Anda di halaman 1dari 22

ETIK LEGAL HIV/AIDS

NS. VERI S.KEP.,M.KEP


Pengertian Etik

Etik berasal dari kata yunani “ethos” yang berarti


adat kebiasaan yang baik atau yang seharusnya
dilakukan dalam organisasi profesi kesehatan
pedoman baik atau buruk dalam melakukan tugas
profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik yang
penyusunannya mengacu pada sistem etik.
Ada enam prinsip etik, yaitu :

1. Asas menghormati otonomi (autonomy) :


Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa
yang akan dilakukan terhadapnya, oleh sebab itu seorang klien harus
menerima informasi sejelas-jelasnya dari konselor.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan
orang lain.
3. Keadailan (justic)
Prinsip ini yang harus di lakukan oleh seorang konselor dengan cara
adil dan dapat menjunjung tinggi nilai moral, legal dan kemanusiaan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya  cidera fisik dan psikologis pada klien .
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip vera city berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untukmenyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setiap ada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Dalam Pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Secara garis besar di dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita HIV/AIDS diatur mengenai :

1. Hak atas pelayanan kesehatan


Dalam Pasal 5 UU Kesehatan  dinyatakan bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam
mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau.
2. Hak atas informasi
Pasal 7 UU Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi
dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan atas dirinya pada pasal 8.
3. Hak atas kerahasiaan
Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak atas
rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis
dan rekam medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.
4. Hak atas Persetujuan Tindakan Medis
Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur tentang persetujuan tindakan medis atau informed
consent.
Menjelaskan isu etik  dan hukum pada konseling pre-post
test  hiv 

1. Konseling pre-post test hiv


Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan
menadatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT
harus dilakukan oleh petugas yang sangat terlatih dan memiliki
ketrampilan konseling dan pemahaman akan HIV/AIDS.
2. Informed consent untuk hiv/aids
Tes informent consent HIV :
a. Sukarela
b. Rahasia
c. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua/pasangan,
atasan atau siapapun.
ASPEK ETIK DAN LEGAL TES HIV

Dasar dari informent consent yaitu:


1. Asas menghormati otonomi pasien setelah mendapatkan informasi
yang memadai pasien bebas dan berhak memutuskan apa yang akan
dilakukan terhadapnya.
2. Kepmenkes 1239/ Menkes/ SK/ XI/ 2001 pasal 16 : dalam
melaksanakan kewenangan perawat wajib menyampaikan informasi
dan meminta persetujuan tindkaan yang akan dilakukan.
3. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 22 ayat 1 : bagi
tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas wajib memberikan
informasi dan meminta persetujuan.
4. UU No.23 tahun 1992 tentang tenaga kesehatan pasal 15 ayat 2
tindakan medis tertentu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan
yang bersangkutan atau keluarga.
Kerahasiaan status hiv

Terdapat perkecualian dimana rahasia pasien HIV/AIDS bisa dibuka bila mana :
1. Berhubungan dengan administrasi
2. Bila kita dimintai keterangan di persidangan
3. Informasi bisa diberikan pada orang yang merawat atau memberikan konseling dan informasi
diberikandengan persetujuan untuk merawat, mengobati, atau memberikan konseling pada klien
4. Informasi diberikan kepada Depkes. Berdasarkan instruksi Menkes no.72/Menkes/Inst/II/1998
tentang kewajiban melaporkan penderita dengan gejala AIDS: petugas kesehatan yang
mengetahui atau menemukan seseorang dengan gejala AIDS wajib melaporkan kepada sarana
pelayanan kesehatan yang diteruskan pada Dirjen P2M dan diteruskan ke Depkes
5. Informasi diberikan kepada partner seks/ keluarga yang merawat klien dan berisiko terinfeksi
oleh klien karena klien tidak mau menginformasikan pada keluarga/ pasangan seksnya dan
melakukan hubungan seksual yang aman.
Kasus etik hiv AIDS
Tn. A masuk kerumah sakit dengan keluhan gejala demam dan diare kurang
lebih selama 6 hari. selain itu, Tn. A sariawan sudah 2 bulan tidak sembuh-sembuh
dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. kemudian Tn. A menjalani
pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya.  Tn. A yang ingin
tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu
penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB
hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh
dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS.
Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang
menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan
tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung.
Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan
penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau
menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.  Perawat tersebut mengalami
dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi
lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena
itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.
Mengkaji situasi

Tn. A menggunakan
Rasa kasih sayang keluarga Tn. A
haknya sebagai pasien untuk terhadap Tn. A membuat keluarganya
mengetahui penyakit yang berniat menyembunyikan informasi tentang
dideritanya sekarang sehingga hasil pemeriksaan tersebut dan meminta
Tn. A meminta perawat perawat untuk tidak menginformasikannya
tersebut memberikan kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga
informasi tentang hasil takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa
pemeriksaan kepadanya menerima kondisinya sekarang

Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan


pada dua pilihan dimana dia harus memenuhi permintaan
keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi
haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil
pemeriksaan atau kondisinya.
Mendiagnosa Masalah Etik Moral

Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan


permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada
Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya
Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain : Perawat akan
melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang
tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung. Hal ini bertujuan supaya Tn. A
tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan informasi seperti itu karena
sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat.
Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk
motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani
Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial
ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara
perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat
dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang
kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat
tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim
medis. Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun
pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika
situasinya sudah tepat.
Kendala-kendala yang mungkin timbul :

Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn.
A.  Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn.
A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika
Tn. A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan
anggapan-anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa
memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan
menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut.
Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain
bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang
terjadi nantinya.
Melaksanakan Rencana

Alternatif-alternatif tersebut harus dipertimbangkan dengan tim medis yang terlibat


supaya tidak melanggar kode etik keperawatan sehingga bisa diputuskan mana
alternatif yang akan diambil. ( John Stone, 1989 ), meliputi :
 Autonomy / Otonomi
• Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang
menjadi keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika
pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju
maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut
untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
 Benefesience / Kemurahan Hati
• Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau
tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat
bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik
dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A

 Justice / Keadilan
• Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani
pasien. Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana
pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh
informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan
konteksnya/kondisinya
 Nonmaleficience / Tidak merugikan
• Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak
menimbulkan kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun
psikis yang kronis nantinya.

 Veracity / Kejujuran
• Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau
membohongi Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini
merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan
jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
 Fedelity / Menepati Janji
• Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati
dengan Tn. A sebelum dilakukan pemeriksaan yang
mengatakan bahwa perawat bersdia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika
hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus
tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak
seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi
tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut
nantinya.
 Confidentiality / Kerahasiaan
• Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik
keperawatan yaitu menghargai apa yang menjadi
keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala
sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali
seijin pasien
EVALUASI
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring
dan dievaluasi sejauh mana Tn. A beradaptasi tentang
informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih
denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus
dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan
yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani,
dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai