Bidang Obgin
Dari segi hukum
Islam menentukan bahwa setiap manusia menghormati manusia lainnya. Karena
Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia QS. Al Isra ayat 70.
“dan sesungguhnya Kami telah menciptakan anak cucu Adam dan Kami angkut
mereka didarat dan dilaut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka yang sempurna”
Dalam surah An Nur ayat; 30-31, Allah berfirman:
“katakannlah pada laki-laki beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (Ayat 30)
“dan katakana kepada perempuan beriman, agar mereka menjaga pandangannya
dan memelihara kemaluannya dan menjaga penapakan perhiasannya (auratnya),
kecuali yang bias terlihat…… (Ayat 31)
Rasulluha SAW bersabda: tidak boleh seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya, dan
tidak boleh seorang perempuan melihat aurat perempuan lainnya, dan tidak boleh
seorang laki-laki bersentuh badan dengan laki-laki lainnya dalam satu kain dan tidak
boleh seorang perempuan bersentuh kulit dengan perempuan lain dalam satu kain (HR.
Ahmad Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
Apa yang disebut aurat dalam ayat 30-31 pada surah An Nur dijelaskan dalam hadist:
Dari Aisyah RA, sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk dalam ruangan Rasulullah
SAW, sedang dia berpakaian tipis, maka beliau memalingkan pandangannya dari padanya
dan bersabda “Hai Asma, sesungguhnya perempuan bila telah haid, maka tidak sah lagi
daripadanya selain ini, sambil menunjukkan muka dan kedua tangannya (HR. Muslim).
“Pergaulilah istri-istrimu dengan baik dan apabila kamu tidak lagi menyukainya
(mencintainya) mereka (jangan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak
menyenangi sesuatu, tapi Allah menjadikan kebaikan yang banyak”
Mawaddah = kelapangan dada kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Ini disebabkan
karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintu-
pintunya pun tertutup.
Rahmah = kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidak
berdayaan sehingga mendorong yang bersangkutan memberdayakannya.
Sehingga suami-istri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk saling
melengkapi.
“istri-stri kamu (para suami) adalah pakaiannya untuk kamu, dan kamu adalah
pakaiannya untuk mereka”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa suami istri dapat berfungsi menutupi kekurangan
pasangannya, sebagaimana pakaian menutupi aurat pemakainya.
Amanah = sesuatu yang disertakan kepihak lain disertai dengan rasa aman dari
pemberinya karena kepercayaan bahwa apa yang diamanahkan itu akan
dipelihara dengan baik.
Hubungan Suami Istri dalam Ajaran Islam
Allah memberi isyarat dalam Al quran tentang hubungan suami istri:
“istri-istri kamu adalah ladang (tempat bercocok tanam) untukmu, maka datangilah
(garap) ladangmu bagaimana saja kamu kehendaki (Qs, Al Baqarah; 223)
Hubungan seks suami istri harus, maka hubungan tersebut harus dimulai dalam
suasana suci bersih, tidak boleh dilakukan dalam keadaan kotor atau situasi
kekotoran.
Karena itu Rasullulah SAW menganjurkan berdoa menjelang hubungan seks suami
istri dimulai.
Doa sebelum bersetubuh/hubungan seks.
“dengan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari setan, dan jauhkan
setan untuk mengganggu apa yang engkau rezekikan kepada kami (HR.
Bukhari dan Muslim)”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: bahwa makna ayat 184 adalah wanita yang
mengandung dan wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya atau
anaknya, boleh tidak puasa (membayar fidyah).
Wanita haid, wanita hamil dan menyusui manakala tidak berpuasa wajib bagi
mereka mengqadha hari yang ditinggalkannya pada hari yang lain antara ramadhan
itu dengan ramadhan yang akan datang (bersegera mengqadha itu lebih baik)
ISTIHADHAH
Hukum yang berkaitan dengan istihadhah
Istihadhah ialah mengalirkan darah bukan pada waktu kebiasaannya secara
membanjiri dari sebuah saluran darah tertentu.
Wanita yang darahnya keluar terus-menerus atau lebih sering (ia harus memilih),
darah mana yang dianggap haid dan darah mana yang dianggap istihadhah.
Wanita istihadhah tidak boleh meninggalkan puasa dan shalat, karena wanita
istihadhah dianggap sama dengan wanita suci.
Wanita yang mengalami istihadhah ada tiga kreteria:
1. Wanita itu mengenali kebiasaannya sebelum menderita istihadhah. Umpamanya
masa haidnya 5-8 hari pada awal atau pertengahan bulan. Setelah habis masa
kebiassan itu, ia wajib mandi dan melakukan shalat, dan menganggap darah
yang tersisah adalah darah istihadhah. Rasullulah bersabda:
“berdiamlah diri sejumlah hari haidmu (yang telah kamu kenali itu) setelah itu
mandilah dan lakukan shalat”
Dalam kondisi masa keluarnya darah haid, kreteria darah haid harus dianggap
darah haid, pada saat berdiam diri dan tidak shalat maupun puasa.
Saat jenis darah yang keluar berubah, harus dianggap darah istihadhah.
“jika yang keluar itu darah haid, yaitu kehitam-hitaman seperti yang dikenali,
maka janganlah kamu shalat. Namun, jika darah yang keluar itu darah yang lain,
maka berwudhu dan shalatlah (HR. Abu Daud, An Nasa’I dan Dishahihka oleh
Ibnu Hiqban Al Hakim)”
3. Wanita yang tidak mempunyai kebiassan hari haid yang dikenalinya dan sulit
untuk mengenali jenis darah yang membedakan antara darah haid dan darah
istihadhah, maka wanita semacam ini harus berdiam diri pada hari-hari
umumunya masa haid, yaitu enam atau tujuh hari setiap bulan karena itulah
masa kebanyakan wanita haid.
Wanita yang dapat membedakan jenis darah haidnya atau bukan, harus mengikuti
pengalaman itu.
Sedangkan wanita yang tidak dapat mengenali masa haidnya dan tidak dapat pula
membedakan jenis darah yang keluar, ia harus menentukan sendiri darah haidnya
enam atau tujuh hari. Ini merupakan perpaduan antara ketiga ajaran sunnah
Rasullulah SAW tentang wanita yang mengalami istihadhah.
Apa yang harus dilakukan oleh wanita yang mengalami istihadhah manakala
dihukum suci
“aku jelaskan kepadamu kapas semacam ini untuk kamu gunakan sebagai
penyumbat tempat (vagina) itu”.