Anda di halaman 1dari 33

+

Undescensus Testis
Maleakhi Hasudungan Sinaga
Pembinging: dr. Shalita Destamuar, Sp.B, Sp.BA
Stase Bedah Anak
+
Pendahuluan
 Undescensus testis (UDT) atau kriptorkidismus  salah satu defek kongenital pada
bayi laki-laki yang umum dijumpai

• 3% neonatus aterm dan 30%

Dunia neonatus preterm  undescensus


testis (salah satu / kedua testis)
• Insidensi keseluruhan  4,5%

• 29,56% terjadi pada neonatus <6


bulan, 31,39% 6-12 bulan, 39,05%
Indonesia >1 tahun
• Menandakan keterlambatan
diagnosis UDT di Indonesia
+
Definisi UDT

Undescensus testis (UDT)

• Suatu kondisi yang menggambarkan testis yang


tidak berada dalam skrotum dan tidak dapat
dimanipulasi ke dalam skrotum
• Nama lain  “kriptorkidismus”  “testis yang
tersembunyi”
+
Klasifikasi

Faktor Keterlibatan
Teraba/tidak Lokasi
keturunan testis
• Kongenital • Teraba • Unilateral • High atau low
• Akuisita • Tidak teraba • Bilateral abdominal
• Iinguinal
• Supra atau
high scrotal
• Ektopik
+ Faktor Risiko, Etiologi, Patofisiologi

 Beberapa mekanisme penurunan testis adalah: 1) traksi testes oleh


gubernakulum; 2) pertumbuhan diferensial tubuh; 3) tekanan intra-abdomen;
4) maturasi epididimis; 5) efek nervus genitofemoral; 6) pengaruh hormonal

 Faktor risiko:

Prematuritas
Prematuritas Anak
Anak laki-laki
laki-laki yang
yang
Intrauterine
Intrauterine growth
growth Toksemia
Toksemia selama
selama
(insidensi
(insidensi hingga
hingga lahir
lahir pertama
pertama atau
atau Asfiksia
Asfiksia perinatal
perinatal Seksio
Seksio Cesarea
Cesarea
restriction
restriction (IUGR)
(IUGR) kehamilan
kehamilan
30%)
30%) kedua
kedua

Subluksasio
Subluksasio Musiman
Musiman (terutama
(terutama
panggul
panggul kongenital
kongenital musim
musim dingin).
dingin).
+
Etiologi
Anatomi Hormonal Genetik
1. Anomali testis, epididimis, 1. Defisiensi GnRH dan/atau produksi 1. Mutasi
dan vas deferens gonadotropin atau insensitivitas reseptor gen reseptor androgen (kromosom X), contoh: pemanjangan
GnRH atau LH pengulangan GGN (poliglisin) atau CAG (poliglutamin)
2. Perlengketan 2. Defisiensi produksi androgen atau 2. Mutasi gen 5-alfa reduktase (kromosom 2) – jarang ditemukan
gubernakulum yang tidak insensitivitas reseptor androgen pada UDT
sempurna
3. Prosesus vaginalis paten 3. Defisiensi produksi AMH atau 3. Mutasi gen HOXA10 (kromosom 7) – jarang ditemukan pada
dan hernia inguinalis (hernia insensitivitas reseptor AMH UDT
ditemukan pada 90% UDT)
4. Anomali kanalis inguinalis 4. Defisiensi produksi INSL3 atau 4. Mutasi heterozigot gen Insl3 dan Lgr8 (kromosom 19) – jarang
insensitivitas reseptor INSL3 pada UDT
  5. Defisiensi produksi CGRP (kelainan 5. Peningkatan insidensi alel polimorfik SF-1, yang menyebabkan
nervus genito-femoralis) atau penurunan aktivitas transkripsi, yang mempengaruhi ekspresi
insensitivitas reseptor CGRP INSL3 dan LGR8
+
Mekanisme Penurunan Testis
+
Manifestasi Klinis
 Anamnesis:
 apakah bayi tersebut prematur
 apakah ibu menggunakan atau terpajan hormon-hormon selama kehamilan
 apakah ada riwayat UDT di keluarga
 adakah anomali kongenital lainnya
 adakah riwayat pubertas prekoks
 adakah kosanguinitas.
+
Pemeriksaan Fisik
 Posisi supinasi, dengan kedua tungkai yang sedikit abduksi dengan
two handle tecnhique

 Anak tidak boleh stres atau gelisah selama tindakan karena jika
anak kedinginan atau gelisah, refleks kremaster dapat bekerja dan
menyebabkan retraksi testis

 UDT kemudian dicari dengan perlahan-lahan menyusuri kanalis


inguinalis, dan dicari dari lateral ke medial
+
Diagnosis

Pemeriksaan
Pemeriksaan darah Kariotipe Pencitraan
hormon
• Tidak diperlukan • Mengetahui • Follicle- • USG
jika unilateral adanya gangguan stimulating • MRI
kromosom hormone (FSH) • CT
• Luteinizing • Angiografi MRI
hormone (LH) yang diberikan
• human chorionic kontras
gonadotropin Gadolinium
hormone (hCG)
+
Diagnosis Banding
Undescensus testis Testis ektopik

1. Testis tertahan pada jalur normal penurunannya 1. Testis tidak berada pada jalur normal penurunannya

2. Biasanya berupa testis disgenesis 2. Testis umumnya berkembang dengan normal

3. Skrotum tidak berkembang pada sisi ipsilateral 3. Skrotum berkembang dengan sempurna meskipun
kosong
4. Korda spermatikus mungkin pendek 4. Korda spermatikus lebih panjang

5. Spermatogenesis kurang baik 5. Spermatogenesis tidak terpengaruh

6. Dapat berkaitan dengan hernia inguinalis 6. Tidak berkaitan dengan hernia inguinalis

7. Komplikasi: keganasan, torsio, infertilitas 7. Tidak berkaitan dengan keganasan atau infertilitas, dan
rentan terhadap cedera
+
Diagnosis Banding
 Salah satu diagnosis banding UDT adalah testis retraktil.

 Orang tua harus ditanya apakah mereka pernah melihat adanya testis pada
skrotum, contohnya saat memandikan bayi.

 Testis retraktil biasanya bilateral dan disebabkan refleks kremaster yang


berlebihan, yang menarik testis keluar dari skrotum menuju kanalis inguinalis
terutama saat anak sakit atau sedang rewel.

 Kasus-kasus testis retraktil tidak memerlukan tatalaksana operatif dengan


orkidopeksi, karena seringkali testis tersebut akan turun secara sempurna saat
pubertas dan tidak menyebabkan risiko infertilitas
+
Tatalaksana

Hormon Operatif

Masa depan
(tahap
penelitian)
+
Tatalaksana Hormonal

GnRH
• 3 x 400 ug/hari (biasanya tiga kali sehari, masing-masing satu puff
sebanyak 200 ug ke dalam lubang hidung dalam bentuk semprotan
intranasal), diberikan selama empat minggu

hCG
• 50 IU/kgBB dengan injeksi intramuskular dua kali seminggu selama 3-5
minggu (total dosisnya 6.000-9.000 IU).
+
Rekomenadasi Dosis hCG
 Menurut World Health Organization (WHO
 250 IU pada anak laki-laki <1 tahun, dua kali seminggu selama lima minggu
 500 IU pada anak laki-laki 1-5 tahun, dua kali seminggu selama lima minggu
 1000 IU pada anak laki-laki >5 tahun, dua kali seminggu selama lima minggu.

 Menurut rekomendasi lainnya


 1500 IU/m2/minggu, dua kali seminggu selama 4-9 minggu (total dosis maks
10.000 IU)
 Empat injeksi 100 IU/kgBB dengan interval 4-5 hari
 Tujuh injeksi 1500 IU, tiap selang sehari.
+
Tatalaksana Operatif
 Tahap 

 Mobilisasi testis dan korda spermatikus ke tingkat cincin inguinal profunda

 Ligasi tinggi prosesus vaginalis

 Skeletonisasi korda dengan pembagian fasia kremasterik dan spermatikus interna

 Mobilisasi korda melalui cincin internal untuk memperoleh panjang korda yang cukup untuk
membawa testis ke skrotum tanpa meregangkan korda. Divisi gubernakulum dapat dilakukan
jika diperlukan

 Penempatan testis pada kantung sub-dartos pada skrotum. Jika digunakan jahitan untuk
fiksasi, harus ditempatkan melalui tunika albuginea, bukan parenkim testis.
+ Temuan laparoskopik beserta rekomendasi
tatalaksananya
 Struktur korda blind-ending atau testis tidak ada
 Tidak diperlukan eksplorasi operatif

 Struktur korda memasuki cincin inguinalis dalam


 Eksplorasi inguinal terbuka
 Jika testis normal, dilakukan orkidopeksi
 Jika testis tidak normal (atrofi), dilakukan orkidektomi untuk mengurangi risiko
keganasan jangka panjang

 Testis intraabdomen dan atrofi


 Orkidektomi
+ Temuan laparoskopik beserta rekomendasi
tatalaksananya
 Testis intraabdomen dan viabel
 Orkidopeksi: viabilitas testis dapat tercapai maksimal dengan diseksi minimal (keputusan diambil saat inspeksi)
 Satu tahap: dilakukan pada testis intraabdomen letak rendah
 Tanpa membagi pembuluh darah spermatikus: pada gubernakulum distal, diseksi peritoneum lateral
terhadap pembuluh darah spermatikus, memobilitasi pembuluh darah dan vas deferens ke lokasi
retroperitoneal mereka (manuver Prentiss). Pembuluh darah dipreservasi dengan diseksi tumpul (hindari
penggunaan elektrokoagulasi). Cincin inguinal baru dibentuk medial terhadap arteri umbilikalis ipsilateral
yang telah mengalami obliterasi. Cara mengetahui apakah diseksi cukup dilakukan adalah menarik testis
menuju cincin inguinal interna kontralateral. Jika testis tidak mencapai cincin tersebut dengan mudah, insisi
dapat dilanjutkan ke peritoneum, lateral terhadap pembuluh darah (untuk memungkinkan mobilisasi lebih
banyak). Untuk memperoleh panjang yang lebih, insisi dapat dilakukan pada peritoneum yang menutupi
pedikulus triangularis.
 Pembagian pembuluh darah spermatikus (Fowler-Stephens satu tahap): berbagai teknik tersedia untuk
ligasi vaskular: ligasi dengan klip, ligasi dengan jahitan non-absorbable, LigaSure, hemolock.
+ Temuan laparoskopik beserta rekomendasi
tatalaksananya
 Dua tahap: dilakukan pada testis intraabdomen letak tinggi
 Teknik Fowler-Stephens: dengan membagi pembuluh darah spermatikus.
 Tanpa pembagian pembuluh darah spermatikus (teknik Shehata): melalukan
traksi yang kontinu pada testis letak tinggi untuk memperpanjang pembuluh
darah testis tanpa membaginya. Pembuluh darah dapat memanjang tanpa
terjadi atrofi.
+ Temuan laparoskopik beserta rekomendasi
tatalaksananya
 Peeping testes
 Orkidopeksi laparoskopik dalam satu atau dua tahap
 Peeping testes biasanya terletak intraabdomen, dengan kanalis inguinalis
proksimal yang paten. Testis dapat bergerak keluar dan masuk kavitas abdomen
dan kanalis inguinalis, dan terkadang dengan manipulasi yang hati-hati, testis
dapat diarahkan ke kanalis inguinalis proksimal.
 Video-assisted orchidopexy technique (OVA), yang melibatkan diseksi peritoneum
secara laparoskopik, mengurangi diseksi funikular dan memungkinkan
orkidopeksi tanpa tegangan. Selain itu, OVA mencegah diseksi terbuka, dan
terkadang dapat membantu preservasi gubernakulum.
+
Orkidopeksi Laparoskopik
+
Video-assisted orchidopexy technique
(OVA )
+ Beberapa temuan laparoskopik testis yang tidak
teraba
+
Usulan algoritma tatalaksana UDT

UDT bilateral setelah usia enam bulan:


• Eksklusikan testis retraktil
• Pertimbangkan penilaian gangguan perkembangan seksual (DSD)

Testis teraba unilateral: Orkidopeksi inguinal pada usia 9-18 bulan

Testis tidak teraba unilateral atau peeping testis


• Jika tersedia, lanjutkan ke laparoskopi diagnostik
• Pengobatan tidak dilanjutkan jika temuannya adalah vanishing testis (pembuluh darah blind-ending)
• Eksplorasi inguinal, jika pembuluh darah tampak memasuki cincin interna, dengan orkidopeksi atau eksisi testis yang atrofi (testicular
nubbin)
• Orkidopeksi Fowler-Stephens dengan satu atau dua tahap, dan pada kondisi testis intraadbomen, dapat mempresevasi gubernakulum jika
diinginkan
• Jika laparoskopi tidak tersedia
• Eksplorasi inguinal ditambah eksplorasi abdomen jika dibutuhkan, dengan orkidopeksi primer atau bertahap

UDT unilateral paska pubertas: Orkidektomi


+
Tatalaksana di masa depan

Epidermal
growth factor Terapi genetik
(EGF)

Terapi sel
punca
+
Komplikasi dan Prognosis
 Salah satu komplikas

 i UDT adalah karsinoma testis, terutama seminoma. Karsinoma testis


dapat terjadi pada pasien-pasien UDT yang tidak diintervensi hingga
usia 12 tahun.

 Dua hipotesis hubungan UDT pada awal kehidupan dan risiko kanker
testis adalah 1) terkait gaya hidup maternal, yang meliputi pajanan
polutan, serta 2) posisi anatomis testis yang abnormal menyebabkan
predisposisi transformasi maligna dan terjadi kanker testis.
+
Komplikasi dan Prognosis
 UDT juga membawa risiko infertilitas, yang berhubungan dengan UDT bilateral atau unilateral.

 Pada laki-laki dengan UDT bilateral, risiko infertilitas lebih tinggi. Studi-studi

 menemukan bahwa UDT unilateral hampir memiliki risiko infertilitas yang sebanding dengan populasi
umum, dan risikonya hanya sebatas subfertilitas. Prognosis fertilitas diketahui dengan jumlah sel
germinal dan kadar gonadotropin.

 Pasien-pasien dengan UDT cenderung mengalami penurunan jumlah sel germinal dan kadar
gonadotropin yang normal, yang menandakan adanya hipofungsi aksis hipotalamus-pituitari pada testis.

 Laporan kasus berbasis bukti yang dilakukan Kresnawati dkk di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta menemukan bahwa terapi hormonal pada pasien-pasien UDT menyebabkan peningkatan risiko
infertilitas, dan keganasan testis di usia dewasa. Orkidopeksi dini (sebelum usia 12 bulan) ditemukan
mengurangi risiko tersebut.
+
Komplikasi dan Prognosis
 Tindakan orkidopeksi sendiri membawa beberapa risiko, namun beberapa
risiko langsung seperti kerusakan vas deferens, infeksi luka, dan hematoma
jarang terjadi.

 Atrofi testis dapat terjadi pada <5% anak laki-laki paska orkidopeksi
unilateral, namun lebih tinggi pada bayi-bayi yang disertai hernia
inkarserata dan dengan testis intraabdomen.

 Orkidopeksi dini dapat meningkatan kemungkinan testis dapat


memproduksi sperma, namun belum ditemukan apakah laki-laki dengan
UDT unilateral mengalami penurunan fertilitas meskipun tidak dioperasi.
+
Kesimpulan
 UDT merupakan kondisi yang sering terjadi pada neonatus, terutama pada neonatus-
neonatus preterm yang belum mengalami penurunan testis dengan sempurna.

 UDT dapat terjadi dengan berbagai mekanisme, dan diduga dapat disebabkan oleh
gangguan genetik, lingkungan, hormonal, dan oleh proses apapun yang mempengaruhi
penurunan testis ke skrotum.

 Diagnosis UDT dapat dilakukan secara klinis dengan pemeriksaan fisik, dan tatalaksana
akan ditentukan oleh lokasi testis dan kondisi jaringan di sekitarnya.

 Berbagai tatalaksana hormonal dan operatif tersedia untuk UDT, dan penggunaanya
harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Jika tidak ditangani dengan baik, UDT dapat
membawa risiko infertilitas dan karsinoma testis.
+
Kesimpulan
 Kunci dari tatalaksana UDT adalah deteksi dini dan pemeriksaan fisik
yang teliti pada awal kelahiran dan usia-usia awal kehidupan,
sehingga tidak dapat dianggap sepele dan diabaikan.
+
Daftar Pustaka
1. Leslie SW, Sajjad H, Villanueva CA. Cryptorchidism. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan. [Internet]
Diakses 2020 Jan 29 dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470270/.

2. Khatwa UA, Menon PS. Management of undescended testis. Indian J Pediatr. 2000 Jun; 67(6): 449-54.

3. Lubis SM, Pateda V, Suryansyah A, Arimbawa IM, Suryawan WB. The incidence of cryptorchidism among boys in some
provinces in Indonesia. Int J Pediatr Endocrinol. 2013; 2013(Suppl 1): P188.

4. Braga LH, Lorenzo AJ. Cryptorchidism: A practical review for all community healthcare providers. Can Urol Assoc J. 2017
Jan-Feb; 11(1-2 Suppl 1): S26-32.

5. Niedzielski JK, Oszukowska E, Slowikowska-Hilczer J. Undescended testis - current trends and guidelines: a review of the
literature. Arch Med Sci. 2016 Jun 1; 12(3): 667-77.

6. Barteczko KJ, Jacob MI. The testicular descent in human. Origin, development and fate of the gubernaculum Hunteri,
processus vaginalis peritonei and gonadal ligaments. Adv Anat Embryol Cell Biol. 2000; 156: 1–98.

7. Virtanen HE, Cortes D, Raipert-De Meyts E, Ritzen EM, Nordenskjold A, Skakkebaek NE, et al. Development and descent of
the testis in relation to cryptorchidism. Acta Paediatr. 2007 Mei; 96(5): 622-7.
+
Daftar Pustaka
8. Abaci A, Catli G, Anik A, Bober E. Epidemiology, classification and management of undescended
testes: Does medication have value in its treatment? J Clin Res Pediatr Endocrinol. 2013 Jun; 5(2):
65-72.

9. Kurz D. Current management of undescended testes. Curr Treat Options Pediatr. 2016 Mar; 2(1):
43-51.

10. Sepulveda X, Egana PL. Current management of non-palpable testes: a literature review and
clinical results. Transl Pediatr. 2016 Okt; 5(4): 233-9.

11. Fawzy F, Hussein A, Eid MM, El Kashash AM, Salem HK. Cryptorchidism and fertility. Clin Med
Insights Reprod Health. 2015; 9: 39-43.

12. Kresnawati W, Pulungan AB, Tridjaja B. Dampak jangka panjang terapi hormonal dibandingkan
pembedahan pada undesensus testis. Sari Pediatri. 2015; 17(3): 229-33.
+
Terima
kasih!

Anda mungkin juga menyukai