Anda di halaman 1dari 12

A S

S IT
E
OB
PENGERTIAN
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang
terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan,
sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi
bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh
seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya,
maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan
kemudian jumlahnya bertambah banyak. Obesitas
merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh
beberapa faktor biologik spesifik. (Sudoyo, 2009).
KLASIFIKASI OBESITAS
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut
Kriteria Asia Pasifik
Kategori IMT (kg/m2)

Berat badan kurang < 18,5

Kisaran normal 18,5-22,9

Berat badan lebih > 23

Beresiko 23,0-24,9

Obes Tingkat I 25,0-29,9

Obes Tingkat II >30,0


PARAMETER FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi
Pengaruh obesitas terhada absorbsi obat adalah terjadinya peningkatan penyerapan obat
oral (meningkatan pengosongan lambung), pada pasien obes juga sulit untuk memberikan
obat dengan rute IV, penurunan penyerapan SC karena kurangnya suplai darah
disubkutan, dan Administrasi IM mungkin gagal jika jarum yang digunakan terlalu
pendek.
2. Distribusi
Kecepatan dan luas distribusi obat tergantung dari berbagai faktor obat dan fisiologik,
sedangkan pada obesitas terjadi kenaikan curah jantung, volume darah, berat organ, berat
tubuh langsing (lean body mass; LBM), dan kenaikan jaringan adiposa. LBM terdiri dari
massa sel tubuh termasuk lemak membrane sel (merupakan komponen utama tubuh), air
ekstraseluler, dan jaringan konektif tanpa lemak, dan didalam masa sel tubuh inilah lebih
dari 99% metabolisme terjadi (Hakim,2011).
Harga Vd obat-obat yang relative hidrofilik lebih rendah pada obesitas jika dibandingkan
dengan berat badan normal, sedangkan yang bersifat lipofilik lebih besar atau meningkat.
Seperti diketahui untuk berat badan normal obat dieliminasi melalui ginjal sedangkan
pada obesitas terjadi kenaikan curah jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi
glomeruli. Jadi menurut konsep farmakokinetik terjadi kenaikan klirens obat-obat pada
obesitas. Karena harga Vd berkurang maka waktu paro eliminasi obat lebih pendek pada
obesitas dibandingkan dengan badan normal (Hakim,2011).
3. Metabolisme

Studi tentang aktivitas metabolism pada obesitas masih belum banyak. Namun
tabel berikut untuk sementara dapat dijadikan acuan dalam memperkirakan disposisi
obat (Hakim,2011).

Enzim hepatic  
CYP2E1 Meningkat
CYP3A4 dan CYP2B6 Berkurang
Glucuronidase dan sulfatase Meningkat
Asetilase Tidak berubah
Ekskresi ginjal  
GFR dan sekresi tubular Meningkat
Reabsorpsi tubular Berkurang
4. Ekskresi Obat
Kegemukan juga mempercepat filtrasi glomeruli (GFR) dan sekresi obat
melalui tubuli ginjal, namun mengurangi reabsorpsi tubuli ginjal. Hasil akhir dari
fenomena ini ialah terjadinya kenaikan klirens ginjal. Jika eliminasi obat dari tubuh
sebagian besar melalui ginjal, dan sedikit dimetabolisme, maka kenaikan klirens
ginjal dapat diartikan sebagai kenaikan klirens total obat dari tubuh mengakibatkan
dosis obat perlu dinaikan untuk mengimbangi kenaikan klirens tersebut. Selain itu,
pada obesitas juga terjadi kenaikan ukuran ginjal, dimana kenaikan ini sebanding
dengan kenaikan berat tubuh total dan luas permukaan tubuh. Kenaikan GFR pada
obesitas dibuktikan melalui klirens Cr-EDTA dan klirens kreatinin, sedangkan
kenaikan sekresi tubular terbukti dari kenaikan klirens ginjal prokainamid, simetidin
dan sefotaksin (Hakim,2011).
PEMBAHASAN JURNAL
Penggunaan kontrasepsi darurat Levonorgestrel (LNG) dan
Ulipristal Asetat (UPA) pada wanita BMI obesitas mengalami
kegagalan dibandingkan dengan wanita BMI normal. Mekanisme kerja
dari obat pil LNG dan UPA adalah menghambat ovulasi. Setelah
terabsorbsi, LNG dan UPA terikat pada protein plasma. Sebagian besar
terikat pada globulin pengikat hormon seks (SHBG) dan yang lainnya
terikat pada lipoprotein densitas tinggi. Pada penderita obesitas,
konsentrasi SHBG dan lipoprotein densitas tinggi tersebut lebih rendah
sehingga keberadaan LNG dan UPA dalam sirkulasi sistemik juga
rendah dibandingkan wanita BMI normal. Selain itu juga karena
penyerapan LNG lebih rendah.
1. Absorbsi
Pada obat LNG diperoleh data Tmax lebih lama dengan Cmax lebih sedikit daripada
wanita BMI normal. Sedangkan pada obat UPA diperoleh Tmax dan Cmax tidak berbeda jauh
antara wanita obesitas dengan wanita BMI normal. Hal ini karena, nilai SHBG (tabel 1) pada
wanita obesitas lebih rendah daripada SHBG wanita BMI normal, sehingga pil kontrasepsi
yang berikatan dengan SHBG lebih sedikit dan menyebabkan keberadaannya dalam sirkulasi
sistemik lebih sedikit.
2. Distribusi
Pada obat LNG diperoleh AUC lebih rendah daripada wanita BMI normal. Sedangkan
pada obat UPA diperoleh AUC lebih tinggi daripada wanita BMI normal. Kandungan lemak
dalam makanan dapat menyebabkan variasi konsentrasi serum UPA, namun belum terbukti
mempengaruhi penyerapan LNG. SD dari AUC yang dilaporkan di sini adalah sekitar 10%
lebih rendah untuk LNG-EC dan sekitar 25% lebih rendah untuk UPA-EC daripada SD yang
dilaporkan dalam label obat.
Harga Vd pada kedua obat meningkat menjadi lebih tinggi dari wanita BMI normal.
Pada obesitas terjadi kenaikan curah jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi
glomeruli. Jadi menurut konsep farmakokinetik terjadi kenaikan klirens obat-obat pada
obesitas dimana seharusnya Vd berkurang dan t1/2 turun.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan obesitas kegemukan akan mempercepat filtrasi glomeruli
(GFR) dan sekresi obat melalui tubuli ginjal, namun mengurangi reabsorpsi
tubuli ginjal. Hasil akhir dari fenomena ini ialah terjadinya kenaikan klirens
ginjal. Dari data yang diperoleh didapatkan hasil LNG orang normal sebesar 4,8
dan pada pasien obesitas adalah 9,8. Sehingga hal ini sesuai dengan teori.
Sedangkan pada hasil orang normal UPA didapatkan Cl 4,1 dan pada pasien
obesitas UPA didapatkan Cl sebesar 3,0, sehingga mengalami penurunan dan
tidak sesuai dengan teori.
Pada nilai t1/2 akan mengalami penurunan, karena terjadi kenaikan klirens obat-
obat pada obesitas. Karena harga Vd berkurang maka waktu paro eliminasi obat
lebih pendek pada obesitas dibandingkan dengan badan normal. Dari hasil yang
didapat diperoleh nilai t1/2 pada TNG orang normal sebesar 27,0 dan UPA orang
nomal sebesar 50,4. Pada pasien obesitas TNG diperoleh t1/2 sebesar 34,9 dan
pada UPA sebesar 65,9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan teori.
ADJUSTMENT DOSE
Penetapan dosis obat pada pasien obesitas dapat berdasarkan berat
badan total (TBW), berat badan ideal (IBW), berat badan langsing, fat-free
mass (lean body weight, LBW), berat badan yang telah dikoreksi ABW
indeks masa tubuh (BMI) atau luas permukaan tubuh BSA, tergantung sifat
fisikokimia obat dan tingkat obesitas. Untuk penetapan loading dose Vd
obat lipofilik diitung dengan TBW. Untuk menetapkan dosis maintenance
obat yang CL nya tidak terpengaruh oleh obesitas digunakan IBW,
sedangkan Cl meningkat digunakan LBW.
Persamaan untuk menghitung berat badan:
Untuk pasien dengan tinggi badan lebih dari sama dengan 150 cm:
IBW pria dewasa = 50 kg + [0,9 kg × (T – 150)]
IBW wanita dewasa = 45 kg + [0,9 kg × (T – 150)]
LBW = IBW + 1⁄3× (TBW – IBW)
Untuk sebagian besar obat, dosis maintenance hendaknya mengacu pada LBW
KESIMPULAN
Pada jurnal tidak dapat disimpulkan bahwa perbedaan profil
farmakokinetik yang diamati menjelaskan perbedaan dalam efektivitas
LNG dan UPA oleh BMI. Namun, konsentrasi LNG yang lebih rendah
pada wanita obesitas memberikan beberapa dukungan bahwa keadaan
obesitas mempengaruhi profil farmakokinetik. Sehingga perlu
dilakukan pengaturan dosis pada pasien dengan kondisi obesitas.
 

Anda mungkin juga menyukai