Anda di halaman 1dari 37

ISOLASI SENYAWA

AKTIF DARI SAMBILOTO


KELOMPOK 2 KELAS 2 FA 2
MATERI ISOLASI
TINJAUAN PUSTAKA
01 Tinjauan botani, Tinjauan Kimia, Tinjauan
Farmakologi

METODOLOGI
02 Penapisan fitokimia,ekstraksi,fraksinasi,pemantauan
subfraksi, pemurnian, karakterisasi,identifikasi
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan botani
 Klasifikasi
 Nama ilmiah sambiloto atau nama latin sambiloto adalah Andrographis paniculata .

Klasifikasi tumbuhan sambiloto adalah sebagai berikut :


a. Kingdom : plantae
b. Sub kingdom : viridiplantae
c. Infra kingdom : streptophyta
d. Super divisi :embryophyta
e. Divisi : tracheophytina
f. Sub divisi : spermatophytina
g. Kelas : magnoliopsida
h. Famili : Acanthaceae
i. Genus : Andrographis wall.ex nees
j. Spesies : Andrographid paniculata (Burm.f) wall.ex nees
Morfologi tanaman

a. Morfologi akar dan batang sambiloto


Tanaman sambiloto adalah tanaman perdu (terna) yang biasa
tumbuh dipinggiran sawah , kebun atau hutan .
Akar tanaman sambiloto adalah akar tunggang dan berwarna putih
kecoklatan .
Sambiloto mempunyai batang yang berkayu dan berbentuk bulat
atau segi empat .
Batang sambiloto yang berwarna hijau ini monodopial yaitu
memiliki banyak cabang . Batangnya tidak berambut dan tebalnya
sekitar 2 – 6 mm , batang bagian atas seringkali sudutnya berusuk .
(Sudarsono et al., 1996).
b. Morfologi daun sambiloto
Daun sambiloto adalah daun tunggal dan letaknya saling berhadap-
hadapan .
Bentuk daunnya menyerupai pedang (lanset) sampai bentuk lidah
tombak dengan bagian tepi daun merata (integar) dan permukaannya
halus . Daun sambiloto berwarna hijau dan mempunyai panjang
kurang lebih 2-7 cm dengan lebar sekitar 1,5-3 cm.
Pertulangan daun sambiloto yaitu menyirip . Daun sambiloto ini
rapuh dan tipis dan tidak memiliki rambut .
Permukaan daun bagian bawah berwarna hijau pucat dan tangkai
daunnya pendek
(Sudarsono et al., 1996).
c. Morfologi bunga sambiloto
Bunga tanaman sambiloto adalah bunga majemuk dan
tumbuhnya dari ketiak daun , mempunyai benang sari dua
dan putiknya pendek .
Kelopak bunga sambiloto terdiri dari 5 helai daun
kelopak , berambut dan panjangnya sekitar 3 mm – 4 mm.
Daun mahkotanya berwarna putih sampai kehijauan .
Bentuk bunga sambiloto berbentuk jorong dan berwarna
putih keunguan dengan pangkal dan ujung lancip
(Sudarsono et al., 1996).
d. Morfologi buah dan biji sambiloto
Buah sambiloto berbentuk jorong dengan pangkal
dan ujung buahnya tajam .
Panjang buah ini kurang lebih 2 cm dengan lebar 4
mm dan kadang –kadang pecah secara membujur
menjadi 4 keping .
Permukaan luar kulit buah sambiloto berwarna
hijau tua hingga hijau kecoklatan dan bagian
permukaan dalamnya putih atau putih kelabu .
Bijinya agak keras dan panjangnya 1,5 cm sampai
3 mm dengan lebar sekitar 2 mm . Permukaan
luar biji berwarna cokelat muda bertonjol-tonjol
( Sudarsono et al., 1996).
2. Tinjauan Kimia

Secara kimia Pada tanaman sambiloto(andrographis


paniculata ) mengandung flavonoid dan lakton . Senyawa
utama yang terdapat dalam sambiloto adalah kelompok
diterpene lakton, baik dalam kondisi bebas maupun yang
berbentuk glikosida, yang terdiri atas Andrographolide,
deoxyandrographolide, 11,12-didehydro-14-
deoxyandrographolide, neonandrographolide,
andrographiside, deoxyandrographiside dan andropanoside.
Dari semua jenis diterpene lakton, kandungan
andorgapholide dalam sambiloto berkisar 6%.
2. Akar
komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya,
yaitu polimetok-siflavon, androrafin,panikulin,
mono-0 metilwithin dan apigenin-7,4 dimetileter.
Selain komponen lakton dan flavonoid, pada
tanaman sambiloto ini juga terdapat komponen
alkane, keton, aldehid, mineral (kalsium, natrium,
kalium), asam kersik dan damar.
 
Senyawa yang dapat diisolasi dari tanaman sambiloto
adalah sebagai berikut:
1. Daun dan cabang
Daun dan percabangannya lebih banyak mengandung
lakton, dengan menghasilkan senyawa andrographolide,
deoxyandrographolide, 11,12-didehydro-14-eoxyandro-
grapholide, dan neoandrographolide. Di dalam daun, kadar
senyawa andrographolide sebesar 2,5-4,8% dari berat
keringnya.
Andrographolide

Andrographolide, komponen utama daun sambiloto dapat dengan


mudah larut dalam metanol, ethanol, pyridine, asam asetat, dan
aceton, tetapi sedikit larut dalam ether dan air. Sifat fisika dari
andrographolide adalah sebagai berikut: titik leleh 228-230°C,
spectrum ultraviolet dalam etanol λ maskimal 223nm (Kumoro,
2007).
Tinjauan Farmakologi
 Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu dari sembilan obat
tradisional yang diunggulkan untuk dikaji sampai tahap uji klinis. Kandungan kimia terdiri dari
flavonoid dan lakton. Zat aktif utama tanaman ini adalah andrographolide, yang berasal dari
komponen lakton. Setelah pemberian per oral, 20 mg andrographolide segera diabsorbsi, kadar
puncak plasma tercapai dalam waktu 1,5–2 jam, dan waktu paruhnya 6,6 jam. Distribusinya luas
di jaringan dan organ tubuh. Efek farmakologi sambiloto di antaranya sebagai antioksidan,
antidiabetik, antifertilitas, anti HIV-1, antifungi,antipiretik, anti adhesi intraperitoneal,
antimalaria, antidiare,
hepatoprotektif, koleretik, dan kolekinetik. Berdasarkan uji toksikologi pada hewan percobaan
menunjukkan bahwa andrographolide dan senyawa lain yang terdapat pada sambiloto memiliki
toksisitas yang sangat rendah.
Kegunaan lain dari sambiloto yang didukung oleh data klinis antara lain sebagai profilaksis
dan pengobatan gejala infeksi pernafasan atas, seperti flu dan sinusitis, bronchitis, dan
faringotonsilitis, infeksi saluran kemih dan diare akut.
Farmakokinetik
Menurut penelitian terakhir, andrographolide memiliki bioavailabilitas
tinggi pada manusia. Setelah pemberian peroral, 20 mg
andrographolide segera diabsorbsi, mencapak nilai puncak plasma
dalam waktu 1,5 sampai 2 jam dengan waktu paruh 6,6 jam.2.
Sementara pada penelitian lainnya menunjukkan waktu paruh
andrographolide relatif singkat, lebih kurang dalam waktu 2 jam.
Setelah 72 jam, hampir 90% andrographolide dieksresikan. Sebagian
besar eksresinya ini melalui urin, sebagian lainnya melalui saluran
cerna.
Pada beberapa studi dikatakan bahwa 80% dari dosis andrographolide
yang dikonsumsi akan dieksresikan dari tubuh dalam waktu 8 jam.
Farmakodinamik
Distribusiyang luas di jaringan dan organ tubuh serta adanya khasiat yang
mengatur dan meningkatkan sistem imun menyebabkan sambiloto menjadi
calon ideal untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Pemberian
sambiloto menunjukkan efek protektif terhadap aktivitas en-zim superoxide
dismutase, catalase, glutathione peroxidase dan glutathione yang menurun
dengan pemberian hexachloro cyclohexane (BHC). Hasilnya menunjukkan
adanya khasiat antioksidan dan hepatoprotektif dari sambiloto.Telah dikaji efek
hepatoprotektif ekstrak daun sambiloto terhadap kerusakan hati yang diinduksi
karbon tetraklorida. Ekstrak dengan dosis 300 mg/kg (1/6 dari LD50) diperoleh
dengan maserasi dingin. Hasilnya, ekstrak ini dijumpai efektif dalam mencegah
kerusakan hati dengan parameter penilaiannya mencakup morfologi, biokimia
dan fungsional. Andrographolide juga mencegah menurunnya jumlah empedu
yang disebabkan toksisitas acetaminophen.
Interaksi Obat
Ekstrak sambiloto kemungkinan memiliki efek sinergis
dengan isoniazide. Selain itu, sampai saat ini belum
diketahui interaksi obat lain dengan sambiloto.
Toksisitas sambiloto

Uji toksikologi pada hewan coba dan manusia


menunjukkan bahwa andrographolide dan senyawa lain
yang terdapat pada sambiloto memiliki toksisitas yang
sangat rendah. Pada mencit yang diberi ekstrak sambiloto
secara oral (10 gr/kgBB) sekali sehari selama 7 hari, tidak
ada seekorpun tikus yang mati. Jantung, ginjal, hati, dan
limpa dijumpai dalam keadaan normal pada hewan
percobaan ini.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia merupakan langkah awal
yang sangat penting dalam pengidentifikasian
suatu metabolit sekundr yang terdapat dalam
suatu tumbuhan.
Penapisan fitokimia berfungsi untuk
mengetahui metabolit sekunder tumbuhan
secara kualitatif.
Penapisan fitokimia dilakukan dengan
mereaksikan simplisia yang telah digerus halus
dengan reagen-reagen tertentu.
Penapisan Fitokimia
1. Uji Flavonoid
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 0,2 g serbuk Mg, lalu
ditambahkan 5 ml asam klorida pekat. Apabila terbentuk warna
orange, merah atau kuning menunjukkan adanya flavonoid. Serta digunakan
reagen amil alcohol dimana hasil positif ditandai dengan tertariknya warna
kuning hingga merah pada lapisan amil alcohol.
(Harborne, 1987).
2. Uji Fenolik/ Polifenolat
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 5 ml larutan FeCl3 1%, jika
terjadi perubahan warna hijau, merah ungu, biru/hitam menunjukkan
adanya senyawa fenolik (Harborne, 1987).  
3. Saponin
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan HCL 2N kemudian larutan
dikocok. Timbulnya busa selama 30 detik menunjukkan adanya saponin
(Harborne, 1987).
 4. Terpenoid
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 2 ml kloroform. Lalu ditambahkan
10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Larutan berwarna
merah yang terbentuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan
hijau menunjukkan reaksi positif (Harborne, 1987).  
5. Alkaloid
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 3 tetes asam sulfat 2 N kemudian
diuji dengan pereaksi Dragendorff dan Mayer. Adanya endapan merah
jingga kecoklatan yang terbentuk setelah ditambahkan 3 tetes pereaksi
Dragendorff menunjukkan positif alkaloid serta adanya endapan putih
menunjukan positif pada Mayer. (Harborne,1987)
6. Tanin
Ditimbang 0,1 g ekstrak ditambahkan 10 ml akuades, disaring dan
filtratnya ditambahkan reagen FeCl3 1% sebanyak 5 ml. Warna biru tua atau
hitam menunjukkan adanya tannin. Dapat pula menggunakan reagen gelatin
1% dimana hasil positif ditandai dengan endapan putih. (Harborne, 1987).
7. Steroid dan Triterpenoid
Digunakan reagen Liebermann-Buchard dimana hasil positif ditandai
dengan warna bitu-hijau untuk steroid dan warna ungu untuk triterpenoid.
8. Kuinon
Digunakan reagen KOH dimana hasil positif ditandai dengan warna
kuning hingga merah.
Hasil Penapisan Fitokimia
Sambiloto
Golongan Senyawa Hasil
Alkaloid -
Polifenolat +
Tanin -
Flavonoid +
Terpenoid +
Steroid -
Triterpenoid -
Kuinon +
Saponin -
Keterangan :
+ : Terdeteksi
- : Tidak Terdeteksi Disimpulkan bahwa Andrographis paniculate dengan
simplisia Andrographidis herba mengandung senyawa
metabolit sekunder senyawa polifenolat, flavonoid,
monoterpenoid,terpenoid dan sesquiterpenoid dan kuinon.
EKSTRAKSI
Ekstraksi /Penyarian adalah suatu peristiwa
perpindahan massa zat aktif yang semula berada di
dalam sel, ditarik oleh cairan penyari, sehingga zat
aktif larut dalam cairan penyari. (Ditjen POM,
2000).
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa
faktor seperti sifat dari bahan terutama sifat dari zat
aktif akan diambil (Ansel, 1989).
Metode Ekstraksi yang digunakan
Maserasi

Yaitu proses perendaman bahan yang sudah halus dalam


pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut.

Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan


efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan
senyawa dalam pelarut tersebut. Pelarut yang digunakan
dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain.
B.2 Alasan Pemilihan metode
Adapun alasan menggunakan metode maserasi
karena senyawa terpenoid yaitu andrografolid yang
akan diisolasi merupakan senyawa yang termolabil
atau tidak tahan terhadap panas serta memiliki
tekstur yang lunak.
Maserasi merupakan metode yang paling umum
digunakan untuk ekstraksi andrografolid
karena mudah dilakukan dan menggunakan alat
yang sederhana
Prosedur Maserasi
1. Sebanyak 50 gram simplisia yang telah berupa serbuk
diekstraksi secara maserasi menggunakan 200 mL metanol di
dalam labu Erlenmeyer 250 mL.
2. Campuran tersebut lalu digojog kuat setiap 10 menit selama 1
jam
3. Kemudian disaring menggunakan kertas saring.
4. Filtrat yang didapatkan ditampung, dan ditambah 150 mL
metanol kembali (Replikasi ini dilakukan sebanyak 2 kali)
5. Filtrat yang diperoleh diuapkan diatas cawan porselen di atas
penangas air, hingga didapatkan volume filtrat 10 mL.
Penyari Pada Maserasi
Penyari yang digunakan untuk mengekstraksi adalah metanol,
karena metanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar, dengan
demikian metanol dapat menyari komponen-komponen kimia yang
sifatnya polar maupun yang sifatnya non polar.
Kumoro et al. (2009) menyatakan bahwa metanol merupakan
pelarut yang terbaik dalam ekstraksi diterpenoid lakton dari A.
paniculata dalam hal rendemen dan komponen yang dihasilkan
tinggi, sedangkan etanol dan aseton juga merupakan pelarut yang
mampu untuk mengekstrak andrographolide, namun hasilnya lebih
kecil.
Pemantauan Ekstraksi
Dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan parameter berikut
pada kromatografi <61> :

Fase gerak : Kloroform P-metanol P (9:1)


Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 5% dalam etanol P, gunakan Larutan uji KLT seperti yang
tertera pada Kromatografi <61>
Larutan pembanding: Andrografolid 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan : Totolkan 20 µL Larutan uji dan 2 µL Larutan
pembanding
Deteksi : UV254 nm
Fraksinasi
● Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas
tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau
isotop) atau pengelompokkan berdasarkan sifat-sifat kimia.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat
kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar.
(Harborne, 1987)
● Fraksinasi umumnya dilakukan dengan metode corong
pisah atau kromatografi kolom. (Trifany, 2012)
Metode Fraksinasi 1 yang digunakan

●Fraksinasi cair-cair
Yaitu suatu metode pemisahan menggunakan corong
pisah (pemisahan komponen kimia diantara dua fase
pelarut yang tidak dapat saling bercampur sesuai
dengan tingkat kepolarannya).
Alasan Pemilihan Metode
Karena ekstrak awal merupakan campuran dari
berbagai senyawa dan sulit dipisahkan melalui
teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi
senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu
dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas
dan ukuran molekul yang sama.
Prosedur Fraksi
1. Ekstrak metanol sambiloto diencerkan dengan air panas sebanyak 100 ml.
2. Diaduk terus sampai encer dan homogen.
3. Kemudian dimasukkan dalam corong pisah, difraksinasi berturut-turut secara
ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksan dan etilasetat.
4. Mula-mula difraksinasi dengan pelarut n-heksan sebanyak 150 ml, maka
diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air.
5. Fraksi n-heksan dipisahkan, kemudian fraksi air difraksinasi dengan etilasetat
sebanyak 100 ml, maka akan diperoleh fraksi etilasetat dan fraksi air.
6. Ekstraksi setiap fraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml
pelarut untuk sekali penyarian.
7. Sari pertama, kedua, dan ketiga dikumpulkan.
8. Ekstrak hasil fraksinasi dipekatkan dengan penguap vakum.
Hasil Pengamatan & Pemantauan
Fraksinasi
Dihasilkan :
JENIS FASE WARNA FASE
FASE HEKSAN BENING
FASE ETIL ASETAT HIJAU MUDA
FASE AIR HIJAU TUA

Diambil sedikit cuplikan dari fraksi yang telah dipekatkan


untuk dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan
menggunakan fase gerak n-heksan dan etilasetat secara
gradien.
Prosedur Fraksinasi Metode 2
1. Fraksi etilasetat dipekatkan, kemudian dikromatografi cair vakum dengan pelarut etil asetat dan
n-heksan secara gradien.
2. Sisa dari cuplikan ditambahkan 2 gram serbuk silika gel (adsorben) lalu diuapkan hingga
kering. Dalam hal ini, bobot silika gel yang digunakan harus mempunyai bobot yang sama
dengan ekstrak. Dengan demikian, silika gel tersebut akan tersalut ekstrak. Silika gel yang
telah tersalut ekstrak harus diuapkan hingga benar-benar kering, karena jika tidak kering maka
akan merusak proses pemisahannya.
3. Silika gel yang telah tersalut ekstrak tersebut digerus sampai homogen, dikeringkan dan
dimasukkan ke dalam kolom G-3 sampai setinggi 5 cm kemudian diratakan dan dipadatkan
dengan bantuan vakum. Kemudian di lapisan paling atas ditutup dengan kapas.
4. Sebelum vakum dijalankan, pelarut yang kepolarannya lebih rendah dituangkan ke permukaan
adsorben kemudian vakum dijalankan.
5. Elusi diawali dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-
lahan (polaritas meningkat) dengan harapan bahwa komponen kimianya terelusi secara
berurutan berdasarkan tingkat kepolarannya. Oleh karena itu, Kromatografi Cair Vakum
menggunakan tekanan yang rendah untuk meningkatkan laju aliran fase gerak.
6. Kolom dihisap perlahan-lahan ke dalam wadah penampung fraksi sampai kering dengan cara
memvakumkannya.
Pemantauan Subfraksi
Diambil sedikit cuplikan dari fraksi yang telah dipekatkan untuk
dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan
fase gerak n-heksan dan etilasetat secara gradien.
Lalu dilakukan KLT dengan pengembang kloroform:methanol (9:1).
Dan pada fraksi etil asetat didapat Rf 0,5.
Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2008), senyawa
andrografolida murni akan menghasilkan Rf 0,55 jika dilakukan KLT
dengan pengembang kloroform:methanol (9:1). Diduga fraksi yang
mengandung andrografolide adalah fraksi etil asetat karena Rf
mendekati Rf dari andrografolide menurut Farmakope Herbal
Indonesia.
Hasil pengamatan KLT
Pemurnian
Fraksi yang mengandung andrographolide selanjutnya
dimurnikan dengan kromatografi kolorn dengan fasa gerak n-
heksan dan etil asetat secara gradien.
1. Fraksi yang diperoleh dipekatkan, kemudian didiamkan
hingga terbentuk kristal dan disaring.
2. Dilakukan rekristalisasi berulang dengan metanol panas
hingga diperoleh andrographolide isolat, dimana jika diuji
dengan KLT menunjukkan satu noda.
3. Uji kemurnian isolat dilakukan dengan pengujian titik leleh.
Karakterisasi dan Identifikasi
Untuk mengidentifikasi andrografolida, maka perlu
dilakukan karakterisasi, kemudian dibandingkan dengan
karakter standar. Karakterisasi menggunakan KLT,
spektrum IR, UV pada panjang gelombang 200-300 nm
serta karakterisasi Resonansi Magnet Inti.

Identifikasi andrographolide hasil isolasi dilakukan dengan


spektrofotometri FTIR, 1H - 13CNMR dan MS serta
dibandingkan dengan andrografolida standar dari Aldrich.
Daftar pustaka
1. Widyawati, Tri. (2007) Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees),
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera
Utara.
2. Panossian, A., Ovhannisyan, A. dan Mamikonyan, G. (2000). Pharmakokinetic and Oral
Bioavailability of Andrographolide from Andrographis pani-culata Fixed Combination
Kan Jang in Rats and Human. Phytomedicine. 7(5): 351–364.
3. Srijanto, B., Bunga P.O., Khojayanti, L., Rismana, L., & Sriningsih. (2012, Nopember).
Pemurnian Ekstrak Etanol Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dengan Teknik
Ekstraksi Cair-Cair. Jakarta: Pusat Teknologi Farmasi dan Medika-BPPT
4. Suharmiyati, & Handayani, L. (2001). Isolasi dan Identifikasi Andrografolida dari Herba
Andrographis paniculata Ness. Media Litbang Kesehatan, XI(2), 33-38.
5. Shukla, B., Visen, P. K., Patnaik, G. K. dan Dhawan, B.N. (1992). Choleretic Effect of
Andrographolide in Rats and Guinea Pigs. Planta Med. 58 (2): 146– 149
6. Nurasiah, E. S. 2010. “Pengoptimuman Ekstraksi Andrografolida dari Sambiloto dengan
Rancangan Fraksional Faktorial” (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai