Anda di halaman 1dari 9

Sebutkan jenis progam rehabilitasi pada napza

Tahapan Rehabilitasi Medis


Ada tiga tahap rehabilitasi narkoba yang harus dijalani, yaitu:
Tahap pertama, tahap rehabilitasi medis
(detoksifikasi), yaitu proses di mana pecandu menghentikan
penyalahgunaan narkoba di bawah pengawasan dokter untuk
mengurangi gejala putus zat (sakau). Pada tahap ini pecandu
narkoba perlu mendapat pemantauan di rumah sakit oleh
dokter.
Tahap kedua, tahap rehabilitasi non medis, yaitu dengan
berbagai program di tempat rehabilitasi, misalnya
program therapeutic communities (TC), pendekatan
keagamaan, atau dukungan moral dan sosial.
Tahap ketiga, tahap bina lanjut, yang akan memberikan
kegiatan sesuai minat dan bakat. Pecandu yang sudah
berhasil melewati tahap ini dapat kembali ke masyarakat,
baik untuk bersekolah atau kembali bekerja.

Ahmad Rofik,. Rehabilitasi medis, FKM UI, 2016


Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA

 Rentan respon ini berfluktuasi kondisi dari yang


ringan ampai yang berat,indikator rentan respon
berdasarkan prilku yang di tampakan oleh remaja
dengan gngguan zat adaktif.

Respon adaktif respon


maladaktif

Eks primental rekreasional situasional


Siti Nurjannah,. FKUketergantungaan
penyalahgunaan UNDIP, 2015
Tatalaksana dari kasus di
 Terapi
atas
 Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
 detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
 menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
 a) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
 Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
 menggunakan zat yang mengalami gajala putus zatobat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.
 Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
 b) Detoksifikasi dengan Substitusi
 Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
 opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
 pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
 ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
 cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
 Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
 menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
 nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
 ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
 2) Rehabilitasi
 Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan
 dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna NAPZA
 kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.
 Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu
 kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
 Menurut Hawari (2008) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
 a) Rehabilitasi Medik
 Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
 penyalahguna NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
 dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi tidak diberi
Dampak menyeluruh pada penyalahgunaan NAPZA
a. Aspek fisik
1. Badan selalu sakit-sakitan, demam, perut sakit, persendian
sakit, (terutama saat putus obat)
2. Mudah tertular penyakit HIV-AIDS terutama pengguna
Narkoba yang menggunakan Narkoba dengan jarum suntik.
3. Suka melakukan sex bebas
4. Rela menjual diri demi mendapatkan Narkoba
5. Menimbulkan ketergantungan sama dengan over dosis dan
akhirnya meninggal
b. Aspek Sosial
1. Seorang pengguna narkoba akan menjadi ancaman bagi
keluarganya sendiri karena suka mencuri uang, menjual
barang-barang dan hasilnya untuk beli Narkoba.
2. Ancaman bagi masyarakat disekelilingnya
3. Selalu mengganggu ketertiban umum dan melakukan tindak
kriminal.
4. Dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
5. Bagi pengguna Narkoba yang memiliki jabatan baik swasta
maupun pemerintahan dia berani memakai uang kator atau
Negara guna membeli Narkoba(Korupsi)

Rismawati Pratiwi,. Napza, FKM UI, 2017


Asuhan kepetawatan pada penyalahgunaan NAPZA

  PENGKAJIAN
 

1.      Fisik.

Secara
 keseluruhan, efek masing-masing golongan
NAPZA pada fungsi fisiologis memiliki banyak kesamaan.
Data yang mungkin ditemukan pada klien yang
menggunakan NAPZA antara lain : nyeri, gangguan pola
tidur, menurunnya selera makan, konstipasi, diare,
perilaku seks melanggar norma, tidak merawat diri,
potensial komplikasi.
Tujuan : klien mampu untuk hidup teratur.

2.      Emosional.

Perasaan
 gelisah (takut diketahui), tidak percaya diri,
curiga dan tidak berdaya. Potensial mengalami
gangguan mental dan perilaku. Dengan tambahan
gejala-gejala emosional yang terdapat pada masing-
masing NAPZA.

Tujuan
 : Klien dapat mengontrol dan mengendalikan
emosinya.

3.      Sosial.

Lingkungan
 sosial yang biasa akrab dengan klien adalah
teman pengguna zat, anggota keluarga lain, pengguna
zat di lingkungan sekolah atau kampus.
  DIAGNOSA KEPERAWATAN.

4.      Intelektual.
Pikiran
1.      Alkohol
yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan
ragu untuk berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah yang ü  Resiko tinggi terhadap cedera:
menurun sampai berhenti, pekerjaan terhenti.. jatuh berhubungan dengan
kesulitan keseimbangan
ü  Perubahan nutrisi: kurang dari
Tujuan : klien mampu berkonsentrasi dan meningkatkan daya
pikir ke hal-hal positif.
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan makanan yang
kurang
5.      Spiritual. 2.      Halusinogen.
Kegiatan keagamaan kurang atau tidak ada, nilai-nilai ü  Perubahan proses pikir sampai
kebaikan ditinggalkan karena perubahan perilaku mis.,
mencuri, berbohong.
dengan kerusakan penyesuaian
dengan kehilangan daya ingat.
ü  Ansietas berhubungan dengan
Tujuan : klien mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan proses berpikir. 
nilai-nilai kebaikan. 3.      Stimulan.
ü  Gangguan pola tidur
6.      Keluarga. berhubungan dengan sensori
Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, sistem saraf pusat.
penghamburan dan pengurasan ekonomi keluarga oleh klien, ü  Resiko tinggi infeksi
komunikasi dan pola asuh tidak efektif, dukungan moril berhubungan dengan
terhadap klien tidak terpenuhi.
penggunaan obat-obatan IV.  
4.      Depresan.
Tujuan
: keluarga mampu merawat klien sampai akhirnya ü  Gangguan pola tidur
mampu mengantisipasi terjadinya kekambuhan (relapse). berhubungan dengan
hipersensitifitas.
ü  Kerusakan pertukaran gas:
pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Rasional:
ü  Pengenalan dan intervensi yang
tepat dapat menghalangi terjadinya
INTERVENSI KEPERAWATAN. gejala-gejala dan mempercepat
kesembuhan. Selain itu perkembangan
1)      Resiko tinggi terhadap cedera: jatuh berhubungan gejala mengindikasikan perlunya
dengan kesulitan keseimbangan
Kriteria hasil: perubahan pada terapi obat-obatan
-         mendemonstrasikan hilangnya efek-efek penarikan yang lebih intensif untuk mencegah
diri yang memburuk
-         tidak mengalami cedera fisik
kematian.
Intervensi: ü  kejang grand mal paling umum
Mandiri
ü  Identifikasi tingkat gejala putus alkohol, misalnya tahap I
terjadi dan dihubungkan dengan
diasosiasikan dengan tanda/gejala hiperaktivitas (misalnya penurunana kadar Mg, hipoglikemia,
tremor, tidak dapat beristirahat, mual/muntah, diaforesis,
takhikardi, hipertensi); tahap II dimanifestasikan dengan
peningkatan alkohol darah atau riwayat
peningkatan hiperaktivitas ditambah dengan halusinogen; kejang.
tingkat III gejala meliputi DTs dan hiperaktifitas autonomik ü  Refleksi tertekan, hilang, atau
yang berlebihan dengan kekacauan mental berat, ansietas,
insomnia, demam. hiperaktif. Nauropati perifer umum
ü   Pantau aktivitas kejang. Pertahankan ketepatan aliran terjadi terutama pada pasien neuropati
udara. Berikan keamanan lingkungan misalnya bantalan
pada pagar tempat tidur. ü  mencegah jatuh dengan cedera
ü  Periksa refleks tenton dalam. Kaji cara berjalan, jika
memungkinkan
ü   mungkin dibutuhkan pada waktu
ü  Bantu dengan ambulasi dan aktivitas perawatan diri ekuilibrium, terjadinya masalah
sesuai kebutuhan
Kolaborasi koordinasi tangan/mata.
ü  Berikan cairan IV/PO dengan hati-hati sesuai petunjuk ü  Penggantian yang berhati-hati akan
ü  Berikan obat-obat sesuai petunjuk: benzodiazepin,
oksazepam, fenobarbital, magnesium sulfat. memperbaiki dehidrasi dan
meningkatkan pembersihan renal dari
toksin sambil mengurangi resiko
kelebihan hidrasi.

NANDA, NIC, NOC


Pohon masalah dari kasus
diatas
POTENSI
KOPLIKASI

RESIKO MENCEDERAI
DIRI SENDIRI

Koping individu tidak efektif:tidak


mampu mengatasi keinginan untuk
tidak menggunkan zat

EKSTERNAL :
INTERNAL : 1.Kerusakan interaksi
1.Berhubungan dengan sosial(maladakti)
gejala putus zat 2.Koping keluarga tidak
2.Kurang aktivitas efektif
3.Distret spritual 3.Penatalaksanaan tidak
4.Prubahan spritual efektif
Apa hubungan penyalahgunaan NAPZA dengan
kehilangan dan berduka
 kebanyakan didukung oleh beberapa faktor. Faktor risiko
menggunakan NAPZA, diantaranya faktor psikologi, keluarga,
sosial, dan lingkungan (Nuraini, 2013). Faktor psikologi
dijabarkan bahwa pengaruh teman sebaya, rendahnya
kepercayaan diri, koping individu

Dian Ayusetiani,. Napza, FIK UNDIP, 2015.

Anda mungkin juga menyukai