Anda di halaman 1dari 16

ETIKA

PROFESI HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNCEN
Law floats in a sea of ethics (Hukum
mengapung di atas samudera etika) ---Ketua
Mahkamah Agung AS (1953-1969), Earl
Warren)

Hukum Butuh Moralitas


Karena ia adalah alat keadaban manusia
Apa itu ETIKA?

1. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral.
2. Nilai mengenai benar dan salah, pantas dan tidak pantas,
baik dan buruk yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
3. Kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak
(moral).

ETIKA : Pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan


pandangan-pandangan moral (benar-salah, baik-buruk) (Etika
adalah cabang filsafat, yakni Ilmu Pengetahuan tentang perilaku
moral).
ETIKA : Hadir untuk menyuarakan apa yang sebaiknya harus
dilakukan aparat penegak hukum dlm hal yang sangat prinsip
menyangkut makna kemanusiaan spt kebenaran, kejujuran,
keadilan,dll.
Persamaan dan Perbedaan ETIKA (Moral) dan ETIKET
Persamaan:
1. Etika (ethics) dan etiket (etiquette) menyangkut perilaku
manusia (hanya dipakai mengenai manusia).
2. Baik etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara
normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
Perbedaan:
3. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Cara yang dianggap paling baik dalam suatu
kalangan (menyerahkan sesuatu dengan tangan kanan).
Etika, tidak terbatas pada cara dilakukannya perbuatan.
Etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. (A
memberi amplop kepada B dgn tangan kanan, A seorg
berperkara menyerahkan amplop kpd B seorg hakim). Dari
sudut etiket dilakukan sangat sempurna tapi tidak etis.
Persamaan dan Perbedaan ETIKA (Moral) dan ETIKET

Perbedaan:
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang
lain hadir atau tidak ada saksi mata, etiket tidak berlaku
(makan dengan angkat kaki di muka umum & sendiri).
Etika, selalu berlaku, juga kalau tidak ada saksi mata, tidak
tergantung pada hadir tidak orang lain (Sesudah makan di
Restoran tidak bayar, walaupun tidak dilihat orang lain atau
pemilik restoran).
3. Etiket, bersifat relatif (dianggap tidak sopan dalam suatu
kebudayaan, ditempat lain dianggap sopan). Etika, jauh
lebih absolut, tidak bisa ditawar dan hampir berlaku sama
disemua tempat.
4. Etiket, memandang manusia dari segi lahiriah saja, Etika
memandang manusia dari segi dalam. Orang yang bersikap
etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
Moralitas: Ciri Khas Manusia

 Moralitas merupakan suatu ciri khas manusia yang tidak


dapat ditemukan pada mahkluk dibawah tingkat
manusiawi. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang
baik dan buruk, boleh dan dilarang, yang “harus” dilakukan
dan tidak pantas dilakukan.
 Keharusan misalnya pada binatang hanya dalam
pengertian keharusan alamiah. Pada manusia, keharusan
merupakan suatu kewajiban moral, milsanya: barang yang
dipinjam harus dikembalikan, janji harus ditepati.
 Banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik atau
buruk, tetapi tidak semua. Ada perbuatan manusia yang
netral dari segi etis (moral).
ETIKA (Moral) dan HUKUM

1. Hukum membutuhkan moral, dalam kekaisaran Romawi


terdapat pepatah Quid leges sine moribus?, apa artinya
undang-undang kalau tidak disertai dengan moralitas?.
Kualitas Hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu
moralnya.
2. Moral adalah panduan nurani bagi manusia dalam
berperilaku, hukum adalah panduan publik (norma
publik), dalam mempertahankan nilai-nilai.

Hukum Butuh moral karena:


3. Hukum adalah kaidah, pedoman yang bernilai dan
menandung nilai. Hukum tidak sekedara aturan dan cara
mempertahankannya, tetapi harus dapat dibenarkan
oleh akal sehat, apakah ia berniali (benar, baik, layak).
ETIKA (Moral) dan HUKUM

2. Hukum mengatur manusia dan nasib manusia. Manusia


adalah satu-satunya yang dalam peradabannya
mendapat posisi istimewa. Dalam paham skolastik
manusia dikonsepsi sebagai citra Ilahi (the image of
God). Memiliki martabat dan nilai kemanusiaan yang
melekat pada dirinya sebagai citra Ilahi.
3. Hukum merupakan instrumen keadilan. Karena itu
hukum harus berpegang pada norma-norma keadilan,
equity, fairness, equality, honeste vivere (hidup
terhormat), nominem non laodere (jangan merugikan
orang lain), uniqum suum tribuere (berikan apa yang
menjadi hak orang lain).
4. Hukum mudah dimanipulasi. Manipulasi hukum terbuka
luas, karena hukum diproduksi secara politik.
PRINSIP NILAI DALAM TINDAKAN ETIS
1. Tindakan etis harus selaras dengan martabat manusia.
Etis bila setia pada kemanusiaan, tidak etis bila ia
bertentangan dengan hakikat kemanusiaan. (apartheid,
diskriminasi, pelanggaran HAM.
2. Tindakan etis harus selaras dengan integritas manusia
sebagai manusia (terletak pada kesantunan, kejujuran,
fairness, bertindak adil).
3. Tindakan etis harus setia pada kebenaran. Tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai
yang diyakini.
4. Tindakan etis itu peran, bukan cita-cita.
5. Tindakan etis itu menolak yang salah.
6. Tindakan etis itu mampu menyatakan tidak.
7. Tindakan etis itu harus tulus. Tidak ada udang di balik
batu.
PRINSIP NILAI DALAM TINDAKAN ETIS

9. Tindakan etis itu tidak menghalalkan cara demi tujuan.


Betapapun luhurnya tujuan yang ingin dicapai, akan tidak
bernilai secara etis jika ditempuh dengan cara-cara yang
tidak benar.
10. Tindakan etis itu berani mengambil risiko. Harus ada
kesungguhan dan keberanian untuk memikul risiko dari
keputusan itu.
PENEGAKAN HUKUM & ETIKA

KAIDAH/
BENAR - SALAH
NORMA

PENEGAKAN
HUKUM

ETIKA BAIK, PANTAS & PANTAS


ETIKA DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MENGAPA KITA PERLU ETIKA DALAM PENEGAKAN HUKUM
PIDANA:
1. Wilayah Hukum Pidana adalah area yang sarat dengan
persoalan etika, karena langsung bersentuhan dengan
nilai-nilai dan makna kehidupan manusia (kejujuran,
kebaikan, kebenaran, keadilan, kebebasan, nyawa,
kebahagiaan, penderitaan, dll).
2. Etika menyuarakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh
seorang manusia terhadap manusia lain dalam hal-hal
yang tergolong sangat prinsip menyangkut makna
kemanusiaan.
3. Penegakan hukum pidana (SPP) adalah sebuah
pergulatan kemanusiaan, nasib kemanusiaan seseorang
Tsk/tdw dipertaruhkan, juga mutu kemanusiaan seorang
penegak hukum.
ETIKA DEONTOLOGIS

Moralitas perbuatan terletak pada kewajiban


melaksanakan tugas tanpa syarat (imperatif kategoris),
berdasarkan 2 prinsip:
DEONTOLOGIS (1) Bertindak sesuai pedoman/aturan
(2) Memperlakukan manusia dalam setiap hal sebagai
tujuan bukan sekedar alat, sebagai subjek bukan
sebagai objek.

Konsiderans KUHAP:
c. Meningkatkan sikap aparat PH untuk menjalankan
fungsi dan wewenang ke arah tegaknya hkm
e. Perlindungan terhadap harkat dan martabat mc
demi tegaknya dasar utama negara hukum

Penyidikan, Penuntutan, Persidangan & Tugas Penasihat hukum


ETIKA DALAM PENEGAKAN HUKUM

Tugas Utama Penyidik adl mencari dan


Penyidikan mengumpulkan bukti demi terangnya TP
dalam bingkai KUHAP (Psl 1(2), Psl 6-7)

Jaksa penyandang asas dominus litis


(Penentu dpt tidaknya seorg dituntut).
Penuntutan
Karena itu JPU berkewajiban memeriksa dan
meneliti BAP Penyidik. (Psl 13-14 KUHAP)
DEONTOLOGIS

Hakim berkewajiban memeriksa dan


Persidangan memutus perkara berdasarkan asas bebas,
jujur dan tidak memihak /Fairness (Psl 1(9)

Kehadiran Penasihat Hukum dalam SPP


Tugas adalah sebagai “penyeimbang kekuatan”
Penasihat (Equality of arms) antara Polisi dan Jaksa dgn
Hkm tersangka/terdakwa. (UU 18/2003)
ETIKA TELEOLOGIS

Moralitas perbuatan ditentukan oleh tujuan berikut


akibatnya. Tindakan aparat PH bernilai apabila
TELEOLOGIS berangkat dari tujuan serta akibat yang baik.

Norma KUHAP dpt menjadi sarana bantu untuk sampai


pada putusan moral dalam menegakkan hukum untuk
mencapai kebaikan

Penyidikan bernilai etis, jika dilaksanakan berdasarkan prinsip proses hukum yang
adil, agar TP dapat diselesaikan dan pelakunya diproses menurut hukum.

Penuntutan bernilai etis, jika org yang dijadikan terdakwa, telah diperiksa dan
ditemukan cukup bukti untuk diajukan ke persidangan

Persidangan bernilai etis, jika Hakim dalam memeriksa perkara secara fair untuk
menemukan kebenaran objektif
ETIKA KONTEKSTUAL

Moralitas perbuatan sebagai tindakan yang paling


tepat, paling pantas dan paling dapat
KONTEKSTUAL dipertanggungjawabkan berdasarkan situasi konkrit.

Dalam KUHAP terdapat Ruang Diksresi bagi penyidik,


penuntut umum, hakim menurut situasi konkrit.

Bila Penyidik tidak menemukan cukup bukti, maka penyidikan dihentikan

Bila Penuntut Umum berdasarkan pemeriksaan dan penelitian BAP, menganggap


bahwa tidak cukup bukti mengajukan tersangka ke persidangan, maka penuntutan
dihentikan.

Bila Hakim dalam persidangan beranggapan bahwa tidak cukup bukti dan tidak
mendapatkan keyakinan atas kesalahan terdakwa, maka terdakwa dibebaskan.

Anda mungkin juga menyukai