Nim : 1703101010174
Berdasarkan Pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009
menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara,
yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum
yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53
ayat (2) UU 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo.
Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009 Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-
bagian dari suatu Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha
Negara, yaitu memuat :
a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa “.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut saya, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor:
16/2011/PTUN-BNA secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu
putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Secara keseluruhan menurut saya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh
Nomor: 16/2011/PTUN-BNA sudah menunjukkan bahwa prosedurnya sudah terpenuhi, yaitu
seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil, yang jika dalam
kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Banda Aceh di atas adalah diajukan oleh Dr. ISKANDAR A. GANI, S.H., M.Hum, Nomor :
16/2011/PTUN-BNA (Penggugat), didaftarkan 29 September 2011 dengan Register Perkara
Nomor : 16/2011/PTUN-BNA. Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa,
di adili, dan diputus di PTUN jika tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di
Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat di daftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara lengkap terlebih dahulu,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986.
Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di
atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis sengketa
tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51 ayat(3)
Undang-Undang 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh tidak
berwenang memeriksa perkara tersebut.
B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1 Undang-Undang 5 Tahun 1986 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun
2009, bahwa yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam
proses Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal
dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:
1. Penggugat
Nama : Dr. ISKANDAR A. GANI, S.H., M.Hum,
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Kedudukan : Komplek Perumahan Dosen Sektor Timur Baru Blok A. No. 4
Darussalam Banda Aceh
Pekerjaan : Mantan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh / Dosen Fakultas
Hukum Unsyiah
2. Tergugat
Nama Jabatan : GUBERNUR ACEH
Tempat Kedudukan : jalan T. Nyak Arief No. 219 Kota Banda Aceh
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 10/kuasa/2011, tertanggal 10 Oktober 2011
memberi kuasa M. Jafar S.H., M.Hum, Makmur, S.H., M.Hum, Sabaruddin, S.H., Abdul Qahar,
S.Kom, M.M, Syahrul, S.H., M. Syafi’i Saragih S.H, Zaini Djalil, S.H. Bahrul Ulum, S.H.
C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Undang-
Undang 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo.
Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Gubernur Aceh ( Tergugat ) Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Esalon II Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh ( Sekwan DPR Aceh ), tertanggal 6 Juli 2011 atas nama Dr. Iskanadar
A. Gani, S.H., M.
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan
Tata Usaha Negara Banda Aceh, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat
individual, konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.
2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan dalam
sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
b) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Gubernur Aceh (Tergugat) Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6 Juli 2011 atas nama
Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum;
c) Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6 Juli 2011 atas nama
Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum;
d) Memerintahkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan jabatan Penggugat seperti
semula berserta hak-haknya;
e) Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materil yang diderita dan
immateril sesuai dengan hak-hak Penggugat sampai diterbitkan keputusan
f) Memohon untuk dikeluarkan Keputusan penundaan berlakunya Surat Keputusan
Gubernur Aceh Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural
Eselon II Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6
Juli 2011 atas nama Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum untuk sementara waktu;
g) Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini ;
E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara
mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu yang dibenarkan oleh ketentuan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang memuat sebagai berikut :” gugatan dapat diajukan
hanya dalam tanggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat saat diterimanya atau
diumumkan Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ”;
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor : 16/2011/PTUN-BNA adalah termasuk
kedalam bentuk sengketa kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang yang menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara di bidang kepegawaian yang dapat berupa hukuman disiplin, dan
atas dasar human disiplin tersebut tersedia upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah
berupa Banding Administratif.
Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 menyebutkan bahwa “ Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh
upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “. Artinya adalah bahwa dalam sengketa
kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya administratif secara keseluruhan/sampai
selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan ingin gugatannya diperiksa, diputus, dan
diselesaikan di PTUN.
Dalam Kasus Sengketa Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor : 16/2011/PTUN-BNA,
Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh ( Tergugat ) Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang
Pemberhentian Pejabat Struktural Esalon II Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ( Sekwan
DPR Aceh ), tertanggal 6 Juli 2011 atas nama Dr. Iskanadar A. Gani, S.H., M.Hum sebagai
pihak yang merasa dirugikan (Penggugat) , Bahwa secara aturan, Tergugat sebelumnya untuk
dapat mempergunakan tenaga Penggugat terlebih dahulu memintakan pertimbangan dan
persetujuan Pimpinan dan anggota DPR Aceh, yang pada saat itu memerlukan waktu yang cukup
lama sampai 3 (tiga) bulan prosesnya termasuk penyampaian 3 (tiga) nama yang diusulkan oleh
Tergugat kepada DPR Aceh untuk dipertimbangkan, oleh karena pertimbangan demi
kepentingan Rakyat dan Pemerintahan Aceh Penggugat menerima tawaran untuk menjadi
Sekwan DPR Aceh dengan gaji tetap dibayar pada unit kerja lama yaitu di Unsyiah, kecuali
tunjangan Eselon II.a dan tunjungan prestasi kerja;
F. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta
hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari
penerapan suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau
keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148).
Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan
putusan akhir.
Jika mencermati putusan tersebut, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha
Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah Tergugat telah
bekerja diluar tugas pokok dan fungsinya, karena Penggugat telah membacakan Rancangan
Qanun tentang Pilkada yang belum ada persetujuan di dalam Rapat Paripurna DPRA ; , hal ini
dapat dilihat pada halaman ke-52 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “
Menimbang, bahwa dengan mengkaji fakta-fakta hukum tersebut terutama bukti T-5 dan
keterangan saksi-saksi, yang dikaitkan dengan pasal 4 ayat (1), pasal 14 ayat (1) dan (4) , pasal
15 ayat (1) dan (2) dan pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural serta Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 , Majelis Hakim berkesimpulan
bahwa Penerbitan Objek sengketa aquo (Bukti P-1 = T-6) telah sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan tidak terbukti melanggar ketentuan dari formal procedural.
Pada Pasal 107 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang
harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian
Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki
kebebasan atau dapat menentukan sendiri siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim
tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a) Surat atau tulisan
b) Keterangan ahli
c) Keterangan saksi
d) Pengakuan para pihak
e) Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada
contoh kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup atau
dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di Pengadilan.
b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim
tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata
usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan
pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai
Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena
berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan publik
yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak pertimbangan
Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas penyelenggaraan
kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa “permohonan
penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan apabila
kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan
tersebut”.
Dari penjelasan di atas,maka menurut saya dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang
digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan
yang ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan
putusannya.
KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Banda Aceh Nomor: 16/2011/PTUN-BNA terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
DR. Iskandar A. Gani, SH.M.Hum (Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Gubernur
Aceh Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tertanggal 6 Juli 2011 yang dikeluarkan oleh
Gubernur Aceh (Tergugat) secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan, begitu juga
dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat. Sehingga
hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.