Anda di halaman 1dari 23

HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

(SUMBER HUKUM DAN HAM


INTERNASIONAL)

Disusun oleh :
Nadila ulfa
(1703101010174)
PENDAHULUAN
Apa itu Hak Asasi Manusia ( human rights)?
• HAM adalah hak fundamental yang melekat pada manusia , dimana manusia juga dikaruniai
akal pikiran dan hati .
• Hak asasi manusia bersifat universal yang berarti melampaui batas-batas negeri ,
kebangsaan, dan ditujukan pada setiap orang , baik miskin maupun kaya, laki-laki maupun
perempuan , normal ataupun penyandang cacat atau sebaliknya.
• Hukum dan ham internasional adalah badan hukum internasional yang dimaksudkan untuk
mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di tingkat internasional dan domestik.
SUMBER HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL
• sumber hukum dan ham adalah tempat dimana suatu hak asasi manusia di temukan
• Sumber hukum dan ham internasional dapat ditemukan dalam beberapa tempat seperti :
1. Perjanjian internasional ( international convention)
2. Kebiasaan internasional (international custom) , dan
3. Instrumen hak asasi manusia internasional
1. PERJANJIAN INTERNASIONAL
(INTERNATIONAL CONVENTION)
• Adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional yang terdiri
dari negara-negara, baik yang bersifat umum maupun khusus, membentuk
aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh masyarakat internasional. Hal ini
bertujuan membentuk hukum sehingga melahirkan akibat hukum.
• Bentuknya dapat berupa convenant, perjanjian.
• Bentuk dari perjanjian tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. KONVENSI JENEWA 1949
Konvensi jenewa 1948 terdiri dari empat buah konvensi yaitu :
a) Konvensi jenewa 1 tentang perbaikan anggota angkatan perang yang
luka dan sakit di medan pertempuran darat. Konvensi ini pertam kali
ditandatangani pada tahun 1864 oleh 12 negara yang saat itu sedang
memiliki posisi penting dibidang politik internasional, terdiridari 10
pasal yang mengatur tentang perbaikan kondisi perang prajurit yang
cedera dan sakit di medan perang, menertapkan bahwa :
1. Prajurit yang cedera dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat tanpa
harus memperdulikan kebangsaanya.
2. Petugas kesehatan dan sarana serta prasarana yang dipergukana untuk
merawat prajurit yang cedera dan sakit di medan perang harus
diberikan status netral.
3. Lambang palang merah diatas dasar putih disetujui sebagai tanda
pelindung.
b. Konvensi jenewa II tentang perbaikan kondisi angkatan perang di laut yang luka,
sakit dan korban kapal karam.
c. Konvensi jenewa III tentang perlakuan tawanan perang. Dalam konferensi di
deghaag tahun 1899 dan 1907 menyinggung pulas soal tawanan perang, karena
mengatur persyaratan penahanan dan perlakuan tawanan perang masih kurang,
maka tahun 1929 disusun konvensi jenewa III tentang perlakuan tawanan perang
yang menegaskan bahwa :
• Tawanan perang bukanlah kriminal tetepi pihak musuh yang tidak dapat lagi ikut
dalam pertempuran.
• Tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi selama ditahan.
• Tawanan perang harus dibebaskan pada saat permusuhan sudah berakhir.
d. Konvensi jenewa IV tentang perlindungan sipil di waktu perang.
indonesia telah meratifikasi konvesi ini dengan uu no 59 tahun 1958 yang di sah
kan pada tanggal 4 juli tahun 1958 dan diundangkan pada tanggal 31 juli 1958.
2. KONVENSI HAK-HAK POLITIK KAUM WANITA 1952
Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan telah disetujui oleh Majelis umum PBB selama pertemuan
pleno ke-40, pada tanggal 20 Desember 1952, dan diadopsi pada tanggal 31 Maret 1953
Konvensi ini adalah perundang-undangan internasional pertama yang melindungi status setara
perempuan untuk menggunakan hak politik.
Selain itu, itu adalah perjanjian internasional pertama yang mewajibkan negara-negara untuk
melindungi hak-hak politik warga negara. 
Konvensi ini adalah salah satu dari beberapa upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada periode
pascaperang untuk menetapkan standar non-diskriminasi terhadap perempuan; yang lainnya
adalah konvensi kebangsaan wanita Menikah dan konvensi izin menikah usia muda, usia minimum
untuk menikah dan registrasi perkawinan, yang diberlakukan masing-masing pada tahun 1958 dan
1964.
Indonesia sendiri meratifikasi kovensi hak-hak politik kaum wanita ini dengan uu 68 tahun 1958
yang di sah kan pada tanggal 17 juli 1958 dan diundangkan pada tanggal 28 agustus 1958
2. KEBIASAAN INTERNASIONAL
( INTERNATIONAL CUSTOM)
• Berdasarkan pasal 38 (1) sub B, mengatakan bahwa hukum kebiasaan adalah
kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima
sebgai hukum . Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional
sebagai sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a) Harus terdapat terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum.
b) Kebiasaan tersebut harus diterima sebagai hukum.
• Dilihat dari secara praktis suatu kebiasaan internasional dapat diterima
sebagai hukum apabila negara-negara itu tidak keberatan, namun apabila
suatu negara keberatan , maka dapat menolak dengan berbagai cara seperti
dengan jalan diplomatik (protes) atau dengan mengajukan keberatan
dihadapan suatu mahkamah.
•Kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri , ia berkaitan erat dengan sumber
hukum lainnya , yaitu perjanjian internasional. Dan alur hubungannya timbal balik
dan saling berkaitan . Saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain.
•Hal ini dapat dilihat dalam beberpa kasus , seperti hal yang terjadi di ethiopia afrika
selatan, dimana pemerintah afrika melakukan penyerbuan berdarah terhadapt
negara-negara tetangganya, dan ketegangan terus berlangsung antara negara-negara
itu sendiri. Peperangan masih berkobar dimana-mana.
•Perang vietnam telah menimbulkan akibat yang ternyata tidak hanya menyangkut
negara amerika serikat dan vietnam yang berperang saja.
•Akibatnya ternyata diikuti oleh serangkaian kejadian lain yang tak kalah
pentingnya.
•Keadaan tersebut menimbulkan keadaan baru dalam hukum internasional, yaitu
timbulnya suau kebutuhan akan suatu pengaturan bagi masalah pengungsi. Maka
dari itu dibentuklah hukum baru yaitu hukum pengungsi (refugee law) dan dari
kebiasaan dalam keadaan perang tersebut dibentuklah konvensi mengenai status
pengungsi (konvensi wina 1951) yang dibuat di jenewa pada 28 juli tahun 1951 yang
mulai berlaku pada 22 april 1954.
3. INSTRUMEN HUKUM DAN HAM INTERNIONAL

• Tidak semua instrumen ham intenasional menjadi sumber hukum internasioal , hanya instrumen ham
internasional yang bersifat mengikat yang menjadi sumber hukum dan ham internasional, yakni yang
diatur dalam piagam PBB.
• Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM
serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan secara berulang-ulang,
diantaranya dalam Pasal 1 (3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional
dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta meningkatkan
penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa
pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama …”
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-
instrumen hukum yang mengatur tentang HAM sebagai berikut:
· DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI
MANUSIA (UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS)
• Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan langkah besar yang diambil oleh
masyarakat internasional pada tahun 1948.
• Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan
diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa.
• DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan
sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
• Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang terdapat
dalam Piagam PBB, misalnya (yang terkait dengan penegakan hukum) Pasal 3, 5, 9, 10 dan 11.
•Pasal-pasal tersebut secara berturut-turut menetapkan hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan
keamanan diri, pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
dan merendahkan martabat manusia, pelarangan penangkapan sewenang-wenang, hak atas keadilan,
hak atas praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah, serta pelarangan hukuman berlaku surut.
Secara keseluruhan, DUHAM merupakan pedoman bagi penegak hukum dalam melakukan
pekerjaannya.
KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK
SIPIL DAN POLITIK (INTERNATIONAL COVENANT
ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS
Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini
mengatur mengenai:
• Hak hidup;
• Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi
atau direndahkan martabat;
• Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
• Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban
kontraktual;
• Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan; dan
•Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan hukum pidana.
Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Indonesia turut mengaksesinya atau
pengesahannya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005, sehingga mengikat pemerintah beserta
aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini diawasi oleh Komite Hak Asasi Manusia.
KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK
EKONOMI, SOSIAL DAN
BUDAYA (INTERNATIONAL COVENANT ON
ECONOMIC, SOCIAL DAN CULTURAL RIGHTS)
• Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya.
Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini adalah :
1. Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya
tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
2. Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari adalah
tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap
penghilangan paksa.
3. Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu yang saling terkait
satu sama lain.
• Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini dalam pelaksanaannya juga diawasi
oleh suatu Komite (Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
KONVENSI GENOSIDA (CONVENTION ON THE
PREVENTION AND PUNISHMENT OF THE CRIME OF
GENOCIDE)
Kovensi ini mulai berlaku pada Januari 1951. Indonesia melalui UU No. 26 tahun
2000 tentang Pengadilan HAM menetapkan genosida sebagai salah satu pelanggaran
HAM berat. Konvensi ini menetapkan Genosida sebagai kejahatan internasional dan
menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah dan menghapuskan
kejahatan genosida
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (CONVENTION AGAINST
TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING
TREATMENT OR PUNISHMENT)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia (Kovensi Menentang Penyiksaan) mulai berlaku
sejak Januari 1987. Indonesia mesahkan Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998. Kovensi ini
mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik.
Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi,
hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya guna:
1) mencegah tindak penyiksaan, pengusiran, pengembalian (refouler), atau pengekstradisian
seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga bahwa orang
tersebut akan berada dalam keadaan bahaya (karena menjadi sasaran penyiksaan),
2) menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah disiksa dalam suatu wilayah
kewenangan hukum mempunyai hak untuk mengadu, memastikan agar kasusnya diperiksa
dengan segera oleh pihak-pihak yang berwenang secara tidak memihak,
3) menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksinya dilindungi dari segala perlakuan
buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduan atau kesaksian yang mereka berikan,
4) menjamin korban memperoleh ganti rugi serta (hak untuk mendapatkan) kompensasi yang
adil dan layak. Konvensi ini dalam pelaksanaannya diawasi oleh Komite Menentang
Penyiksaan (CAT), yang dibentuk berdasarkan aturan yang terdapat didalamnya.
KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK
DISKRIMINSASI RASIAL (INTERNATIONAL
CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL
FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION)
Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia melalui
UU No. 29 tahun 1999.
Terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
Selain itu, Konvensi ini jugamenjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di
depan hukum tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa.
Konvensi ini juga membentuk Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, yang
mengawasi pelaksanaannya.
KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK
DISKRIMINASI TERHADAP
PEREMPUAN (CONVENTION ON THE
ELIMINATION OF ALL FORMS OF
DISCRIMINATION AGAINST WOMEN
Kovensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia
melalui UU No. 7 tahun 1984. Sejak pemberlakuannya, konvensi ini telah menjadi
instrumen internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi ini
mensyaratkan agar negara melakukan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-
tunda untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap
perempuan serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan HAM
dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam
pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite
Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
KONVENSI HAK ANAK (CONVENTION ON THE
RIGHTS OF THE CHILD)

• Konvensi Hak Anak mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh
Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990.
• Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak
tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik
atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
kecacatan, kelahiran atau status lain.
• Negara juga harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan
bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman yang
didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang disampaikan, atau kepercayaan
orang tua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya.
• Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi
pelaksanaan isi Konvensi.
KONVENSI MENGENAI STATUS
PENGUNGSI (CONVENTION RELATING TO
THE STATUS OF REFUGEES )

• Konvesi ini mulai berlaku sejak April 1954.


• Indonesia belum mesahkan Konvensi ini walaupun menghadapi banyak masalah pengungsi.
Pengungsi dibedakan dengan istilah “internaly displaced person” atau pengungsi yang berpindah
daerah dalam satu negara. Pengungsi dalam konvensi ini didefinisikan sebagai mereka yang
meninggalkan negaranya karena takut disiksa atas alasan ras, agama, kebangsaan, opini politik atau
keanggotaan pada kelompok tertentu, tidak bisa atau tidak mau pulang karena ketakutan. Kovensi
Pengungsi menentukan empat prinsip HAM dalam menangani pengungsi, yaitu: persamaan hak,
tidak adanya pengasingan terhadap hak-hak mereka, universalitas dari hak-hak mereka, serta hak
untuk mencari dan mendapatkan suaka dari penghukuman.
KESIMPULAN

• HAM adalah hak fundamental yang melekat pada manusia , dimana manusia juga dikaruniai akal
pikiran dan hati .
• Hak asasi manusia bersifat universal yang berarti melampaui batas-batas negeri , kebangsaan, dan
ditujukan pada setiap orang , baik miskin maupun kaya, laki-laki maupun perempuan , normal ataupun
penyandang cacat atau sebaliknya
• sumber hukum dan HAM internasional sama dengan sumber hukum internasional yakni sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) piagam mahkamah internasional yang terdiri 3 sumber utama dan
2 sumber tambahan. Sumber hukum tersebut adalah :
1. Perjanjian internasional Adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional yang
terdiri dari negara-negara, baik yang bersifat umum maupun khusus, membentuk aturan-aturan yang
secara tegas diakui oleh masyarakat internasional. Hal ini bertujuan membentuk hukum sehingga
melahirkan akibat hukum.
•Contohnya : konvensi jenewa 1949 yang mengatur tentang hukum perang dan Konvensi hak-hak kaum
politik kaum wanita 1952.
2. Kebiasaan internasional Berdasarkan pasal 38 (1) sub B, mengatakan bahwa hukum kebiasaan adalah
kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebgai hukum .
• Kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri , ia berkaitan erat dengan sumber hukum lainnya , yaitu
perjanjian internasional. Dan alur hubungannya timbal balik dan saling berkaitan . Saling mengisi dan
saling melengkapi satu sama lain.
3. Instrumen HAM , Tidak semua instrumen ham intenasional menjadi sumber hukum internasioal , hanya
instrumen ham internasional yang bersifat mengikat yang menjadi sumber hukum dan ham internasional,
yakni yang diatur dalam piagam PBB.
• Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta
menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam
Pasal 1 (3).
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-instrumen hukum yang
mengatur tentang HAM sebagai berikut:
a) Deklarasi universal Hak Asasi Manusia (universal deklaration of human right)
b) Konvenan internasional tentang hak sipil dan politik
c) Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social dan Cultural Rights)
d) Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide)
e) Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment)
f. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the
Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
g. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
h. Konvensi Mengenai Status Pengungsi 
i. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi terhadap perempuan(International Convention on
the Elimination of All Forms of Discrimination against women)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
• Mauna, Boer, 2010. Hukum internasional Pengertian Peranan dan
Fungsi dalam Era Dinamika Global Edisi ke-2 2005.
• El- Muhtaj, Majda.2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
indonesia.
Internet
• https://www.abyssinialaw.com/about-us/item/994-sources-human-rights-
law
• Repository.ut.ac.id>HKUM4208-M1
• https://www.fh.unsoed.ac.id/skrpsi-netty

Anda mungkin juga menyukai