Anda di halaman 1dari 11

PENGUMPULAN DATA DAN

PENYEKALAAN
Enam langkah pengumpulan data:
• Mengoperasionalkan konsep dan variabel
• Menentukan data yang akan dikumpulkan
• Menentukan skala pengukuran
• Membuat instrumen pengumpulan data
• Melakukan pengumpulan data
• Merekapitulasi data.
Operasionalisasi konsep dan variabel
I. Menentukan konsep,  membuat definisi (kita
sendiri) tentang sesuatu yang akan (didasarkan pada
definisi-definisi yang telah ada).
II. Menentukan variabel  menjabarkan konsep
dengan memberikan bentuk-bentuk dari variasi nilai
atau kategorinya.
III. Menentukan indikator dari variabel yang telah kita
tentukan  sesuatu yang memberikan petunjuk atau
keterangan tentang variabel = data yang harus
dikumpulkan.
Menentukan skala pengukuran
• Tujuan pengukuran adalah agar konsep yang ada di dalam
penelitian dapat menggambarkan realita.  Instrumen
pengukuran dikatakan baik, jika dapat merefleksikan
setepat mungkin realita dari fenomena yang hendak diukur.
• Pengukuran merupakan suatu proses untuk menetapkan
angka atau label pada unit analisis (satuan populasi untuk
dianalisis) yang mewakili ciri dari konsep.
• Di dalam ilmu sosial, pengukuran konsep agak rumit,
karena konsepnya mengenai fenomena sosial yang
abstrak, tidak bisa ditangkap dengan panca indera.  ada
yang hanya bisa dilihat melalui atribut-atributnya saja.
Tingkat-tingkat (skala) pengukuran
• Nominal  merupakan ukuran yang paling sederhana. Dalam ukuran ini tidak ada asumsi
tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongan
hanyalah kategori yang tidak tumpang-tindih (mutually exclusive) dan tuntas (exhaustive).
"Angka" yang ditunjuk untuk suatu kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori
tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanyalah sekedar label atau tanda/merek saja.
• Ordinal  mengurutkan responden dari tingkatan "paling rendah" ke tingkatan "paling tinggi"
menurut suatu atribut tertentu, tanpa ada petunjuk yang jelas tentang berapa jumlah absolut
atribut yang dimiliki oleh masing-masing responden tersebut, dan berapa jarak atau interval
antara responden dengan responden lainnya.
• Interval  ukuran yang tidak semata-mata mengurutkan orang atau obyek berdasarkan suatu
atribut, tetapi juga memberikan informasi tentang jarak antara satu orang atau obyek dengan
orang atau obyek lainnya. Tetapi ukuran ini tidak memberikan informasi tentang jumlah absolut
atribut yang dimiliki oleh seseorang.
• Rasio  Ukuran rasio diperoleh apabila selain informasi tentang urutan dan interval antara
orang-orang, kita mempunyai informasi tambahan tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki
oleh salah satu dari orang-orang tadi. Jadi, ukuran rasio adalah suatu bentuk interval yang
jaraknya tidak dinyatakan dalam perbedaannya dengan angka rata-rata suatu kelompok, tetapi
jaraknya dengan titik nol mutlak.
Tabel 1. Fungsi tingkat-tingkat pengukuran
Fungsi
Tingkat
pengukuran Membedakan Mengurutkan Menjarakkan Membandingkan

Nominal Ya - - -
Ordinal Ya Ya - -
Interval Ya Ya Ya -
Rasio ya ya ya ya
Indeks dan skala
Indeks dan skala adalah ukuran gabungan untuk suatu variabel, agar
diperoleh ukuran yang lengkap dan tepat  didasarkan pada beberapa
pertanyaan.
Misalnya: mengukur terpaan media menggunakan lima pertanyaan, dan skor
responden adalah jumlah skor dari lima pertanyaan tadi.
Perbedaan antara indeks dan skala terletak pada penentuan skor:
• Indeks adalah akumulasi skor untuk setiap pertanyaan.
Jika untuk mengukur satu variabel menggunakan lima pertanyaan, dan masing-
masing pertanyaan memiliki jenjang skor 1 sampai 3, maka indeksnya berkisar dari
5 sampai 15, tergantung jawaban responden.
• Skala disusun atas dasar penunjukan skor pada pola-pola atribut  penyusunan
skala memperhatikan intensitas struktur dari atribut-atribut yang hendak diukur.
Intensitas struktur, misalnya bobot keterlibatan responden dengan suatu kegiatan
dalam organisasi  Seorang pengurus organisasi akan selalu membayar iuran,
mengunjungi rapat-rapat, dan terlibat kegiatan organisasi lainnya, sedangkan
orang yang hanya tercatat sebagai anggota belum tentu selalu membayar iuran,
mengunjungi rapat-rapat, dan terlibat dalam kegiatan organisasi lainnya.
Membuat instrumen pengukuran
Membuat kuesyener (daftar pertanyaan)
Penggunaan kuesyener merupakan suatu hal yang pokok di
dalam pengumpulan data. Hasil dari pengisian kuesyener oleh
responden, oleh peneliti akan diwujudkan sebagai angka-angka,
tabel-tabel, analisis statistik, uraian serta kesimpulan hasil
penelitian. Tujuan utama dari pembuatan kuesyener, adalah
untuk:
• Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survei, dan
• Memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi
mungkin.
Di dalam pembuatan kuesyener, harus selalu diingat bahwa
pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesyener langsung berkaitan
dengan hipotesis dan tujuan dari penelitian.
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
• Validitas dari suatu ukuran tergantung pada
persesuaian/kecocokan antara sebuah konsep dengan
indikator-indikator empiris yang diduga sebagai
ukurannya.  validitas adalah sifat dari sebuah instrumen
pengukuran yang ingin kita uji.
• Sementara reliabilitas ditujukan pada konsistensi dalam
pengukuran, validitas ditujukan pada isu yang lebih krusial,
yaitu: “hubungan krusial antara konsep dan indikator.”
• Ada kemungkinan, sebuah skala yang reliabel (berulangkali
menghasilkan respon yang sama pada situasi yang sama),
tetap tidak valid.
PEMAHAMAN TERHADAP VALIDITAS
• Untuk memahami validitas, kita harus mengingat kembali kembali bagaimana kita
mengoperasionalkan konsep dan mengukur variabel.
• Konsep  variabel (konsep yang memiliki variasi nilai)  indikator-indikator variabel
 pengukuran.
Contoh 1:
Apa yang dilakukan Bradburn dan Caplovitz (1960-an) untuk mengukur kebahagiaan
(suatu fenomena yang begitu personal dan subyektif). Dalam hal ini, menurut Baker
(1994): merekalah yang pertama menggunakan laporan-diri responden sebagai
sebuah indikator dari kebahagiaan. Bukan mengukur variasi dari indikator itu.

Pertanyaan “Bahagiakah anda?”  di dressed up menjadi “Menghadapi semua ini,


apa yang ingin anda katakan mengenai semua itu hari ini?” Dilanjutkan dengan
pilihan jawaban: “sangat bahagia”, “cukup bahagia” atau “tidak begitu bahagia.”
Dengan mendapatkan ukuran kebahagiaan itu, mereka bisa menguji kualitas lain dari
mereka yang lebih atau kurang bahagia itu  mereka bisa menghubungkan respon
terhadap pertanyaan kebahagiaan (variabel dependen) itu dengan sejumlah besar
faktor-faktor yang lain.
Contoh 2:
Konsep otoritarianisme yang dikembangkan ilmuwan Intitute of Social Research Frankfurd (1923)
 dibagi menjadi 9 dimensi, yang diukur dengan F-Scale (skala Fasisme): sangat setuju (+3) sampai
sangat tidak setuju (-3):
1. Convensionalisme: Penganut kuat nilai-nilai konvensional, nilai-nilai kelas menengah.
2. Submisi Otoritarianisme: Submisif, sikap tanpa kritik terhadap otoritas-otoritas moral ideal dari
kelompoknya.
3. Agresi Otoritarian: Cenderung mengucilkan dan menyalahkan, menolak dan menghukum orang
yang melanggar nilai-nilai konvensional.
4. Anti-intrasepsi: Bertentangan dengan orang yang subyektif, imaginatif, dan lemah lembut
(tender-minded).
5. Supersisi dan stereotipi: Percaya pada faktor penentu mistik dari takdir seseorang, cenderung
berfikir menurut kategori-kategori yang kaku.
6. Kekuasaan dan pengajaran: Asyik dengan dimensi-dimensi dominan-submisi, kuat-lemah.
Identivikasi pada figur-figur kekuasaan, terlalu menekankan atribut konvensional dari ego,
membesar-besarkan penonjolan kekuatan dan pengajaran.
7. Kemerusakan dan sinisme: Permusuhan umum, pencemaran manusia.
8. Projektivitas: Cenderung percaya bahwa hal-hal yang liar dan berbahaya terjadi di dunia:
projeksi keluar impuls-impuls emosional yang tidak disadari.
9. Jender (Jenis kelamin): Membesar-besarkan pehatian kepada “apa yang terjadi” berdasar
perbedaan jenis keelamin.
Sumber: Adorno et al. (1950); Baker (1994).

Anda mungkin juga menyukai