Anda di halaman 1dari 7

Masalah Energi Nasional (Posisi

geopolitik, bauran Energi,


birokrasi, kondisi sosial-ekonomi-
politik)
Masalah geopolitik semakin menjadi perhatian di pasar energi global. Hal itu tercermin dari laporan prospek
energi yang dirilis oleh Badan Energi Internasional (IEA), kemarin, tentang “Minyak 2019: Analisis dan Perkiraan
hingga 2024”. IEA berfokus pada ekspektasi terhadap pasar energi selama lima tahun ke depan yang mencakup
implikasi bagi ekonomi dan geopolitik global. “Kami melihat kekhawatiran geopolitik semakin membayangi pasar
minyak hari ini dan besok,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol pada CERAWeek di Houston, Amerika Serikat.
Menurut Fatih, perkembangan di Venezuela, Iran, Libya, dan wilayah lainnya dibahas hingga
menyangkut harga, investasi, permintaan, dan teknologinya. Padahal, situasi seperti ini
jarang ditekankan oleh lembaganya di masa lalu.

CERAWeek adalah pertemuan energi tahunan yang diadakan oleh perusahaan informasi
yang berbasis di London, IHS Markit, yang menghadirkan pembicara terkemuka dari sektor-
sektor energi, teknologi, dan keuangan. Pertemuan tahun ini dihadiri oleh lebih dari 4.500
tamu dari lebih dari 70 negara dan wilayah. Ada dialog khusus tentang Cina serta beberapa
diskusi yang dirancang untuk fokus pada pasar energi Asia dan Cina. Tiongkok telah menjadi
salah satu konsumen energi terbesar di dunia. Para pemimpin industri di Negeri Tembok
Raksasa itu, termasuk China National Petroleum Corporation, Sinopec dan Shanghai
Petroleum, berpartisipasi dalam diskusi ini.
Harga Minyak Mentah Dunia Naik Dipicu oleh Kebijakan OPEC

Pagi ini, harga minyak mentah berada di zona hijau dan cenderung naik. Pada pukul 06.45 WIB harga minyak west texas
intermediate (WTI) untuk pengiriman April 2019 di New York Mercantile Exchange US$ 57,01 per barel, atau naik 0,38
% dibanding hari sebelumnya. Angka ini merangkak tiga jam kemudian ke posisi US$ 57,07 per barel.

Pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al Falih ditengarai yang memicu kenaikan tersebut. Khalid mengatakan
negara-negara produsen minyak yang dipimpin oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC)
kemungkinan tak akan menghentikan pemangkasan minyak sebelum Juni. Ia beralasan, terlalu dini untuk mengubah
pakta pembatasan produksi minyak oleh OPEC sebelum pertemuan Juni nanti. “Saudi terus melakukan pendekatan
proaktif untuk membuat keseimbangan penawaran dan permintaan lebih baik,” kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil
Associates di Houston, seperti dikutip Reuters Selasa (12/3). Dengan demikian, pasar minyak diyakini terdorong oleh
pengurangan pasokan oleh negara-negara OPEC+ yang sepakat memangkas pasokan 1,2 juta barel per hari sejak awal
2019. Harga Minyak Mentah Indonesia Juga Naik Di dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam
rilisnya awal bulan lalu menyebutkan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) naik pada
Januari 2019 menjadi US$ 56,55 dari posisi Desember 2018 sebesar US$ 54,81 per barel. Kenaikan juga terjadi pada
harga minyak nasional Sumatera Light Crude (SLC) menjadi US$ 57,46 per barel. SLC naik US$ 1,83 per barel dari bulan
Desember mencapai US$ 55,63.
Pergerakannya seperti terlihat dari grafik Databoks berikut ini:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/02/07/icp-januari-usd-5655-per-barel
Tim harga minyak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
menyebutkan peningkatan harga ICP dan SLC tersebut sejalan dengan kenaikan
harga minyak mentah utama di pasar internasional pada Januari 2019
dibandingkan bulan sebelumnya.

Kenaikan harga minyak mentah dunia ini dipengaruhi laporan OPEC yang
mencatat penurunan produksi minyak dari negara-negara OPEC maupun Non-
OPEC sebesar 1,27 juta barel per hari (bph) yang berlaku sejak Januari 2019.
Selain itu, ada penurunan pasokan minyak mentah global pada bulan
Desember 2018 sebesar 350 ribu barel per hari.
Dinamika Geopolitik
Kehidupan suatu bangsa ber­­ada di antara kehidupan bangsa-bangsa lain sebagai suatu entitas lingkungan hidup
antarbangsa yang lebih besar. Faktanya setiap perubahan yang terjadi menyangkut kehidupan suatu bangsa dapat
memengaruhi kehidupan bangsa-bangsa di kawasan yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian setiap bang­sa, termasuk bangsa Indonesia, harus pula mampu memahami dinamika geopolitik
kawasan yang terjadi sebagai suatu modal pandangan geopolitik baik kawasan maupun global. Dari pandangan
geopolitik itulah mestinya setiap kebijakan bangsa teradaptasi sehingga mencapai manfaat optimal bagi
kepentingan bangsa itu. Pusaran geopolitik baik ka­wa­san maupun global yang semakin kompleks telah
memunculkan berbagai ketidakpastian yang menyulitkan pe­nentuan kebijakan bagi suatu bangsa. Oleh karena itu,
dalam konteks kepentingan bangsa Indonesia, hal ini harus dihadapi bersama dalam satu kesatuan pandangan
dan persepsi yang didasarkan pada pengetahuan geopolitik bangsa dan tanah air sendiri.
Selanjutnya, bila dicermati secara saksama, esensi dasar dinamika geopolitik yang mengemuka saat ini
sesungguhnya belum bergeser dari motif penguasaan ruang hidup untuk mendapatkan SDA dalam rangka
dominasi ekonomi, seperti yang terjadi di era ber­kembangnya kolonialisme dahulu. Apabila dibandingkan dengan
dinamika geopolitik kontemporer, kini lebih banyak diwarnai persaingan dan kerja sama antarbangsa yang akan
memengaruhi kebijakan–kebijakan nasional di negara masing–masing di berbagai bidang (seperti politik,
ekonomi, dan militer). Oleh karena itu, sesungguhnya hal ini mendorong terjadinya persaingan antarbangsa yang
lebih tajam, dinamis, dan semakin kompleks.
Salah satu hal penting dan mendasar dalam geopolitik kontemporer ialah kenyataan
bahwa geopolitik global dan kawasan selalu memiliki benang merah dengan isu
energi. Isu energi sangat terkait dengan keamanan energi. Makin banyaknya negara
yang bergantung pada energi yang diimpor membuat mereka mempunyai
kepentingan mengamankan pa­sokan energi mulai hulu hingga hilir di tengah kondisi
dunia yang penuh berbagai pergolakan. Sementara itu, pemanasan global telah
memengaruhi per­ubahan iklim yang mengakibatkan dampak negatif ling­­kungan yang
terus meluas di berbagai belahan dunia. Me­­ningkatnya intensitas benca­­na banjir,
tanah longsor, dan kekeringan sebagai dampak perubahan iklim juga memengaruhi
kehidupan sosial dan ketersediaan pangan dunia. Kini, isu-isu lingkungan yang
muncul telah membentuk cara pandang dan sikap berbeda-beda. Tidak jarang dalam
proses mencari solusi permasalahan itu, terjadi pertikaian antara satu negara dan
negara lainnya demi kepentingan masing-masing.
Jakarta Geopolitical Forum
Cara pandang inilah yang melatarbelakangi pemikiran mengapa Lembaga Ketahan­an Nasional RI menggagas event
penyelenggaraan forum diskusi internasional yang di­sebut Jakarta Geopolitical Forum (JGF) pada 18-20 Mei 2017. Event ini
diharapkan mampu menjadi media akademis untuk bertukar pikiran bagi para ahli geopolitik dunia dalam mengartikulasikan
pemahaman dinamika geopolitik baik kawasan maupun global yang berkembang dan penga­ruhnya dalam persaingan
antarnegara pada satu kawasan maupun antarkawasan.
Forum itu juga bertujuan mendapatkan rumusan teoretis tentang dinamika geopolitik kawasan dan global yang memengaruhi
eksistensi dan kepentingan nasional setiap negara, utamanya Indonesia, baik dalam lingkup regional dan global. Kegiatan itu
juga diharapkan dapat memberikan pencerahan dan gambaran yang komprehensif tentang geopolitik sehingga bisa
digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan rencana strategis yang antisipatif terhadap dinamika geopolitik global.
Kegiatan Jakarta Geopoli­tical Forum 2017 yang perta­ma ini, mengangkat tema besar Geopo­litics in a changing world, dengan
isu-isu strategis yang diangkat di antaranya keamanan dan perdamaian du­nia, ekonomi global, dan sosial-kemanusiaan.
Narasum­ber yang dihadirkan represen­tasi ahli geopolitik dari negara-ne­gara di berbagai kawasan du­nia, yaitu AS, Kanada,
Austra­lia, Tiongkok, Jepang, India, Belan­da, Inggris, Rusia, Norwegia, Austria, Belgia, Turki, dan Mesir. Dengan berbagai
pandang­an dan pemikiran dari para geopolitikus yang hadir pada Jakarta Geopolitical Forum, tentunya akan muncul sebuah
konsep pemahaman geopolitik global yang komprehensif. Hal itu menjadi penting dan bermanfaat bagi RI merumus­kan
kebijakan nasional dalam memperkuat ketahanan nasio­nal dan sekaligus mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai