Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nadila Ulfa

Nim : 1703101010174

Mata kuliah : Praktek Peradilan TUN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA BANDA ACEH

(Studi Kasus Putusan PTUN No : 16/2011/PTUN-BNA)

Berdasarkan Pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009
menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara,
yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum
yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53
ayat (2) UU 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo.
Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009 Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-
bagian dari suatu Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha
Negara, yaitu  memuat :
a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa “.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut saya, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor:
16/2011/PTUN-BNA secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu
putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Secara keseluruhan menurut saya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh
Nomor: 16/2011/PTUN-BNA sudah menunjukkan bahwa prosedurnya sudah terpenuhi, yaitu
seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil, yang jika dalam
kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Banda Aceh di atas adalah diajukan oleh Dr. ISKANDAR A. GANI, S.H., M.Hum, Nomor :
16/2011/PTUN-BNA (Penggugat), didaftarkan 29 September 2011 dengan Register Perkara
Nomor : 16/2011/PTUN-BNA. Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa,
di adili, dan diputus di PTUN jika tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di
Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat di daftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara lengkap terlebih dahulu,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986.
Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di
atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis sengketa
tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51 ayat(3)
Undang-Undang 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh tidak
berwenang memeriksa perkara tersebut.

B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1 Undang-Undang 5 Tahun 1986 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun
2009, bahwa yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam
proses Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal
dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:

1. Penggugat
Nama : Dr. ISKANDAR A. GANI, S.H., M.Hum,
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Kedudukan : Komplek Perumahan Dosen Sektor Timur Baru Blok A. No. 4
Darussalam Banda Aceh
Pekerjaan : Mantan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh / Dosen Fakultas
Hukum Unsyiah
2. Tergugat
Nama Jabatan : GUBERNUR ACEH
Tempat Kedudukan : jalan T. Nyak Arief No. 219 Kota Banda Aceh
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 10/kuasa/2011, tertanggal 10 Oktober 2011
memberi kuasa M. Jafar S.H., M.Hum, Makmur, S.H., M.Hum, Sabaruddin, S.H., Abdul Qahar,
S.Kom, M.M, Syahrul, S.H., M. Syafi’i Saragih S.H, Zaini Djalil, S.H. Bahrul Ulum, S.H.

C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Undang-
Undang 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo.
Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Gubernur Aceh ( Tergugat ) Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Esalon II Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh ( Sekwan DPR Aceh ), tertanggal 6 Juli 2011 atas nama Dr. Iskanadar
A. Gani, S.H., M.
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan
Tata Usaha Negara Banda Aceh, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat
individual, konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. Posita Dan Petitum


Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara akan berisikan rangkuman secara
keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai
isi/sistematika putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita
dan Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak menghalangi kita
untuk dapat mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari gugatan Penggugat,
karena hal tersebut tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang
diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang kejadian-
kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan
berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat.
Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh
Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Banda Aceh Nomor: 16/2011/PTUN-BNA di atas, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:
1. Posita
Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait
duduk perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara Nomor :
16/2011/PTUN-BNA dapat dilihat dan dicermati pada halaman ke-4 dari Putusan TUN tersebut.
Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Undang-Undang 5 Tahun
1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang
Nomor 51 tahun 2009, bahwa alasan-alasan Penggugat untuk menggugat adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azas-azas umum
pemerintahan yang baik.
Bahwa perbuatan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nomor : Peg.
821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh adalah bertentangan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan
yang baik yaitu Asas Transparansi, Asas Kepastian Hukum, Asas Keterbukaan dan Asas
Proposionalitas serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bahwa perbuatan hukum Tergugat telah melanggar Peraturan Perundangundangan yang
berlaku, khususnya Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (UUPA), ” Sekretaris DPRA dipimpin oleh Sekretaris DPRA, dan ayat (2)
berbunyi ” Sekretaris DPRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat diberhentikan oleh
Gubernur setelah berkonsultasi dengan DPRA ”
Bahwa Tergugat juga melanggar ketentuan Pasal 396 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebutkan bahwa ” Seorang
Sekretaris DPRD Provinsi diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernur atas
Persetujuan Pimpinan DPRD Provinsi;
Bahwa Tergugat juga melanggar ketentuan Pasal 137 ayat (3) yang menjelaskan bahwa ”
Pengangkatan dan Pemberhentian Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh harus
berkonsultasi dan Persetujuan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan dalam
sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
b) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Gubernur Aceh (Tergugat) Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6 Juli 2011 atas nama
Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum;
c) Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6 Juli 2011 atas nama
Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum;
d) Memerintahkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan jabatan Penggugat seperti
semula berserta hak-haknya;
e) Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materil yang diderita dan
immateril sesuai dengan hak-hak Penggugat sampai diterbitkan keputusan
f) Memohon untuk dikeluarkan Keputusan penundaan berlakunya Surat Keputusan
Gubernur Aceh Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural
Eselon II Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang telah dikeluarkan tertanggal 6
Juli 2011 atas nama Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum untuk sementara waktu;
g) Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini ;

E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara
mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu yang dibenarkan oleh ketentuan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang memuat sebagai berikut :” gugatan dapat diajukan
hanya dalam tanggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat saat diterimanya atau
diumumkan Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ”;
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor : 16/2011/PTUN-BNA adalah termasuk
kedalam bentuk sengketa kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang yang menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara di bidang kepegawaian yang dapat berupa hukuman disiplin, dan
atas dasar human disiplin tersebut tersedia upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah
berupa Banding Administratif.
Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 menyebutkan bahwa “ Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh
upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “. Artinya adalah bahwa dalam sengketa
kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya administratif secara keseluruhan/sampai
selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan ingin gugatannya diperiksa, diputus, dan
diselesaikan di PTUN.
Dalam Kasus Sengketa Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor : 16/2011/PTUN-BNA,
Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh ( Tergugat ) Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang
Pemberhentian Pejabat Struktural Esalon II Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ( Sekwan
DPR Aceh ), tertanggal 6 Juli 2011 atas nama Dr. Iskanadar A. Gani, S.H., M.Hum sebagai
pihak yang merasa dirugikan (Penggugat) , Bahwa secara aturan, Tergugat sebelumnya untuk
dapat mempergunakan tenaga Penggugat terlebih dahulu memintakan pertimbangan dan
persetujuan Pimpinan dan anggota DPR Aceh, yang pada saat itu memerlukan waktu yang cukup
lama sampai 3 (tiga) bulan prosesnya termasuk penyampaian 3 (tiga) nama yang diusulkan oleh
Tergugat kepada DPR Aceh untuk dipertimbangkan, oleh karena pertimbangan demi
kepentingan Rakyat dan Pemerintahan Aceh Penggugat menerima tawaran untuk menjadi
Sekwan DPR Aceh dengan gaji tetap dibayar pada unit kerja lama yaitu di Unsyiah, kecuali
tunjangan Eselon II.a dan tunjungan prestasi kerja;

F.      Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta
hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari
penerapan suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau
keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148).
Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan
putusan akhir.
Jika mencermati putusan tersebut, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha
Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah Tergugat telah
bekerja diluar tugas pokok dan fungsinya, karena Penggugat telah membacakan Rancangan
Qanun tentang Pilkada yang belum ada persetujuan di dalam Rapat Paripurna DPRA ; , hal ini
dapat dilihat pada halaman ke-52 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “
Menimbang, bahwa dengan mengkaji fakta-fakta hukum tersebut terutama bukti T-5 dan
keterangan saksi-saksi, yang dikaitkan dengan pasal 4 ayat (1), pasal 14 ayat (1) dan (4) , pasal
15 ayat (1) dan (2) dan pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural serta Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 , Majelis Hakim berkesimpulan
bahwa Penerbitan Objek sengketa aquo (Bukti P-1 = T-6) telah sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan tidak terbukti melanggar ketentuan dari formal procedural.
Pada Pasal 107 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang
harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian
Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki
kebebasan atau dapat menentukan sendiri siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim
tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a) Surat atau tulisan
b) Keterangan ahli
c) Keterangan saksi
d) Pengakuan para pihak
e) Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada
contoh kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a.       Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup atau
dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di Pengadilan.
b.      Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim
tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c.       Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d.      Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata
usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan
pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai
Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena
berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan publik
yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak pertimbangan
Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas penyelenggaraan
kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa “permohonan
penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan apabila
kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan
tersebut”.
Dari penjelasan di atas,maka menurut saya dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang
digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan
yang ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan
putusannya.

G.    Diktum / Amar Putusan


Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan gugatan
oleh Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengjuan alat-alat bukti,
kesimpulan), diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai sengketa Tata
Usaha Negara itu adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang
dikeluarkan oleh Tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan
kesimpulan bahwa KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).
Diktum atau Amar Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan dan
merupakan titik akhir yang terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain Diktum
atau amar putusan juga dapat dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa
Tata Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa :
1) Gugatan ditolak
2) Gugatan dikabulkan
3) Gugatan tidak diterima
4) Gugatan gugur.
Pada contoh Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh
Nomor: 16/2011/PTUN-BNA yang menjadi Diktum atau Amar putusan yang diputuskan dalam
Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim, mengadili:
1) Menerima Menolak Eksepsi Tergugat Untuk seluruhnya;
2) Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk Sebagian ;
3) Menyatakan Batal Keputusan Gubernur Aceh Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang
Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
tertanggal 6 Juli 2011 atas nama DR. Iskandar A. Gani, SH.M.Hum
4) Memerintahkan Tergugat untuk Mencabut Keputusan Gubernur Aceh Nomor :
Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh tertanggal 6 Juli 2011 atas nama DR. Iskandar A. Gani,
SH.M.Hum;
5) Memerintahkan Tergugat untuk merehabilitasi kedudukan Penggugat seperti semula beserta
hak-haknya;
6) Menghukum Tergugat untuk Membayar Biaya yang Timbul dalam Perkara ini Sejumlah Rp.
275. 000.- (Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) ;
7) Menolak untuk selebihnya ;
Dengan diterimanya gugatan penggugat maka otomatis eksepsi Tergugat tidak diterima
yaitu putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh
eksepsi yang diajukan oleh tergugat dan Diktum putusan tersebut telah membawa perubahan
dalam hubungan hukum yang ada antara Penggugat dengan Tergugat, artinya keadaan tidak
seperti yang berlaku semula, dimana Penggugat (. Iskandar A. Gani, SH.M.Hum) pada posisi
jabatannya ketika sebelum dikeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek
sengketa dan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat (Guberrnur Aceh)
batal atau tidak sah menurut hukum, dikarenakan tidak cukupnya pembuktian secara hukum
yang dapat mematahkan gugatan penggugat.
Menghukum Tergugat(Gubernur Aceh) untuk membayar biaya perkara menurut sudah
sudah tepat, karena berdasarkan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang-
Undang Nomor 51 tahun 2009 menyebutkan bahwa “Pihak yang dikalahkan untuk seluruhnya
atau sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal 111 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51 tahun 2009 mengatur, yang termasuk
dalam biaya perkara itu adalah:
a.       Biaya kepaniteraan dan biaya materai
b.      Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta pemeriksaan
lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih itu meskipun pihak
tersebut dimenangkan
c.       Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan bagi
pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim wajib menjatuh
putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan putusan di luar atau melebihi petitum.
Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang Nomor 51
tahun 2009 menyebutkan “Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara
dengan tiga orang Hakim”. Jika kita cermati, pada contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara
di atas sudah memenuhi aturan Pasal tersebut, dapat terlihat pada bagian penutup Putusan PTUN,
Majelis Hakim yang memutus tersebut adalah DARMAWI, SH Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Banda Aceh selaku Hakim Ketua Majelis, SELVIE RUTHYARODH, SH dan
SAHIBUR RASID, SH. MH masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, jo. Undang- Undang
Nomor 51 tahun 2009 mengatur bahwa Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum dan jika hal tersebut tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika berpandangan pada pasal
tersebut, contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah sah dan mempunyai
kekuatan hukum, karena putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka
untuk umum oleh Majelis Hakim dan dibantu oleh SAFRIZAR,SH sebagai Panitera sidang yang
dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat.
Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah mengikat
semua yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu semua orang dan/atau
semua badan hukum, baik badan hukum perdata maupun badan hukum publik, karena Putusan
Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mengikuti azas Erga Omnes, yang artinya
putusan berlaku bagi semua orang.

KESIMPULAN

Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Banda Aceh Nomor: 16/2011/PTUN-BNA terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
DR. Iskandar A. Gani, SH.M.Hum (Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Gubernur
Aceh Nomor : Peg.821.22/193/2011 tentang Pemberhentian Pejabat Struktural Eselon II
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tertanggal 6 Juli 2011 yang dikeluarkan oleh
Gubernur Aceh (Tergugat) secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan, begitu juga
dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat. Sehingga
hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai