ُك ْم ِم َن الن‬ َ ‫ط‬ َ ‫طوا فِي ْاليَتَا َمى فَا ْن ِك ُحوا َما‬ ُ ‫ َو ِإ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ اَّل ت ُ ْق ِس‬
‫ت أ َ ْي َمانُ ُك ْم ذَ ِل َك أ َ ْدنَى أ َ اَّل تَعُولُوا‬
ْ ‫احدَة ً أ َ ْو َما َملَ َك‬
ِ ‫فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ اَّل ت َ ْع ِدلُوا فَ َو‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisa/4 : 3]
 Tampak seperti ada pertentang dalam ayat tersebut. Apakah ayat
tersebut saling menasakh secara hukum. Bahwa syarat kebolehan
poligami adalah adil, sementara ayat berikutnya Allah
mengatakan sekali-kali kamu tidak bisa adil.
 Dalam dua ayat tersebut tidak ada pertentangan dan ayat yang pertama tidak dinasakh oleh
ayat yang kedua, akan tetapi yang dituntut dari sikap adil adalah adil di dalam membagi
giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan kecenderungan hati kepada
para istri itu di luar kemampuan manusia, inilah yang dimaksud dengan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

ْ ‫اء َولَ ْو َح َر‬


‫صت ُ ْم‬ ِ ‫س‬ ِ َ‫ َولَ ْن ت َ ْست َ ِطيعُوا أَ ْن ت َ ْع ِدلُوا بَيْن‬
َ ‫الن‬
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu)
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian” [An-Nisa/4 : 129]

 Oleh sebab itu ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara para istrinya secara adil, lalu
mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam do’a:
 “Ya Allah inilah pembagian giliran yang mampu aku penuhi dan janganlah Engkau mencela
apa yang tidak mampu aku lakukan” [Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu
Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim]

Anda mungkin juga menyukai