Anda di halaman 1dari 30

KELOMPOK 1

''Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Medula Spinalis''


NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. ADETYA EKA PRATAMA


2. ADE RIKO MAULANA
3. ANDRA ESMERALDA
4. ASINTA ULIM
5. DEWI WULAN PRATIWI
6. DYAH FITRIANI KOROMPOT
7. EVERLINA SALAMALA
8. DIKA WETAKA
A.Definisi

Cedera medula spinalis adalah cedera yang


mengenai servikalis vertebratalis dan lumbalis
akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang.(Brunner & Suddarth, 2002)
Trauma medulla spinalis adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat
trauma seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya.
(Arif Muttaqin, 2008)
B.Etiologi

Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang


dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera terjadi
akibat hiperrefleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang
berakang. Daerah torakal tidak banyak terjadi karena banyak
terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif,
dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada tulang belakang dapat
berupa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan
hipoksemia dana iskemia. Iskemia dapat disebabkan hipotensi,
edema, atau kompressi. Kerusakan pada sumsum tulang belakang
merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi
regerasi pada jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak
dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan
sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar,
atau edema.
C.Mekanisme Cedera
Perawat perlu mengenal mekanisme trauma yang terjadi pada tulang belakang
yang memungkinkan gangguan pada medulla spinalis meliputi :

1.Fleksi 3.Kompresi veretikal (aksial)


2.Fleksi dan rotasi
Trauma terjadi akibat fleksi dan Suatu trauma vertikal yang
Trauma jenis ini merupakan
disertai dengan sedikit secara langsung mengenai
suatu trauma fleksi yang
kompresi pada vertebra. vertebra yang akan
bersama-sama dengan
Vertebra mengalami tekanan menyebabkan kompresi aksial.
rotasi. Terdapat strain dari
berbentuk remuk yang dapat Nukleus pulposus akan
ligamen dan kapsul, juga
menyebabkan kerusakan atau memecahkan permukaan serta
ditemukan fraktur faset. Pada
tanpa kerusakan ligamen badan vertebra secara vertikal.
keadaan ini terjadi
posterior. Apabila terdapat Material diskus akan masuk
pergerakan
kerusakan ligamen posterior, dalam badan vertebra dan
kedepan/dislokasi vertebra
maka fraktur bersifat tidak menyebabkan vertebra menjadi
diatasnya. Semua fraktur
stabil dan terjadi subluksasi. retak/pecah. Pada trauma ini
dislokasi bersifat tidak stabil.
elemen posterior masih intak
sehingga fraktur yang terjadi
bersifat stabil.
lanjutan.....

4.Hiperekstensi atau retrofleksi 6.Fraktur dislokasi


5.Fleksi lateral
Biasanya terjadi hiperekstensi Suatu trauma yang
Kompresi atau trauma distraksi
sehingga terjadi kombinasi menyebabkan terjadinya fraktur
yang menimbulkan fleksi
distraksi dan ekstensi. tulang belakang dan terjadi ruas
lateral akan menyebabkan
Keadaan ini sering ditemukan tulang belakang.
fraktur pada komponen
pada vertebra servikal dan
lateral, yaitu pedikel, foramen
jarang pada torakal-lumbal.
vertebra, dan sendi faset.
Ligamen anterior dan diskus
dapat mengalami kerusakan
atau terjadi fraktur pada arkus
neuralis. Fraktur ini biasanya
bersifat stabil.
D.Manifestasi Klinis

nyeri tekan leher atau Nyeri tekan leher Deforminitas kolumna kesemutan pada
punggung posterior atau midline spinalis ekstermitas pasca
punggung kejadian
D.Manifestasi Klinis
lanjutan.......

Tanda dan gejala syok Priapismus


neurogenik
E. PATOFISIOLOGI

• Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tet
api lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tid
ak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma ind
irect. Whiplash adalah gerakan dorsafleksi anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan men
dadak.
• Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu t
erjun dari ketinggian menyelam dan masuk air yang dapat menyebakan paraplegia.
• Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup
atau peluru yang mematahkan/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi tranversa med
ulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa). Hematomiela adalah perdarahan dala
m medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash”
yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur disloka
sio. Kompresi medulla spinalis karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vert
ebralis.
F.Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada


cedera medulla spinalis antara lain :

1.Masalah pulmoner
2.Ulkus stres
3.Disrefleksia otonomik
4.Hiperkalsemia
5.Masalah tulang, sendi, dan otot
6.Sindrom nyeri kronis
7.Penyalahgunaan zat
8.Iskemia medulla spinalis
G.Pemeriksaan Penunjang

Tes diagnostik pada pasien dengan CMS meliputi pengkajian radiografi dari
fraktur bspinal dan kemungkinan kompresi medulla. MRI juga dapat digunakan
untuk mengkaji jumlah kompresi medulla dan jenis cedera dimana medulla
spinalis berlanjut (mis, hemoragi atau edema). CT-Scan akan menggambarkan
struktur spinal dan perispinal.
Tomografi atau politomografi dilakukan dengan CT-scan pada berbagai area,
tetapi masih digunakan untuk mengkaji cedera tulang secara luas.
Somatosensori menyebabkan potensial dapat dicatat untuk membuat prognosis
lebih jelas. Saraf perifer dibawah tingkat cedera dirangsang dan respon
neurologis (potensial penyebab) direkam dari korteks serebral melalui elektroda
kulit kepala.
Terdapat banyak pemeriksaan diagnostik yang penting dilakukan untuk
menentukan fungsi kandung kemih. Salah satunya adalah pielogram intravena,
yang merupakan seri radiografi yang menunjukan ukuran, lokasi dan konfigurasi
ginjal, ureter, dan menggambarkan kandung kemih. Sistoskopi adalah
pemeriksaan yang memungkinkan visualisasi langsung dari kandung kemih dan
uretra. Batu, infeksi, atau tumor pada kandung kemih dapat didiagnosa.
Pemeriksaan urodinamik sangat membantu pada pasien dengan CMS.
Pemeriksaan ini menentukan mekanis dari pengisian dan pengosongan
kandung kemih. Hasil dari pemeriksaan ini dapat menentukan jenis terbaik
progam kandung kemih yang akan diberikan kepada pasien.
H.Penatalaksanaan Kedaruratan

Penetalaksaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena


penatalaksaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan dan kehilangan
neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor, cedera olah raga, jatuh, atau
trauma langsung pada kepala dan leher harus dipertimbangkan mengalami cedera
medulla spinalis.
1.Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung),
dengan kepala dan leher lam posisi netral untuk mencegah cedera komplit.
2.Salah satu anggota tim harus mengontol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi, atau ekstensi kepala.
3.Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4.Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati keatas
papan untuk dipindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memutar dapat
merusak medulla spinalis irevesibel yang menyebabkan fragmen tulang vetebrata
terputus atau patah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA MEDULLA SPINALIS

A.Pengkajian

Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma pada servukal merupakan hal yang penting
diwaspadai. Tingkat kehati-hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang stabil dapat tidak
menjadi cedera spinal yang tidak stabil karena pada setiap fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang yang
pertama dan paling sering melakukan intervensi. Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak
kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamentum, dan medula spinalis).
Implikasi dari hal di atas adalah kewaspadaan perawat untuk menjaga kesejajaran dari tulang belakang untuk menghindari
risiko tinggi injuri pada korda, maka pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan rasional agar pada fase
pengkajian dan saat setiap intervensi yang diberikan tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mecari ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukan hal
tersebut, pakaiannya mungkin terpaksa di potng dari badannya sehingga sedikit mungkin mengganggu posisi kenetralan
leher. Adanya keluhan nyeri atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun klien dapat
berjalan atau bergerak tanpa banyak mengalami gangguan. Tanyakanlah mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan
pada ekstermitas atas dan bawah.
lanjutan.......

Pada status emergensi klien dengan riwayat trauma servikal yang jelas dan diindikasikan cedera spinal tidak stabil, apabila
pengkajian anamnesis dapat dilakukaan maka status jalan napas klien optimal dan anamnesis diusahakan terfokus pada
pengkajian primer, karena pada fase ini klien berisiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang berdampak pada henti
jantung-paru. Implikasi dari situasi ini adalah pengkajian primer dilakukan disertai intervensi dengan suatu hal yang prinsip
untuk selalu menjaga posisi leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien dipasang ban servikal. Apabila pada
kondisi ditempat kejadian di mana klien mengalami cedera spinal servikal tetapi masih memakai helm, maka diperlukan
teknik melepas helm dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi netral. Selanjutnya peran perawat dalam melakukan
transportasi dari tempat kejadian ke tempat intervensi lanjutan trauma servikal di RS harus dilakukan secara hati-hati, peran
monitoring dan kolaborasi untuk secepatnya untuk dilakukan stabilisasi.
Pengkajian lanjutan di rumah sakit tetap memperhatikan kondisi stabilisasi pada servikal danmonitoring pada jalan napas.
Pada setiap melakukan transportasi klien, perawat tetap mempriorotaskan kesejajaran dari kurvatura tulang belakang dengan
tujuan untuk menghindari risiko injuri pada spinal dengan teknik pengangkatan cara log rolling dan menggunakan long
backboard.
B.Pemeriksaan Fisik

Kaji keadaan umum (KUI), TTV, adanya defisit neurologis, dan status kesadaran pada fase awal kejadian trauma, terutama
pada klien yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya perubahan pada KU,TTV, defisit
neurologis, dan tingkat kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok spina terjadi bila trauma terjadi pada servikal atau
setinggi torasik. Teknik pemeriksaan colok dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk merasakan adanya refleks
jepitan pada sfinger ani pada jari akibat stimulus nyeri yang kita berikan pada glans penis atau klitoris atau dengan menarik
kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal. Gejala awal syok, klien akan mengalami paralisis, kehilangan
refleks tendon dan abdominal, refleks Babinski positif dan terjadinya retensi urin dan retensi alvi, dapat pula diikuti syok.
Apabila adanya kompresi korda penilaiaan fungsi respirasi di mana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan
intubasi dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak mengalami
perubahan.
C.Pada Pengkajian Fokus

Lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya memar (pada fase awal cedera) baik pada leher, muka, dan bagian belakang
telinga. Tanda memar pada wajah, mata, atau dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera hiperekstensi pada leher.
Memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan hiperekstensi. Leher
mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila klien terlengtang, dada dan perut dapat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian tangkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda defisit neurologis. Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat berhati-hati
dengan menggunakan teknik log rolling.
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan
sekunder di rumah sakit, pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan punggung. Adanya memar menunjukkan
kemungkinan tingkat cedera. Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat teraba bila
ligamen tersobek, keadaan ini atau hematom pada spinal merupakan tanda yang menakutkan. Tulang dan jaringan lunak
diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat
membahayakan korda jadi manipulasi gerakan berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.
segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologis

C1 Segmen keluar pleksus kardiak dalam Beban berat yang mendadak di atas kepala
kontrol jantung dan pernapasan. dapat menyebabkan kekuatan kompresi yang
dapat menyebabkan fraktur pada cincin atlas.
Gangguan pada segmen ini dapat merusak
fungsi jantung-paru.

C2 Segmen keluar pleksus kardiak dalam Farktur C2 terutama pada kecelakaan mobil
kontrol jantung dan pernapasan dimana kepala membentur kaca depan,
memaksa leher berhiperekstensi. Kalau kedua
pedikulus mengalami fraktur dan bergeser secara
hebat, kerusakannya akan menyebabkan
kematian.

C3 Segmen keluar pleksus kardiak dalam Cedera hiperekstensi C3, tulang tidak rusak,
kontrol tetapi ligamen longitudinal anterior sobek.
C4 Kontrol kepala, mulut, Sublukasi dan dislokasi pada segmen ini merupakan cedera fleksi
menaikkan bahu dan skapula. murni, tulang tetap utuh tetapi ligamen posterior sobek. Satu vertebra
Kontrol gerakkan diafragma. miring kedepan di alas vertebra yang ada dibawahnya, sehingga
ruang interspinosa dibagian posterior terbuka.

C5 Fleksi bahu, fleksi siku. Segmen C5-C6 merupakan kurvatura yang paling menonjol dari
servikal sehingga mempunyai risiko tinggi cedera.

C6 Fleksi siku, rotasi dan abduksi Fraktur kompresi pada segmen ini sering disebabkan cedera fleksi,
bahu, ekstensi ibu jari. korpus terkompresi tetapi ligamen posterior tetap utuh dan fraktur
stabil.

C7 Ekstensi siku, gerakkan bahu, Fraktur avulasi pada proseus spinosus C7 dapat terjadi oleh
ekstensi ruas jari-jari tangan. kontraksi otot yang hebat.
E.Pemeriksaan Diagnostik

Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat
pada pemeriksaan diagnostik.
Pada pemeriksaan radiologi servikal didapatkan:
1.Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan.
2.Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur.
3.Fraktur pada badan vertebra.
4.Fraktur kompresi.
5.Sublukasi pada tulang belakang servikal.
6.Dislokasi pada tulang belakang servikal.
F.Diagnosa Keperawatan

1.Aktual/risiko tinggi injuri (cedera) korda spinalis yang berhubungan dengan kompresi korda sekunder dari cedera spinal
servikal tidak stabil, manipulasi berlebihan pada leher.
2.Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan, kelumpuhan otot
diagfragma.
3.Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh
darah, penurunan kontraksi otot jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman dari refleks baroreseptor akibat
kompresi korda.
4.Nyeri yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikalis, spasme otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil
dan tidak stabil.
5.Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pengiriman pesan kontrol motorik sekunder dari
kompresi akar saraf servikal.
6.Kecemasan yang berhubungan dengan prognosis penyakit sekunder dari respons psikologis kondisi penyakit.
Aktual/risiko tinggi injuri (cedera) korda spinalis yang berhubungan dengan kompresi korda sekunder dari
cedera spinal servikal tidak stabil, manipulasi berlebihan pada leher.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam risiko injuri tidak terjadi.


Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, klien sadar GCS (4,5,6), tidak ada tanda-tanda syok spinal.

Intervensi Rasionalisasi

Monitor TTV Penurunan denyut jantung dan tekanan darah merupakan tanda awal dari hilangnya sensor
pengiriman dari refleks baroreseptor dampak dari kompresi korda.

Monitor tiap jam Cedera pada vetebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya syok spinal. Syok spinal
akan adanya syok adalah tidak berfungsinya sistem saraf otonom dalam mengatur tonus pembuluh darah dan
spinal pada fase cardiac-ouput. Gambaran klasik berupa hipotensi, bradikardi, paralisis, tes refleks
awal cedera selama bulbokavernosus pada colok dubur didapatkan penjepitan anus (+).
48 jam. Pada awalnya, selama fase syok spinal, mungkin terdapat paralisis lengkap dan hilangnya
perasaan di bawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat berlangsung selama 48 jam dan
selama periode ini sulit diketahui apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap.
Lakukan teknik pengangkatan Teknik ini mempunyai prinsip memindahkan kolumna vertebralis sebagai satu unit
cara log rolling atau dengan kepala dan pelvis dengan tetap menjaga kesejajaran tulang belakang
menggunakan long backboard untuk menghindari kompresi korda.
pada setiap transportasi klien.

Istirahatkan klien dan atur Posisi fisiologis akan menurunkan kompresi saraf leher.
posisi fisiologis.
Imobilisasi leher terutama Pemasangan fiksasi kolar servikal dapat menjaga kestabilan dalam melakukan
pada klien yang mengalami mobilitas leher.
cedera spinal tidak stabil. Pada saat pemasangan collar cervival (ban leher) perawat penting menjaga
kesejajaran dari posisi leher dalam posisi netral agar jangan terjadi kompresi
korda.

Beri penjelasan tentang Usaha untuk meningkatkan kooperatif klien terhadap intervensi yang diberikan dan
kondisi klien. membantu menurunkan kecemasan klien.

Kolaborasi dengan dokter : Pemeriksaan utama dalam menilai sejauh mana kerusakan yang terjadi pada
Pemeriksaan radiologi cedera spinal servikal.
Untuk dilakukan Pemasangan halo-body cast dilakukan untuk menjaga kestabilan servikal. Teknik pemasangan
fiksasi dari luar oleh medis dengan cara klien pada posisi telentang dan kepalanya disangga oleh seseorang
dengan halo-body asisten, alat halo dipertahankan pada posisi tepat dibawah bagian terlebar tengkorak. Dengan
cast pada klien anestesis lokal, empat pen steril dimasukkan ke lubang halo dan disekrupkan ke bagian luar
dengan fraktur tengkorak, pen kemudian dikunci pada posisinya. Jaket gips diterapkan membentang dari bahu
kompresi C3-T1 dan dibentuk di alas krista iliaka. Halo difiksasi pada gips badan.

Untuk dilakukan Tindakan medis dekompresi untuk mencegah terjadinya kompresi korda.
dekompresi dan Dekompresi diikuti dengan plat yang dipasang pada korpus-korpus vetebra yang utuh dapat
stabilisasi menjaga kestabilan servikal sampai masa penyembuhan dari kerusakan servikal.
terutama pada
klien dengan
cedera spinal
tidak stabil atau
mempunyai risiko
tinggi kompresi
korda servikal.
Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan,
kelumpuhan otot diagfragma.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi ketidakefektifan pola napas.
Kriteria hasil: RR dalam batas normal (12-20x/menit), tidak ada tanda-tanda sianosis, analisa gas darah
dalam batas normal, pemeriksaan kapasitas paru normal.

Intervensi Rasionalisasi

Observasi fungsi Distress pernapasan dan perubahan pada TTV dapat terjadi sebagai akibat stres
pernapasan, catat fisilogi dapat menunjukkan terjadinya spinal syok. Trauma pada C1-C2 menyebabkan
frekuensi pernapasan, hilangnya fungsi pernapasan secara persial, karena otot pernapasan mengalami
dispnea, atau perubahan kelumpuhan.
TTV.
Pertahankan perilaku Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
tenang, bantu klien untuk sebagai ketakutan/ansietas.
kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
Pertahankan jalan napas, Klien dengan cedera servikalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah
posisi kepala tanpa gerak. aspirasi/mempertahankan jalan napas.

Observasi warna kulit Menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan
segera.

Kaji distensi perut dan spasme Kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma.
otot.

Lakukan pengukuran kapasitas Menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus-menerus untuk
vital, volume tidal, dan mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
kekuatan pernapasan.

Panatau analisa gas darah Untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh
(AGD). hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

Berikan oksigen dengan cara Metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
yang tepat.
Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan denyut jantung,
dilatasi pembuluh darah, penurunan kontraksi otot jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman
dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil: frekuensi nadi dalam batas normal (12-20xmenit), kualitas dan irama nadi dalam batas
normal, TD dalam batas normal 120/80 mmHg, CRT > 3 detik, akral hangat.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji dan lapor tanda Kejadian mortality dan morbidity sehubungan dengan cedera spinal C1-C6 yang tidak
penurunan curah jantung. stabil meningkat sampai 48 jam pertama pascacedera.

Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal,
drosalis pedis, dan postibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi.
Pantau adanya haluaran urine, Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan
catat haluaran dan natrium, haluaran urine biasanya menurun selama dua hari karena perpindahan
kepekatan/konsetrasi urine. cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan
berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
Kaji perubahan pada sensorik Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap
contoh latergi, cemas, dan penurunan curah jantung.
depresi.

Berikan istirahat psikologi Stress emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang terkait dengan meningkatkan TD
dengan lingkungan dengan serta frekuensi/kerja jantung.
tenang.

Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
dengan kanula nasal/masker hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.

Pantau pemeriksaan EKG. Untuk menilai adanya kelainan irama jantung akibat kehilangan kontrol otonom
dari kerusakan pengiriman pesan oleh baroreseptor efek dari kompresi korda.
Nyeri yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikalis, spasme otot servikalis sekunder dari
cedera spinal stabil dan tidak stabil.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.


Kriteria hasil: secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala 0-1 (0-4) dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.

Intervensi Rasionalisasi

Jelaskan dan bantu klien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
dengan tindakan pereda menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
nyeri nonfarmakologi dan
non-invasif.

Lakukan manajemen nyeri Posisi fifiologis akan menurunkan kopresi saraf leher. Pemasangan fiksasi kolar
keperawatan: servikal dapat menjaga kestabilan dalam melakukan mobilitas leher.

1.Istirahatkan leher, atur


posisi fisiologis, dan
pasang ban leher.
2.Lakukan masase pada otot Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan
leher. oksigen ke area nyeri leher akibat spasme otot.

3.Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia.
pernapasan dalam pada saat
nyeri muncul.
4.Manajemen lingkungan; Lingkungan tenang akan menurunkanstimulus nyeri eksternal dan menanjurkan
lingkungan tenang dan klien untuk beristirahat dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan
batasi pengunjung. kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada
di ruangan.
5. Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihatn perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan
pada saat nyeri. mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
Tingakatkan pengetahuan Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
tentang penyebab nyeri membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
dan ,menghubungkan
berapa lama nyeri akan
berlangsung.
Thank you ...........

Anda mungkin juga menyukai