KELOMPOK 14
TETANUS
ANNISA RIZKI 1711011008
DIRA AULIA KAREN 1711012002
QANITA RAMADHANI 1711012016
SUTI NUR FAJRIANTHI 1711013036
TETANUS
Tetanus adalah penyakit neurologis dengan tanda utama
kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran.
Kekakuan dimulai
pada otot setempat Kesukaran menelan
atau trismus
Kaku kemudian
menjalar ke seluruh gelisah, mudah
tubuh, tanpa disertai terangsang
gangguan kesadaran.
Kekakuan tetanus sangat
khas, yaitu fleksi kedua nyeri anggota badan
lengan dan ekstensi pada sering merupakan
kedua kaki, fleksi pada gejala dini
kedua kaki, tubuh kaku
melengkung bagai busur.
Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. Localized tetanus
Pada tetanus lokal dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi.Hal ini tanda dari tetanus lokal.Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progres dan biasanya menghilang secara
bertahap.
2. Chepalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus.Masa inkubasi berkisar 1-2 hari,
yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada daerah muka
dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.Tetanus sefalik dicirikan
oleh lumpuhnya saraf kranial VII yang paling sering terlibat.
3.Generalized tetanus
a. Ini bentuk yang sering, sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa
tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
b. Trismus merupakan gejala utama dan bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan kaku kuduk dan kesulitan menelan.
c. Gejala lain berupa :
risus sardonicus
opistotonus dan kejang dinding perut.
Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,
sianosis, dan asfiksia.
4. Tetanus
neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, umumnya
karena teknik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi
yang adekuat.
Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable
diikuti oleh kekakuan dan spasme.Posisi tubuh klasik yaitu trismus, opistotonus yang berat
dengan lordosis lumbal.
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada,
pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan
dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.
Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi, dan
kegagalan jantung paru.
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
FISIK
1.Trismus
Adalah kekakuan otot maseter
sehingga sukar membuka mulut. Pada
neonates kekakuan ini menyebabkan
mulut mencucu seperti mulut ikan
sehingga bayi tidak dapat menetek.
Secara klinis untuk menilai kemajuan
kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur
setiap hari.
2. Risus sardonikus
5. Kejang umum
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
◦ Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal.
Dosis diazepam yang di-rekomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4
jam sesuai gejala klinis, dosis yang direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8
mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam
◦ Spasme harus segera dihentikan dengan diazepam 5 mg per rektal untuk berat badan <10
kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan berat badan ≥10 kg, atau diazepam intravena
untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali.
◦ Setelah spasme berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai
keadaan klinis. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus neonatorum) diberikan dosis awitan
0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40
mg/kgBB/hari diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa
orogastrik. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari
◦ Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate khususnya phenobarbital dan
phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat menguntungkan pasien dengan
gangguan otonom.
◦ Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena, dan diazepam dapat
ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap
4-8 jam dengan dosis dari 4-12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa
Terapi Non Farmakologi
◦Melakukan eksplorasi dan debridemen secara menyeluruh pada luka
yang dicurigai
◦Pasien ditempatkan diruang terpiah yang sunyi dan terhindar dari
stimulus cahaya(ruangan gelap) dan pengunjung yang dibatasi
◦pada kasus tetanus dengan gagal nafas dan membutuhkan ventilasi
mekanik pasien dirawat di ICU.Tindakan trakeostomi terkadang harus
dilakukan apabila terjadinya endotrakeal yang merangsang spasme
saluran nafas atas
◦Diet pada pasien dianjurkan menggunakan pipa nasogastrik dan
diberikan diet tinggi kalori
◦Terapi cairan juga harus adekuat akibat metabolisme tubuh yang
meningkat.
CONTOH KASUS
◦ Identitas Pasien
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SD
◦ Keluhan : mulut terasa kaku, tidak dapat dibuka sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (RS).
Nyeri tenggorokan, sulit menelan, perut terasa tegang, nyeri punggung dan pinggang, sulit
berjalan serta lemas. Keluhan dirasakan mendadak dan makin memberat. Pasien merasa nyeri
kepala dan silau di ruangan terang. Keluhan keluar banyak air liur, berkeringat, berdebar-debar,
serta kejang disangkal
◦ Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 2 minggu sebelum masuk RS, pasien tertusuk kayu di kebun. Kayu tertancap di telapak
kaki kiri cukup dalam, sehingga keluar darah. Kayu tersebut tidak berhasil dikeluarkan
Telapak kaki bengkak, kemerahan, namun tidak terlalu nyeri
2 hari sebelum masuk RS, pasien merasa mulut terasa kaku sehingga sulit dibuka
◦ Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, ataupun kolesterol
tinggi disangkal.
◦ Riwayat Penyakit Keluarga : -
◦ Riwayat Pengobatan
Selama 1 minggu luka diolesi dengan obat yang terbuat dari sabut kelapa dan minyak
kelapa, dibungkus rapat; obat diganti setiap hari
Sekitar 7 hari sebelum masuk RS, kayu keluar sendiri dari telapak kakinya, kemudian
pengobatan dilanjutkan dengan povidone iodine
◦ Riwayat Imunisasi
Tidak ada riwayat imunisasi tetanus dalam 10 tahun terakhir
◦ Status Generalis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 370C
Pernapasan : 28 kali/menit
Luka berbentuk garis lurus sepanjang 4-5 cm di telapak kaki kiri dengan dasar jaringan
subkutan dan tampak kering
Didapatkan meningismus, risus sardonikus, trismus ½ cm, rigiditas otot perut (perut
papan), serta opistotonus
Uji spatula positif
Pemeriksaan nervus kranialis dalam batas normal
Pemeriksaan sensoris raba, tekan, dan nyeri dalam batas normal
Pemeriksaan motorik mendapatkan tonus tungkai bawah proksimal spastik, eutrofi,
kekuatan motorik dalam batas normal
Refleks fisiologis dalam rentang normal dan refleks patologis Babinski negatif
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dalam batas normal
Pada pemeriksaan didapatkan GCS (Glascow Coma Scale) E4M6V5
◦ Diagnosis : tetanus generalisata
◦ Penatalaksanaan
Farmakoterapi
terapi infus NaCl 0,9%:D5% 1:1, 32 tetes per menit (tpm)
drip diazepam 40 mg dalam NaCl 0,9% 8 tpm
tetanus imunoglobulin masing-masing 750 IU IM pada 4 lokasi, yaitu lengan kanan,
lengan kiri, tungkai kanan, dan tungkai kiri
ceftriaxone 2x1 gram intravena
metronidazole 3x500 mg intravena
◦ Assesment
Belum mendapatkan vaksin tetanus selama 10 tahun
Antitoksin diberikan untuk menginaktivasi toksin tetanus bebas, sedangkan toksin yang
sudah berada di saraf terminal tidak dapat ditangani dengan antitoksin. Oleh karena itu,
gejala otot dapat tetap berkembang karena toksin tetanus berjalan melalui akson dan
trans-sinaps serta memecah VAMP
◦ Planning
Berikan vaksin dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan
setelahnya
Pasien yang baru sembuh dari tetanus, tetap memerlukan vaksin tetanus pada fase
konvalesen