Anda di halaman 1dari 19

ANESTESI PADA

LAPAROSKOPI
TDI STIKKU_2019
Laparoskopi
Definisi
• Anestesi secara umum artinya suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
• Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive
dengan memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk
membuat ruang antara dinding depan perut dan organ viscera, sehingga
memberikan akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut.
• Prosedur laparoskopi
 Praoperasi laparoskopi  Pasien harus puasa 4 – 6 jam sebelumnya.
Sebelum puasa pasien makan makanan cair / bubur, makanan yang
mudah diserap, tapi rendah sisa, mengurangi jumlah kotoran.
 Setelah teranestesi, tindakan pertama dilakukan membuat sayatan di
bawah lipatan pusar 10 mm, kemudian jarum veres disuntikkan
memasukkan gas CO2 sampai batas 12-15 mmHg untuk
menggembungkan perut pasien.
 Bertujuan agar usus tertekan ke bawah dan menciptakan ruang di
dalam perut. Setelah perut terisi gas CO2, alat trocar dimasukkan, pipa
dengan klep untuk akses kamera dan alat-alat lain selama pembedahan.
 Ada empat trocar yang dipasang di tubuh:
1. Terletak di pusar.
2. Kira-kira letaknya 2-4 cm dari tulang dada (antara dada dan pusar)
selebar 5-10 mm.
3. Dipasang di pertengahan trocar kedua agak ke sebelah kanan (di
bawah tulang iga), selebar 2-3 atau 5 mm.
4. Keempat, bilamana diperlukan, akan dipasang di sebelah kanan
bawah, selebar 5 mm.
 Melalui trocar inilah alat-alat, dimasukkan dan digerakkan. Trocar
pertama berfungsi sebagai ‘mata’ dokter, yaitu tempat dimasukkannya
kamera. Sementara itu, trocar kedua sampai keempat merupakan trocar
kerja.
Penggunaan Gas CO2 dalam Laparoskopi

CO2 merupakan gas pilihan untuk insuflasi karena:


 Tidak Mudah Terbakar
 Tidak Membantu Pembakaran
 Mudah Berdifusi Melewati Membrane
 Mudah Keluar Dari Paru-paru
 Mudah Larut Dalam Darah Dan Risiko Embolisasi Co2 Kecil
 Level CO2 dalam darah mudah diukur

 Selain itu, CO2 menimbulkan efek lokal maupun sistemik, dapat terjadi
hipertensi, takikardi, vasodilatasi pembuluh serebral, ↑ CO,
hiperkarbi, dan respiratory acidosis.
Keuntungan Prosedur Laparoskopi
 Dibandingkan dengan bedah terbuka, laparoskopi lebih
menguntungkan karena insisi yang kecil dan nyeri pasca operasi
yang lebih ringan.
 Fungsi paru pasca operasi tidak terganggu dan sedikit
kemungkinan terjadi atelektasis setelah prosedur laparoskopi.
 Setelah operasi fungsi pencernaan pasien pulih lebih cepat,
masa rawat inap rumah sakit pendek, serta lebih cepat kembali
beraktivitas.
Kerugian Prosedur Laparoskopi
 Komplikasi dapat terjadi langsung / tidak langsung karena kebutuhan insuflasi

CO2 untuk membuat ruang operasi. CO2 masuk kedalam pembuluh darah secara

cepat. Gas yang tidak larut terakumulasi didalam jantung kanan menyebabkan

hipotensi dan cardiac arrest.

 Intervensi dapat dengan menghentikan insuflasi CO2, hiperventilasi dengan 100%

O2 dan resusitasi cairan, merubah posisi pasien right side up dan memasang

kateter vena central untuk aspirasi gas.

 Hal serius lain adalah pneumothorak, jika gas masuk ke dalam rongga thorax

melalui luka atau insisi yang dibuat sewaktu pembedahan.


Respon Fisiologi Selama Bedah Laparoskopi

 Perubahan hemodinamik dan ventilasi dapat terjadi


dikarenakan insuflasi CO2 ke dalam rongga peritoneum
menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum yang
bermanfaat untuk visualisasi selama prosedur laparoskopi.

 Insuflasi CO2 ini juga meningkatkan tekanan intraabdomen


dan ↑ resistensi pembuluh darah sehingga curah jantung
menjadi turun sementara tekanan darah meningkat.
 Efek oleh insuflasi CO2 menimbulkan terjadinya hiperkapnia
selama beberapa menit dimana kenaikan CO2 biasanya
mencapai 30%, hal ini menimbulkan stimulasi simpatis dan
berpotensi terjadi disritmia dan respiratori asidosis. Dapat
dikoreksi dengan ↑ ventilasi.

 Pengaruh tambahan dari pneumoperitoneum adalah efek


mekanik dari ↑ tekanan intra abdomen yang menyebabkan ↓
pulmonary compliance dan kapasitas residu fungsional serta ↑
dead space.
Manajemen Anestesi pada Laparoskopi

Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor.


Anestesi regional tidak digunakan rutin pada prosedur
laparoskopi, karena iritasi yang mengenai diafragma dari
insuflasi CO2 bisa menyebabkan sakit pada pundak,
ditambah lagi waktu penyembuhan untuk pengembalian
fungsi yang lengkap bisa lama.
Evaluasi Preoperasi

 Secara umum sebelum memulai anestesi, dilakukan terlebih dulu


anamnesis dan pf. Karena perubahan tekanan hemodinamik dan respirasi
terjadi pada pasien selama prosedur laparoskopi, evaluasi sebelum operasi
difokuskan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit paru berat dan
gangguan fungsi jantung.
Manajemen Intraoperatif

 Pengukuran TD non invasive dan kapnografi penting untuk mengikuti efek


hemodinamik dan pneumoperitoneum pada respirasi dan perubahan
posisi. Dalam situasi tertentu, monitor pengukuran tekanan arteri sebaiknya
dilakukan.
 Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu pemasangan
ETT dikarenakan dapat mengurangi tekanan udara lambung, ↓ resiko
kerusakan gaster, dan memperbaiki visualisasi selama operasi. Pada saat
tekanan intraabdomen ↑ karena pneumoperitoneum, ETT dapat digunakan
untuk memberikan tekanan ventilasi yang positif untuk mencegah
hipoksemia dan untuk mengekskresikan kelebihan CO2 yang diabsorbsi.
 Obat anestesi yang digunakan berupa volatile agent, opioid intravena,
dan obat pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N2O
sebaiknya dihindari selama prosedur laparoskopi karena ↑ pelebaran
usus dan resiko mual pasca operasi.

 2 tujuan utama pemeliharaan selama laparoskopi dengan anestesi


umum adalah menjaga agar tetap normokapnia dan mencegah
ketidakseimbangan hemodinamik. Hiperkapnia biasanya berawal
beberapa menit setelah insuflasi CO2. Untuk menormalkan kembali,
ventilasi ditingkatkan biasanya dengan ↑ RR dengan volume tidal
tetap.
 Jika tekanan darah meningkat maka pemberian kadar obat
anestesi inhalasi dapat ditingkatkan dan dapat ditambahkan
dengan pemberian obat seperti nitropusside (nitropusside
menyebabkan reflek tackikardi, berpotensi untuk menimbulkan
keracunan sianida), esmolol, atau calcium channel blocker.
Manajemen Pasca Operasi
 Di ruang pemulihan pasca anestesi, hiperkapnia bisa tetap terjadi selama

45 menit setelah prosedur selesai. Insiden mual muntah pasca operasi

laparoskopi dilaporkan cukup tinggi. Untuk ↓ insiden mual dan muntah

pasca operasi dapat dilakukan dengan meminimalkan dosis opioid dan

mempertimbangkan pemberian propofol untuk anestesi.

 Penggunaan analgetik setelah prosedur laparoskopi umumnya lebih sedikit

dibandingkan dengan sesudah bedah terbuka. Pemberian opioid iv

(fentanyl, morfine) dalam kombinasi dengan NSAID intravena membantu

agar pasien nyaman pada akhir dari prosedur.


KESIMPULAN

 Anestesi berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit


ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
 Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan
minimally invasive dengan memasukkan gas CO2 ke dalam
rongga peritoneum untuk membuat ruang antara dinding
depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan
akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut.
 CO2 adalah gas pilihan untuk insuflasi karena tidak mudah terbakar,
tidak membantu pembakaran, mudah berdifusi melewati membrane,
mudah keluar dari paru-paru, mudah larut dalam darah dan risiko
embolisasi CO2 kecil.
 Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor, antara lain :
umur, jenis kelamin, status fisik, jenis operasi, ketrampilan operator
dan peralatan yang dipakai, ketrampilan/kemampuan pelaksana
anestesi dan sarananya, status rumah sakit, dan permintaan pasien.
 Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah
laparoskopi dengan anestesi umum adalah menjaga agar tetap
normokapnia dan mencegah ketidakseimbangan hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA

• Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4 th edition. McGraw Hill. New
York. 2006.
• Sdrales, Loraine M., Miller, R D., Anesteshia Review: A Study Guide to Anesthesia, fifth edition
and basic of anesthesia forth edition. Churchill Livingstone, USA. 2001
• Zollinger, Robert M., Zollinger’s Atlas of Surgical Operations 8 th edition, international edition:
McGraw Hill. United State Of America. 2003
• Cole, D.J., Schlunt, M., Adult Perioperative Anesthesia: The Requisites in Anesthesiology.
Mosby. 2004
• Anonynim, Laparoskopi Cikal Bakal Bedah Masa Depan available:
http://www.kompas.com/LaparoskopiCikalBakalBedahMasaDepan.asp (Accessed: 2019,
January 29)
• “Major Classification of Anesthetic Agents”. ( 2007, april 15 – last update). Available:
http://images.google.com.hk/blockspinal (accessed : 2019, january 30).
• Yao, F.S.F, Artusio, Anesthesiology, Problem Oriented Patient Management. Lippincott
Williams and Wilkins, USA. 2001
• Errawan, Laparoscopyc surgery available: http://www.mediaonline.com/ Laparoscopyc
surgery.asp (Accessed: 2019, January 29)
• Barash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K., Handbook of Clinical Anesthesia, 4 th edition.
Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001

Anda mungkin juga menyukai