Kepemimpinan 3
Kepemimpinan 3
Kepemimpinan
Dedi Hadian
Kompetensi Kepemimpinan
• Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan
pemimpin (kepemimpinan) dan manajer (manajemen) dalam
mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung jawabnya
masing-masing adalah kompetensi Konsep mengenai
kompetensi untuk pertamakalinya dipopulerkan oleh Boyatzis
(1982) yang didefinisikan kompetensi sebagai “kemampuan
yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang
sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan
organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan”. Secara
historis perkembangan kompetensi dapat dilihat dari beberapa
definisi kompetensi terpilih dari waktu ke waktu yang
dikembangkan oleh Burgoyne (1988), Woodruffe (1990),
Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham (1990) dan Murphy
(1993).
• Konsep kompetensi sebenarnya bukan
merupakan sesuatu yang baru. Mitrani, Palziel
dan Fitt (Dharma, 2002:18) menjelaskan bahwa
gerakan tentang kompetensi telah dimulai pada
tahun 1960 dan awal tahun 1970. Siswanto
(2003) mengartikan kompetensi sebagai
kemampuan manusia (yang dapat ditunjukkan
dengan karya, pengetahuan, keterampilan,
perilaku, sikap, motif dan/atau bakatnya)
ditemukan secara nyata dapat membedakan
antara mereka yang sukses dan biasa-biasa
saja di tempat kerja.
• Mengutip Spencer dan Spencer, Dharma (op.cit., 21)
berpendapat bahwa kompetensi dapat dibagi dua
kategori, yaitu: threshold competencies dan
differentiating competencies. Threshold competencies
adalah karakteristik utama (bia-sanya pengetahuan atau
keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca)
yang harus dimiliki oleh seseorang agar da-pat
melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk
membedakan seseorang yang berkinerja tinggi dan rata-
rata. Se-dangkan differentiating competencies adalah
faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja
tinggi dan rendah. Misalnya, seseorang yang memiliki
orientasi motivasi biasanya yang diperhatikan pada
penetapan tujuan yang me-lebihi apa yang ditetapkan
organisasi.
Menurut beberapa ahli yang dirangkum oleh Dharma
(op.cit. 20), terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu:
motives, traits, self concept, knowledge, dan skills.
– Motives, adalah sesuatu di mana seseorang secara
konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan.
– Traits, adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku
atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara-
cara tertentu.
– Self concept, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki sese-
orang.
– Knowledge, adalah informasi yang dimiliki seseoranguntuk
bidang tertentu.
– Skills, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas
tertentu baik secara fisik maupun mental
–
Menurut Muins (op.cit), ada tiga jenis kompetensi yaitu:
kompetensi profesi, kompetensi individu, dan kompetensi
sosial.
– Kompetensi profesi merupakan kemampuan untuk menguasai
keterampilan/keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga
kerja mampu bekerja dengan tepat, cepat, teratur dan
bertanggung jawab.
– Kompetensi individu, merupakan kemampuan yang diarahkan
pada keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun daya saing
kemampuannya.
– Kompetensi so-sial merupakan kemampuan yang diarahkan
pada kemampu-an tenaga kerja dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan
dirinya di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
• Menurut Maarif (2003: 16), penetapan standar
kompetensi dapat diorientasikan pada pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, baik yang bersifat hard
competencies maupun soft com-petencies. Soft/ generic
competencies menurut Spencer (1993) meliputi enam
(6) kelompok kompetensi, yaitu:
1. technical expertise,
2. developing others,
3. empowering others,
4. interpersonal understanding,
5. service orientation,
6. building organzational commitment,
7. concern for order,
8. influence, felexibilty,
9. relatiuonship building,
10. result (achievement) orientation,
11. team work, dan
12. cross cultural sensitivity.
Dalam hubungan ini Kouzes dan Posner 1995)
meyakini bahwa suatu kinerja yang memiliki
kualitas unggul berupa barang atau pun jasa,
hanya dapat dihasilkan oleh para pemimpin yang
memiliki kualitas prima. Dikemukakan, kualitas
kepemimpinan manajerial adalah suatu cara hidup
yang dihasilkan dari "mutu pribadi total" ditambah
"kendali mutu total" ditambah "mutu
kepemimpinan". Berdasarkan penelitiannya,
ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek
mendasar pemimpin yang memiliki kualitas
kepemimpinan unggul, yaitu;
1. pemimpin yang menantang proses,
2. memberikan inspirasi wawasan bersama,
3. memungkinkan orang lain dapat bertindak dan
berpartisipasi,
4. mampu menjadi penunjuk jalan, dan
5. memotivasi bawahan.
• Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para
bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila
manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan,
memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan
teknikal maupun manajerial.
• Sedangkan Burwash (1996) dalam hubungannya dengan
kualitas kepemimpinan manajer mengemukakan, kunci dari
kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan
yang memiliki antara lain,
– komitmen organisasional yang kuat,
– visionary,
– disiplin diri yang tinggi,
– tidak melakukan kesalahan yang sama,
– antusias,
– berwawasan luas,
– kemampuan komunikasi yang tinggi,
– manajemen waktu,
– mampu menangani setiap tekanan,
– mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya,
– empati, berpikir positif,
– memiliki dasar spiritual yang kuat, dan
– selalu siap melayani.
• Dalam pada itu, Warren Bennis (1991) juga mengemukakan bahwa
peran kepemimpinan adalah “empowering the collective effort of
the organization toward meaningful goals” (upaya
pemberdayaan kolektif organisasi terhadap tujuan yang bermakna)
dengan indikator keberhasilan sebagai berikut : People feel
important; Learning and competence are reinforced; People
feel they part of the organization; dan Work is viewed as
excisting, stimulating, and enjoyable. (Orang yang merasa
penting; Belajar dan kompetensi yang dikuatkan; Orang merasa
mereka bagian dari organisasi; Kerja dan dilihat sebagai excisting,
merangsang, dan menyenangkan.)
• Sementara itu, Soetjipto Wirosardjono (1993) menandai kualifikasi
kepemimpinan berikut, “kepemimpinan yang kita kehendaki adalah
kepemimpinan yang secara sejati memancarkan wibawa, karena
memiliki komitmen, kredibilitas, dan integritas”.
• Sebelum itu, Bennis bersama Burt Nanus (1985) mengidentifikasi bentuk
kompetensi kepemimpinan berupa “the ability to manage” dalam empat hal :
1. attention (= vision),
2. meaning (= communication),
3. trust (= emotional glue), and
4. self (= commitment, willingness to take risk).
Kemudian pada tahun 1997, keempat konsep tersebut diubah menjadi the new rules
of leradership berupa
a) Provide direction and meaning,
b) a sense of purpose;
c) Generate and sustain trust,
d) creating authentic relationships;
e) Display a bias towards action,
f) risk taking and curiosity; dan
g) Are purveyors of hope,
h) optimism and a psychological resilience that expects success
(lihat Karol Kennedy, 1998; p.32).