FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DOKMUS – KAMIS 05/10/2017 Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian yang membutuhkan pendekatan dengan perawatan intensif sehingga menambah kualitas hidup seseorang (Cerny, 2010). Contohnya seperti penyakit jantung dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up dan penyakit ini akan mengarah pada kematian (White, 2002)
Pasien terminal illnes adalah orang-orang sakit yang
didiagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian. Setelah diagnosis? Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan trauma bagi pasien dan keluarganya. Kemudian setelah diagnosis biasanya akan muncul permasalah psikologis, sosial, dan spritual. Dadang Hawari
“orang yang mengalami penyakit
terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian” (1977,53) Masalah Pasien * Psikologis: Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi. * Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. KOPING *Koping merupakan upaya khusus berupa prilaku dan psikologis untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan peristiwa stres. *Seseorang berada dalam situasi yang terancam, maka respons koping perlu segera di bentuk. Mekanisme koping yang dapat diterapkan oleh individu yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Jika individu mempunyai koping yang efektif maka kecemasan akan diturunkan dan energi digunakan langsung untuk istirahat dan penyembuhan. Jika koping tidak efektif atau gagal maka keadaan tegang akan meningkat, terjadi peningkatan kebutuhan energi dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat (Hudak dan Gallo, 1996). 2 Jenis Koping *1. Emotion Focused Coping : individu terfokus pada pengelolaan emosi negatif Seperti (1) mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, (2) padangan positif, (3) penerimaan, (4) beralih ke agama, (5) fokus pada pengaturan emosi. *2. Problem Focused Coping: individu mencoba mengubah apa yang menyebabkan stres dengan bertindak pada lingkungan atau diri sendiri. Seperti: (1) aktif koping, (2) perencanaan, (3) Pengendalian prilaku KOPING RELIGIUS Adalah Penggunaan strategi kognitif dan perilaku berdasarkan keyakinan atau praktik keagamaan seperti berdoa, berzikir, mencari kenyaman dan mencari kekuatan Tuhan. Dalam konteks masyarakat Muslim , Koping religiusitas menurut Dadang Hawari merujuk kepada Al-qur’an dan Hadist ada tiga indikator: 1) Rukun Iman, 2) Rukun Islam, 3) Pengamalan : mencerminkan keimanan, keilmuan, pengendalian diri, kekeluargaan, pergaulan sosial. (Dimensi Religi dalam Praktek psikiatri dan Psikologi, 161-181). Spritualitas dan religiusitas sering digunakan bergantian dan dikonsepsikan sama padahal keduanya berbeda Spritualitas merupakan kesadaran diri individu tentang diri, asal dan tujuan. Spritualitas bersifat abstrak dan lebih umum dari pada religiusitas. Spritualitas tidak harus selamanya dihubungkan dengan agama. Religiusitas merupakan serangkaian praktik perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu dan dianut oleh anggota-angotanya Hasil Riset Beberapa riset menjelaskan Pengaruh Koping Religius Terhadap pasien Zwingmann et al (2006) menjelaskan koping religius berhasil menekan keadaan depresi pada pasien penderita kanker payudara di Jerman. (“Positive and Negative Religious Copingin German Breast Cancer Patients”, Journal of Behavioral Medicine, 2006). Komitmen beragama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemapuan untuk mengatasi penyakit dan mempercepat penyembuhan (dengan catatan terapi medis tetap berjalan dengan semestinya). Agama bersifat protektif dan pencegahan, agama memiliki hubungan sigifinikan dan positif dengan klinis. Terminal Illness dalam Islam Tidak ada sedikitpun kejadian atas Muslim terjadi tanpa izin dari Allah. Adakalanya sakit yang seringkali dianggap sebagai bentuk siksaan dunia, padahal hakikatnya dalam Islam dapat menjadi kesempatan untuk memperbaiki diri, bermuhasabah, dan kembali ke fitrah manusia. Dalam meghadapi penyakit Agama dapat menjadi penolong. Dengan agama individu yang mendapatkan penyakit dapat dengan ikhlas menerima keadaan yang menimpanya, melalui bimbingan agama individu dapat memperbaiki prasangka-prasangka yang ada dalam dirinya. Kenapa bisa demikian?? *Karena sejatinya dalam keadaan lemah manusia secara fitrahnya akan kembali pada keyakinannya bahwa ada yang maha Kuat atas dirinya. Agama adalah sebuah fitrah yang ada dalam setiap diri manusia. Al-Qur’an surah ar-Ruum ayat: 30 * اس َعلَ ْي َها ۚاَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل ِق الَّ ِه ۚ ٰ َذلِ َك ِ فَأَقِ ْم َو ْج َه َك لِل ِّد َ ين َحنِيفًا ۚفِ ْط َر َ َّت الَّ ِه الَّتِي فَطَ َر الن ٰ َ س اَل يَ ْعلَ ُم ون ِ ين ا ْلقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر النَّا ُ ال ِّد Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, Psikologis pasien Individu dengan penyakit terminal akan mengalami penurunan kemampuan diri, fisik, emosi dan sosial. Dalam dirinya akan muncul berbagai prasangka-prasangka akan penyakit yang dideritanya dan mengalami rasa takut yang berlebihan. Dalam al-Qur’an surah al- Baqarah 155:
ِ ُال َواأْل َ ْنف
ِ س َوالثَّ َم َرا َ ت ۗ َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِر ين ِ ص ِم َن اأْل َ ْم َو ِ ف َو ْالج ٍ ُوع َونَ ْق ِ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِم َن ْال َخ ْو Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang- orang yang sabar. Bisikan dan Rayuan Syaitan Syetan tidak akan menyia-nyiakan waktu dimana seorang muslim dalam keadaan lemah karena salah satunya adalah sakit. Bahkan syeitan akan menggoda dan menyesatkan anak Adam. Sampai menjelang akhir hayatnya, syetan akan hadir pada waktu sakaratul maut. Ia berusaha mendoktrin dan mengelincirkan manusia dari jalan yang benar. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya syetan akan mendatangi kalian saat menjelang kematiannya. Ia menyeru: ‘Matilah sebagai seorang Yahudi, matilah sebagai seorang Nashrani.” (HR. Nasa’i). Prognosis “Kematian” >>KEMATIAN KEMATIAN PASTI DATANG “katakanlah bahwasannya kematian itu, yang kamu lari dari padanya, sesungguhnya ia pasti akan menemui kamu juga, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Tuhan) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Ia khabarkan kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah: “Dimana saja kamu berada kematian itu pasti akan menemui kamu,walaupun kamu berada di mahligai-mahligai yang amat kokoh.” (Qs An-Nisa’: 78) ”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “tiada Tuhan selain Allah”” (HR.Muslim). ”Barangsiapa mati dan akhir perkataannya ”tidak ada Tuhan selain Allah”, maka ia masuk surga.” (Al-Hadits) Fase Kematian (Sakaratul Maut) • fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali di sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita diajarkan do’a untuk diringankan dalam fase sakaratul maut. *َّاق ُ ت السَّا ِ ق بِالس ِ َّ} َو ْالتَف28{ ق ُ ظ َّن أَنَّهُ ْالفِ َرا َ } َو27{ ق ٍ } َوقِي َل َم ْن َرا26{ ت التَّ َراقِ َي ِ َكآل إِ َذا بَلَ َغ }30{ قُ ك يَ ْو َمئِ ٍذ ْال َم َسا َ ِّ} إِلَى َرب29{ * Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30] Tanda-tanda Sakaratul Maut 1. penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur- angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab, 2.kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat. 3.Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat. 4.Terdengar suara mendengkur 5.Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima. Kenapa dokter harus mengerti koping religius ini? >karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual dan agama ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). >Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Continue..... >Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga dokter dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. >Dokter memberikan perawatan sampai penderita meninggal dengan bermartabat sebagai manusia. Dalam Islam setiap muslim diharapkan dapat kembali kepada Tuhannya dengan menyebut namanya dengan tenang dan damai, artinya dokter harus mengerti kebutuhan spritual pasiennya. Kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan pasien di rumah sakit mutlak diperlukan. Tuntunan Islam 1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut dokter dan perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah. Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem “Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah” selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi ”Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik”. Selanjutnya Ibnu Abas berkata ”Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu”. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata ”Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu”. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya. 2. Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah. Para dokter dan perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir. Dalam keadaan yang seperti itu peran dokter dan perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan religius pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Dokter dan perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang- ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim “Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga” Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata “Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat”.