Anda di halaman 1dari 66

KONSEP

DASAR

PENDIDIKAN KESEHATAN
(HEALTH EDUCATION = HE)
I. DEFINISI

A. Menurut WOOD (1926) dalam Azwar


(1983):
HE adalah sejumlah pengalaman yang
berpengaruh secara menguntungkan terhadap
kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada
hubungannya dengan kesehatan perseorangan,
masyarakat, dan bangsa. Semuanya ini
dipersipakan dalam rangka mempermudah
diterimanya secara suka rela perilaku yang dapat
meningkatkan atau memelihara kesehatan;
B. Menurut Nyswander (1947):
HE adalah suatu proses perubahan pada diri
manusia yang ada hubungannya dengan
tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan
masyarakat;
Pendidikan kesehatan bukanlah sesuatu yang
dapat diberikan oleh seseorang kepada orang lain
dan bukan pula suatu rangkaian tata laksana
yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan
dicapai, melainkan suatu proses perkembangan
yang selalu berubah secara dinamis dalam mana
seseorang dapat menerima atau menolak
ketrerangan baru, sikap baru, dan perilaku baru
yang ada hubungannya dengan tujuan hidup;
C. Menurut Grout (1958):
HE adalah upaya menerjemahkan apa yang telah
diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku
yang diinginkan dari perorangan ataupun
masyarakat melalui proses pendidikan;
D. Menurut A Joint Committee on
Terminology in Health Education of
United State (1951):
HE adalah suatu proses penyediaan bahwa
pendidikan kesehatan adalah pengalaman belajar
yang bertujuan untuk memepengaruhi
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang ada
hubungannya dengan kesehatan perorangan
ataupun kelompok;
E. Tahun 1973, oleh lembaga tersebut,
definisi diubah menjadi sbb:
HE adalah suatu proses yang mencakup
dimensi dan kegiatan – kegiatan dari
intelektual, psikologi dan sosial yang
diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan manusia dalam mengambil
keputusan secara sadar dan yang
mempengaruhi kesjahteraan diri, keluarga
dan masyarakat;
F. Menurut Steward (1968) di dalam
Azwar (1983):
HE adalah unsur program kesehatan dan
kedokteran yang di dalamnya terkandung
rencana untuk mengubah perilaku
perseorangan dan masyarakatdengan tujuan
untuk membantu tercapainya program
pengobatan, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan;
II. TUJUAN
Dalam HE, ada 2 (dua) tujuan yang ingin dicapai, yakni:
pertama berkaitan dengan definisi sehat oleh WHO, dan
yang ke dua berkaitan dengan mengubah perilaku kaitannya
dengan budaya;

A. Kaitannya dengan batasan sehat:


Berdasarkan definisi sehat oleh WHO (1954), tujuan HE
adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat
dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat;
Menurut UU Nomor 23 Tahun 1992, sehat atau kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomi;
B. Kaitannya dengan mengubah perilaku
yang berkaitan dengan budaya:
Contoh:
a. Misalnya perilaku sehat menjaga hygiene mulut dan
gigi  orang harus menyikat gigi setiap selesai
makan dan hendak tidur (sebanyak 4 kali) dengan
cara yang benar. Hal ini ditujukan untuk menjaga
agar gigi dan mulut tetap sehat  bertujuan
menjaga kesehatan fisik;
Tidak BABS  dalam rangka menjaga kebersihan
lingkungan dan estetika
 Dalam hal ini, sikap dan perilaku adalah bagian dari
budaya;
b. Misalnya pendidikan untuk ketenangan jiwa agar
tidak mudah stress menghadapi musibah:
pertama OR ringan secara rutin pagi dan sore 
ditambah keyakinan / keimanan  Jadi OR dapat
memperkuat jiwa dan raga, dan hasilnya akan
lebih hebat bila disertai dengan iman dan tawakal
kepada Allah swt.;
Selain itu, sesuai dengan definisi sehat secara
sosial, maka sikap dan perilaku bersahabat
dengan tetangga dan masyarakat serta membina
hubungan sosial yang baik, juga perlu
dikembangkan;
Implementasi sehat bagi orang Indonesia adalah:
sehat fisik, sehat rokhani, hubungan antar
manusia juga sehat, ditambah tidak miskin;
C. Menurut Azwar (1983), perilaku
kesehatan sebagai tujuan pendidikan
kesehatan dibagi menjadi 3 (tiga)
macam, yakni:
a. Perilaku yang menjadikan kesehatan
sebagai suatu yang bernilai di masyarakat
 kader kesehatan mempunyai tanggung
jawab dalam penyuluhannya mengarahkan
kepada keadaan bahwa cara – cara hidup
sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat
sehari – hari;
b. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku
sehat bagi dirinya sendiri maupun menciptakan
perilaku sehat di dalam kelompok  salah satu
manifestasinya adalah dibentuknya Posyandu,
PKD, dsb. Diharapkan adanya upaya preventif;

c. Mendorong berkembangnya dan penggunaan


sarana yankes yang ada secara tepat.
Adakalanya masyarakat memanfaatkan sarana
kesehatan yang ada secara berlebihan.
Sebaliknya, sudah sakit tetapi tidak mau
menggunakan sarana yankes yang ada;
III. SASARAN
A. Menurut Ircham Machfoedz (……), sasaran
pendidikan kesehatan di Indonesia
dibedakan berdasarkan program
pembangunan Indonesia adalah:
1. Masyarakat umum dengan berorientasi pada
masyarakaty perdesaan;
2. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti:
wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam
kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga
pendidikan mulai dari TK sampai dengn PT,
sekolah agama swasta maupun negeri;
3. Sasaran individu dengan teknik pendidikan
kesehatan individual;
B. Menurut Soekidjo Notoatmodjo, sesuai
dengan tujuan akhir pendidikan kesehatan
yakni kemampuan masyarakat untuk
memeliharan dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri, sehingga sasaran
pendidikan kesehatan adalah masyarakat.
Namun karena terbatasnya SD, maka
hasilnya tidak akan efektif bila pendidikan
kesehatan ditujukan langsung pada
masyarakat.
Untuk itu, maka sasaran pendidikan
kesehatan dibedakan menjadi 3 (tiga)
sebagai berikut:
1. Sasaran Primer (Primary Target):
Yakni masyarakat langsung sebagai
sasaran, yang dibagi sesuai dengan
kelompoknya, misalnya: masalah
kesehatan umum: KK; masalah KIA: Bumil
dan ibu menyususi; masalah kesehatan
remaja: anak usia sekolah (community
empowermnet);
2. Sasaran Sekunder 3. Sasaran Tersier
(Secondary Target): (Tertiary Target):
Sasaran sekunder Sasaran tersier
adalah: Toma, Toga, mencakup: para
tokoh adat,
dsb.Diharapkan pembuat kebijakan
kelompok ini dapat di semua tingkatan
menjadi media untuk pemerintahan.
deseminasi informasi Diharpak kebijakan
pada warga yang dikeluarkan,
masyarakat di dapat mendukung
lingkungannya. Dalam terjadinya PHBS
hal ini, diharapkan baik pada sasaran
Toma, Toga, dsb bisa
menjadi teladan bagi primer maupun
lingkungannya (social sasaran sekunder;
support);
IV. PROSES PENDIDIKAN
KESEHATAN
Arti dan Ruang Lingkup Belajar:
1. Arti Belajar:
a. Pendidikan (kesehatan) tidak terlepas dari proses
belajar;
Kadang – kadang bahan pengajaran disamakan
dengan bahan – bahan pendidikan;
Memang ke dua pengertian itu identik, karena
proses belajar berada dalam dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan;
Dengan kata lain, pendidikan bersifat makro,
sedangkan pengajaran (proses belajar) bersifat
mikro;
b. Menurut konsep Amerika, c. Belajar adalah
pengajaran diperlukan usaha untuk
untuk memperoleh menguasai
keterampilan yang segala sesuatu
dibutuhkan oleh manusia yang berguna
dalam hidup untuk hidup.
bermasyarakat; Tetapi menurut
Belajar pada hakekatnya konsep Eropa,
adalah penyempurnaan belajar adalah:
potensi atau kemampuan menghafal,
pada organisme biologis mengingat, dan
psikis yang diperlukan memproduksi
dalam hubungan manusia sesuatu yang
dengan dunia luar dan dipelajari.
hidup bermasyarakat;
2. Proses Belajar:
Pendidikan kesehatan juga merupakan
proses belajar, sehingga perlu diketahui
prinsip – prinsip dan teori proses belajar.
Di dalam belajar, tercakup hal – hal
sebagai berikut:
a. Latihan: 3). Baik latihan maupun
pembiasaan terutama
1). Latihan adalah terjadi dalam taraf
penyempurnaan biologis, tetapi bila
potensi tenaga – selanjutnya
tenaga yang ada berkembang dalam
dengan mengulang taraf psikis, maka
– ulang aktivitas kedua gejala itu akan
tertentu; menjadikan proses
kesadaran sebagai
2). Latihan adalah proswes
suatu perbuatan ketidaksadaran yang
pokok dalam bersifat biologis yang
kegiatan belajar disebut proses
yang identik dengan otomatisme. Proses
pembiasaan; tersebut menghasilkan
tindakan yang tanpa
disadari, cepat, dan
tepat.
b. Menambah / memperoleh 3). Dalam proses
tingkah laku baru: belajar juga terjadi
1). Belajar adalah usaha untuk sesuatu peralihan
mmemperoleh hal – hal baru dari potensi
dalam tingkah laku keaktivitasan.
(pengetahun, kecakapan, Peralihan dari
keterampilan, dan nilai – potensi
nilai), dengan aktifitas keaktivitasan ini
kejiwaan sendiri; berlaku secara
subjektif, yakni
2). Dengan demikian sifat khas kesanggupan yang
dari proses belajar adalah ada pada subjek
memperoleh sesuatu yang menjadi aktif
baru, yang dahulu belum ada, (misalnya potensi
sekarang menjadi ada, yang bercakap – cakap
semula belum diketahui, menjadi tindakan
sekarang dikethui, yang bercakap – cakap).
dsahulu belum mengerti,
sekarang mengerti;
3. Ciri – ciri Kegiatan Belajar:
Pada proses belajar:
a. Terdapat kegiatan jiwa sendiri;
b. Pengajar hanya menyediakan kondisi –
kondisi dan stimulus – stimulus tertentu;
c. Tanpa aktivitas dari subjek yang
bersangkutan  tidak mungkin terjadi
proses belajar;
d. Pada kegiatan belajar, tidak semua yang
terjadi merupakan hal baru  kadang –
kadang hanya sebagian yang baru;
e. Kegiatan belajar dapat terjadi: dimana saja,
kapan saja, dan oleh siapa saja;
f. Dikatakan belajar, bila di dalam dirinya
terjadi perubahan: dari tidak tahu, menjadi
tahu; dari tidak dapat mengerjakan
sesuatu, menjadi dapat mengerjakan
sesuatu;
g. Namun tidak semua perubahan yang terjadi
karena belajar; misalnya perkembangan
anak dari tidak erjalan menjadi dapat
berjalan  terjadi bukan karena belajar,
tetapi karena kematangan;
h. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kegiatan belajar mempunyai ciri – ciri sbb:
1). Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan
pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual
maupun potensial;
2). Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena
kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif
lama;
3). Perubahan – perubahyan itu terjadi katrena usaha,
bukan karena proses kematangan
Pendapat tersebut didukung oleh Hilgrad dalam
Pasaribu dan Simanjutak yang menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan.
;Perubahan terserbut tidak dapat disebut belajar
apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau
keadaan sementara, misalnya kelelahan atau
karena obat – obatan.
V. TAHAP – TAHAP KEGIATAN
PENDIDIKAN

Mengubah perilaku seseorang bukan


pekerjaan yang gampang, sehingga
pendidikan kesehatan harus melalui tahap –
tahap kegiatan yang hati – hati dan secara
ilmiah. Menurut Hanlon (1964) seperti dikutip
Azwar (1983) mengemukakan tahap – tahap
pendidikan kesehatan sbb:
A. Tahap sensitisasi:
1. Tahap ini dilakukan guna memberi informasi dan
kesadaran pada msyarakat terhadap adanya halo
– hal penting yang berkaitan dengan kesehatan,
misalnya kesadaran akan adanya pelayanan
kesehatan, kesadaran akan adanya fasilitas
kesehatan, kesadaran tentang adanya wabah
penyakit, kesadaran tentang adanya program
imunisasi;
2. Kegiatan ini tidak memberi peningkatan atau
penjelasan mengenai pengetahuan; tidak pula
mengarah pada perubahan sikap , serta tidak
atau belum bermaksud agar masyarakat berubah
pada pola perilaku tertentu;
3. Bentuk kegiatan ini seperti: siaran radio (radio
spot), poster, selebaran, dsb.;
B. Tahap Publisitas;
1. Tahap publisitas adalah lanjutan dari tahap
sensitisasi;
2. Bentuk kegiatan misalnya: press release oleh
Depkes untuk menjelaskan lebih lanjut jenis atau
macam pelayanan kesehaan yang dilakukan
sarana kesehatan tertentu (misalnya: Puskesmas,
Pustu, Polindes, dsb.);
C. Tahap Edukasi:
1. Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi;
2. Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
mengubah perilaku, serta mengarahkan pada
perilaku yang diinginkan oleh kegiatan tersebut;
3. Misalnya, sesudah adanya kegiatan penyuluhan
tentang resiko ibu hamil yang tidak pernah
diperiksakan ke bidan / dokter, ibu – ibu menjadi
sadar tentang pentingnya memeriksakan
kehamilan K1-K4 pada Puskesmas / Pustu
terdekat;
4. Di bidang kesehatan gigi dan mulut misalnya,
sesudah di suluh tentang pentingnya ,menjaga
kesehatan gigi guna m,encegah kerusakan gigi /
sakit gigi, masyarakat menjadi sadar untuk gosok
gigi sesudah makan, dan sebelum tidur, dsb.;
D. Tahap motivasi
1. Tahap ini merupakan kelanjutan tahap edukasi;
2. Perorangan maupun masyarakat, sesudah mengikuti
pendidikan kesehatan, benar – benar berubah perilaku
kesehariannya, sesuai dengan anjuran saat mengikuti
pendidikan kesehatan;
3. Misalnya: sesudah mengikuti pendidikan kesehatan, dia
gosok gigi secara teratur sehabis makan dan menjelang
tidur malam hari; sesudah mengikuti pendidikan, ibu hamil
memeriksakan kehamilannya secara teratur pada bulan I
(K1) hingga bulan IV (K4); masyarakat membuat Jaga leher
angsa dan semua berak di Jaga yang telah dibuatnya,
sehingg tidak ada yang BABS, dsb.;

Kegiatan – kegiatan tersebut (A – D) dilakukan secara


berurutan, tahap – demi tahap. Oleh sebab itu, pelaksana
kegiatan harus menguasai ilmu komunikasi tentang
sensitivasi, publisitas, edukasi dan motivasi.
VI. PERILAKU KESEHATAN
A. Konsep Perilaku:
1. Perilaku dari pandangan biologis adalah kegiatan
organisme yang bersangkutan  jadi perilaku
manusia adalah aktivitas manusia itu sendiri;
2. Perilaku manusia mempunyai bentangan yang
luas: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian,
dsb.  termasuk kegiatan internal (internal
activity) seperti berfikir, persepsi, emosi, dsb.;
3. Jadi, apa yang dikerjakan oleh organisme
manusia), baik yang bisa diamati secara langsung
maupun yang tidak bisa diamati secara langsung,
merupakan perilaku manusia;
4. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada
kegiatan organisme tersebut, dipengaruhi baik
oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan;
5. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor
genetik dan faktor lingkungan merupakan
penentu dari perilaku makhluk hidup, termasuk
perilaku manusia  faktor genetik menjadi
modal perilaku dan faktor lingkungan merupakan
lahan untuk perkembangan perilaku manusia;
6. Mekanisme pertemuan antara ke dua faktor
tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku,
disebut proses belajar (learning process);
7. Menurut Skinner (1938), perilaku merupakan
hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respons);
8. Menurut Skinner, ada dua jenis respons, yakni :

a. Respondent respons atau reflexive respons atau disebut


juga respondent behaviour), yaitu respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan – rangsangan tertentu yang disebut :
eliciting stimuli  menimbulkan respon yang relatif tetap,
misalnya : makanan lezat menimbulkan air liur ; cahaya
yang terang kuat, menyebabkan mata tertutup;

Respondent respons mencakup pula emosi respons atau


emotional behaviour  timbul karena adanya rangsangan
yang kurang mengenakkan bagi organisme bersangkutan
 misalnya menangis karena sedih atau sakit; muka
merah karena marah (adanya tekanan darah meningkat);
Sebaliknya, hal – hal yang menyenangkan /
mengenakkanpun dapat menimbulkan perilaku emosional,
misalnya : tertawa karena senang, dsb. ;
b. Operant respons atau instrumental
respons, adalah respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang
tertentu yang memperkuat respon yang
dilakukan oleh organisme, yang disebut:
reinforcing stimuli atau reinforcer;
Bila seorang anak belajar atau melakukan
suatu perbuatan, kemudian mendapatkan
hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat
belajar atau akan lebih baik lagi melakukan
pekerjaan tersebut  responnya akan lebih
intensif / lebih kuat lagi ;
Di dalam kehidupan sehari – hari,
respondent respons sangat terbatas pada
manusia, karena hubungan yang pasti antara
stimulus dan respon kemungkinan untuk
memodifikasikannya sangat kecil. Sebaliknya
pada operant respons atau instrumental
behaviour, merupakan bagian terbesar pada
perilaku manusia , dan kemungkinan untuk
memodifikasi sangat besar, bahkan dapat
dikatakan tidak terbatas. Fokus teori Skinner
adalah pada operant respons.
A.1. Prosedur Pembentukan Perilaku
Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar
perilaku manusia adalah operant respons. Untuk
membentuk respon ini, perlu diciptakan suatu
kondisi yang disebut: operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditioning menurut Skinner adalah sbb:
Identifikasi penguat atau reinforcer berupa hadiah
– hadiah bagi perilaku yang akan dibentuk;
Analisis untuk mengidentifikasi komponen –
komponen kecil yang membentuk perilaku yang
dikehendaki  kemudian disusun dalam urutan
yang tepat yang menuju pada terbentuknya
perilaku yang dimaksud;
3. Dengan menggunakan secara urut
komponen – komponen itu sebagai tujuan
sementara, lakukan identifikasi reinforcer
atau hadiah untuk masing – masing
komponen tersebut;
4. Melakukan pembentukan perilaku dengan
menggunakan urutan komponen yang telah
tersusun;
Apabila komponen pertama telah dilakukan,
maka hadiahnya diberikan, hal ini dapat
mengakibatkan komponen atau perilaku
atau tindakan tersebut cenderung akan
sering dilakukan;
Kalau perilaku ini sudah terbentuk,
kemudian dilakukan komponen (perilaku)
yang kedua yang diberi hadiah
(komponen pertama tidak memerlukan
hadiah lagi; demikian berulang – ulang,
sampai komponen kedua terbentuk;
Setelah itu dilanjutkan dengan komponen
ke tiga, keempat, dan seterusnya sampai
seluruh perilaku yang diharapkan
terbentuk;
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki
agar anak mempunyai kebiasaan
menggosok gigi sebelum tidur. Untuk
berperilaku seperti itu, maka anak tersebut
harus:
a. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur;
b. Mengambil sikat dan odol;
c. Mengambil air dan berkumur;
d. Melaksanakan gosok gigi;
e. Menyimpan sikat gigi dan odol;
f. Pergi ke kamar tidur;
Kalau dapat diidentifikasi hadiah – hadiah (tidak
berupa uang) bagi masing –masing komponen
perilaku tersebut (komponen a – e), maka akan
dapat dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut.
Contoh di atas adalah suatu penyederhanaan
prosedur pembentukan perilaku melalui operant
conditioning.
Di dalam kenyataannya, prosedur itu banyak dan
bervariasi sekali dan lebih kompleks dari pada
contoh di atas.
Teori Skinner ini sangat besar pengaruhnya
terutama di AS. Konsep – konsep behavior control,
behavior therapy, dan behavior modification yang
dewasa ini berkembang adalah bersumber pada
teori ini.
A.2. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan
suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Ada
dua macam respon, yakni:
a. Bentuk pasif : respon internal, yakni: yang terjadi di
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
dilihat oleh orang lain, misalnya: berfikir,
pengetahuan, sikap batin, dsb.;
Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi dapat
mencegah penyakit tertentu, tetapi dia tidak
membawa anaknya ke Puskesmas untuk imunisasi;
Atau seorang ibu menganjurkan orang lain untuk KB,
tetapi dia tidak ikut KB;
Jadi ibu tersebut punya sikap positif terhadap suatu
program, tetapi tidak melaksanakannya  disebut
sikap terselubung atau disebut: covert behavior;
b. Bentuk aktif: perilakunya jelas dapat
diobservasi secara langsung;
Misalnya: pada ke dua contoh di atas,
si ibu membawa anaknya untuk di
imunisasi, dan ia juga ikut sebagai
akseptor KB  disebut overt behavior;
B. Perilaku Kesehatan:
1. Perilaku kesehatan adalah: suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan;
Batasan tersebut mempunyai dua unsur pokok,
yakni respons dan stimulus atau perangsangan;

2. Respons atau reaksi manusia adalah respons,


baik pasif (pengetahun, persepsi, dan sikap),
maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
practice), sedangkan stimulus atau rangsangan, di
sini terdiri dari 4 (empat) unsur pokok, yakni: sakit,
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan;
3. Dengan demikian, maka perilaku
kesehatan mencakup:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit, yaitu bagaimana manusia
merespons, baik secara pasif (mengetahui,
sikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa
sakit yang ada pada dirinya dan di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
sakit yang dideritanya.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini
dengan sendirinya sesuai dengan tingkat
– tongkat pencegahan penyakit, yakni:
i. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion
behavior), misalnya makan makanan yang
bergizi, OR, dsb.;
ii. Perilaku pencegahan penyakit (health
prevention behavior) adalah respons untuk
melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur
memakai kelambu untuk mencegah gigitan
nyamuk malaria; imunisasi, dsb.; termasuk
perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada
orang lain;
Batas kuliah:
iii. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan
(health seeking behavior), yakni perilaku untuk
mencari pengobatan. Misalnya: usaha mengobati
sendiri sakitnya; atau mencari pengobatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan modern lainnya (RS,
Puskesmas, Dokter swasta, dsb., maupun ke fasilitas
kesehatan alternatif / tradisional (sinshe, “dukun”,
ssb.;);
iv. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan
(health rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha – usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit;
Misalnya: melakukan diet, mematuhi anjuran –
anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatan;
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan
kesehatan, adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan,
baik sistem pelayanan kesehatan modern
maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan, dan obat – obatannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, persepsi,
sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas,
dan obat – obatan;
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition
behavior), yaitu respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital
bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek
kita terhadap makanan serta unsur – unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi),
pengolahan makanan, dan sebagainya
sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita;
d. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan
(environmental health behavior), adalah
respons seseorang terhadap lingkungan
sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri.
Perilaku ini antara lain mencakup:
i. Perilaku yang berhubungan dengan air bersih,
termasuk di dalamnya komponen, manfaat, dan
penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan;
ii. Perilaku yang berhubungan dengan pembuangan
air kotor, yang menyangkut segi – segi hygiene,
pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya;
iii. Perilaku yang berhubungan dengan pengelolaan
sampah, dampak sampah terhadap kesehatan,
pengelolaannya (pembuangan sejak dari rumah
tangga hingga tempat pembuangan akhir sampah),
dsb.;
iv. Perilaku yang berhubungan dengan rumah sehat,
yang mencakup ventilasi, pencahayaan, lantai,
dinding, dsb.;
v. Perilaku yang berhubungan dengan PSN, dsb.;
4. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan
sebagai suatu aksi dan reaksi organisme
terhadap lingkungannya  berarti perilaku baru
terjadi bila ada sesuatu (rangsangan) yang dapat
menimbulkan reaksi  sehingga rangsangan
tertentu menghasilkan reaksi (perilaku) tertentu;
5. Robert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku
adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
 Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap
merupakan sebagian dari perilaku manusia;

Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk


mengadakan tindakan terhadap suatu objek,
dengan suatu cara yang menyatakan adanya
tanda – tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi objek tersebut.;
6. Di dalam proses pembentukan dan atau
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan
dari luar individu itu sendiri.
Faktor – faktor tersebut antara lain: susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses
belajar, lingkungan dsb.
Susunan syaraf pusat memegang peran
sangat penting dalam perilaku manusia,
karena merupakan sebuah bentuk
perpindahan dari rangsangan yang masuk
menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan
ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat
dengan unit – unit dasarnya yang disebut
neuron;
7. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat
diketahui melalui persepsi;
Persepsi adalah merupakan pengalaman yang
dihasilkan melalui panca indera; Setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun
mengamati pada objek yang sama. Motivasi yang
diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak
untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud
dalam bentuk perilaku.
Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek
psikologis yang mempengaruhi emosi
berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang
pada hakikatnya merupakan faktor keturunan
(bawaan).
Manusia dalam mencapai kedewasaan semua
aspek tersebut akan berkembang sesuai dengan
hukum perkembangan;
8. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan
perilaku yang dihasilkan dari praktek – praktek
dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu
perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku
terdahulu (sebelumnya).
Demikian demikian dapat disimpulkan bahwa
perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan
lingkungannya. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan
menjadi dua, yakni faktor intern dan ekstern;
9. Faktor intern mencakup: pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dsb. yang
berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar,
sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan
sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti: iklim,
manusia, sosial – ekonomi, kebudayaan dsb.;
10. Berdasarkan uraian tersebut, jelas
bahwa perilaku merupakan konsepsi
yang tidak sederhana, sesuatu yang
kompleks, yakni suatu pengorganisasian
proses – proses psikologis oleh
seseorang yang memberikan
predisposisi untuk melakukan responsi
menurut cara tertentu terhadap suatu
objek;
11. Becker (1979) mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan (health related behavior)
sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan (health behavior), yakni: hal
– hal yang berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, seperti: tindakan
– tindakan untuk mencegah penyakit,
kebersihan perorangan, memilih makanan,
menjaga sanitasi rumah, dsb,;
b. Perilaku sakit (illness behavior) adalah
segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang
merasa sakit, untuk merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau
rasa sakit. Termasuk disini juga
kemampuan atau pengetahuan individu
untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha – usaha
mencegah penyakit yang dideritanya;
c. Perilaku peran sakit (the sick role
behavior), yaitu segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan. Perilaku ini disamping
berpengaruh terhadap kesehatan /
kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama kepada
anak –anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya;
Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu
dengan lingkungan sosial saling mempengaruhi di
dalam suatu diagram sbb:
Interaksi Perilaku Kesehatan

Lingkungan Umum

Lingkungan Terbatas

Lingkungan
Keluarga

Individu
Keterangan:
1. Perilaku kesehatan
individu: sikap dan
kebiasaan individu 3. Lingkungan terbatas:
yang erat kaitannya tradisi adat – istiadat
dengan lingkungan; dan kepercayaan
masyarakat
2. Lingkungan keluarga: sehubungan dengan
kebiasaan – kesehatan;
kebiasaan tiap 4. Lingkungan umum:
anggota keluarga kebijakan – kebijakan
mengenai kesehatan; pemerintah di bidang
kesehatan, UU
tentang kesehatan,
program – program
kesehatan, dsb,;
Setiap individu sejak lahir terkait di dalam
suatu kelompok, terutama kelompok
keluarga.
Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini
terbuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi anggota – anggota kelompok
lain.
Oleh karena itu, setiap kelompok senantiasa
berlaku aturan – aturan dan norma – norma
sosial tertentu, maka perilaku setiap individu
anggota kelompok berlangsung di dalam
suatu jaringan normatif.
Demikan pula perilaku individu tersebut
terhadap masalah – masalah kesehatan.
Kosa dan Robertson mengatakan bahwa
perilaku kesehatan individu cenderung
dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang
bersangkutan terhadap kondisi kesehatan
yang diinginkan, dan kurang berdasarkan
pada pengetahuan biologi.
Memang kenyataannya demikian, tiap individu
mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil
tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda,
meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada
umumnya tindakan yang diambil berdasarkan
penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang
lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian
semacam itu menunjukkan bahwa gangguan yang
dirasakan individu menstimulasikan dimulainya
suatu proses sosial psikologis.
Proses semacam ini menggambarkan berbagai
tindakan yang dilakukan si penderita mengenai
gangguan yang dialami, dan merupakan bagian
integral interaksi sosial pada umumnya.
Proses ini mengikuti suatu keteraturan
tertentu yang dapat diklasifikasikan dalam 4
bagian, yakni:
a.Ada suatu penilaian dari orang yang
bersangkutan terhadap suatu gangguan atau
ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi
individu yang bersangkutan atau orang lain
(anggota keluarga) terhadap gangguan
tersebut berperan. Selanjutnya, gangguan
dikomunikasikan kepada orang lain (anggota
keluarga), dan mereka yang diberi informasi
tersebut menilai dengan kriteria subjektif;
b. Timbulnya kecemasan karena adanya
persepsi terhadap gangguan tersebut.
Disadari bahwa setiap gangguan
kesehatan akan menimbulkan kecemasan
baik bagi yang bersangkutan maupun bagi
anggota keluarga lainnya. Bahkan
gangguan tersebut dikaitkan dengan
ancaman adanya kematian. Dari ancaman
– ancaman ini akan menimbulkan
bermacam – macam bentuk perilaku;
c. Penerapan pengetahuan orang yang
bersangkutan mengenai hal – hal yang
berhubungan dengan masalah kesehatan,
khususnya menangani gangguan yang dialami.
Oleh karena gangguan kesehatan terjadi secara
teratur dalam suatu kelompok tertentu, maka
setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat
menghimpun pengetahuan tentang berbagai
macam gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi. Dari sini sekaligus orang menghimpun
berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan
itu, baik secara tradisional maupun secara
modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan
baik dalam menghimpun berbagai macam
gangguan maupun cara – cara mngatasinya
tersebut adalah merupakan pencerminan dari
berbagai bentuk perilaku;
d. Dilakukannya tindakan manipulatif untuk
meniadakan atau menghilangkan
kecemasan atau gangguan tersebut. Di
dalam hal ini baik orang awam maupun
tenaga kesehatan melakukan manipulasi
tertentu dalam arti melakukan suatu untuk
mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini
lahirlah pranata – pranata kesehatan baik
tradisional maupun modern.

Anda mungkin juga menyukai