Anda di halaman 1dari 20

MORBUS HANSEN

MEGARIA SIHOMBING
1710029017

Dosen Pembimbing Klinik :


PEMBIMBING : DR. DOMPAK S. HUTAPEA,
S P . R A DM.Kes, Sp.GK
dr. Meiliati Aminyoto,
dr. Opiansyah
PENDAHULUAN

Subdural Hematom (SDH) atau Perdarahan Subdural (PSD)


biasanya disebabkan oleh kerusakan bridging veins yang
menyebabkan perdarahan di ruang antara duramater dan
araknoid (William, H. 2016).
Perdarahan subdural adalah bentuk yang paling sering
terjadi pada lesi intrakranial,
Di Amerika Serikat frekuensi perdarahan subdural
berbanding lurus terhadap kejadian cedera kepala, dimana
cedera kepala menjadi penyebab kematian lebih dari 70%
kasus di Amerika. Perdarahan subdural kronis ditemukan 1
kasus setiap 10.000 penduduk (Sastrodiningrat, A. G.
2006).
Penyebab terbanyak perdarahan subdural ini adalah
kecelakaan kenderaan bermotor , jatuh dan
perkelahian, sebagian kecil disebabkan oleh
kecelakaan olah raga dan kecelakaan industri.
Sekitar 24% dari kasus perdarahan subdural akut
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor
(El-Kahdi, H., Miele, V. J., & Kaufman, H. H., 2000).
TUJUAN

 Mendalami secara teori perdarahan subarachnoid terutama


gambaran radiologisnya
2.1 Identitas Pasien

 Nama : Tn. L
 Umur : 34 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Alamat : Jl. HB Suparno RT. 29
Kelurahan Rawa Makmur
 Pekerjaan : Nelayan
NO Nama Status Umur Suku Pendidikan Pekerjaan
1. Ny. N Ibu 32 tahun Bugis SMA IRT

2. An. AP Anak 12 tahun Bugis SD Pelajar


 Autoanamnesis dan aloanamnesis dilakukan
pada tanggal 03 Desember 2018 pukul 13.00
WITA, bertempat di rumah pasien.

 Keluhan Utama
 Bercak-bercak putih di lengan kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang 9 bulan yang lalu dengan keluhan adanya bercak bercak kecil
berwarna merah muda pada tangan kiri punggung atas, paha kiri dan betis kiri.
Awalnya bercak tersebut pertama kali hanya muncul pada tangan kiri saja yang
terasa nyeri, namun lama kelamaan bercak tersebut bertambah banyak dan
meluas serta tidak menimbulkan rasa nyeri ataupun gatal. Istri pasien pernah
memberikan salep kulit yang dibeli sendiri dari apotek, namun keluhan pasien
tidak pernah membaik. Selain itu pasien juga mengeluhkan jari - jari
tangannya sulit dibengkokkan. Kemudian pasien berobat ke dokter umum,
dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, di dapatkan hasil positif pasien
menderita penyakit kusta. Dokter merencanakan pengobatan dilakukan selama
1 tahun di Puskesmas. Sekarang pasien mendapatkan pengobatan kusta bulan
ke-8 dari Puskesmas. Setelah rutin mengkonsumsi obat dari puskesmas selama
± 7 bulan bercak-bercak pada tubuh pasien sudah tidak memerah lagi namun
seperti menghitam, jari-jari tangan sudah dapat digerakkan dengan baik dan
tidak ada reaksi alergi selama pengobatan.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
Tidak terdapat riwayat penyakit Hipertensi maupun Diabetes melitus

 Riwayat Penyakit Keluarga


Anak pasien menderita penyakit kusta sejak 7 tahun yang lalu dan dalam
pengobatan

 Riwayat Kebiasaan dan Psikosoial


Kebiasaan pasien setiap harinya adalah bekerja sebagai nelayan.
Hubungan dengan keluarga baik, setiap akhir pekan ayahnya pulang ke
rumah dari empang. Hubungan dengan tetangga juga cukup baik, pasien
menyapa dan berinteraksi dengan baik. Sakit tidak membatasi aktivitas
pasien.
Sakit sedang, compos mentis
Keadaan umum
BB : 60 kg, TB : 162 cm

TTV TD: 110/70 mmHg, HR: 88x/m, RR: 20x/m, T 36,8 0C

Kepala/leher Anemis (-/-), Ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran KGB (-)

I = Iktus kordis tidak terlihat


Pal = Ictus Cordis teraba
Cor
Per = ICS V2 cm MCL Sinistra
A = Murmur (-), gallop (-)
Thoraks
I = Gerakan nafas simetris, retraksi ICS (-)
Pal = Fremitus suara simetris dextra/sinistra, krepitasi (-)
Pulmo
Per = Sonor di kedua lapangan paru
Aus = Vesikuler, Rhonki (-/-) wheezing(-)

Flat, Soefl, timpani, BU (+), asites(-), hepatomegali (-), splenomegali


Abdomen
(-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2”, edema (-), sianosis (-)
 Status Lokalis
Pemeriksaan Kulit

Status Dermatologikus:
Regio : Brachii S, antebrachii S, thorax posterior,
femoralis D, cruris S
Distribusi : Generalisata
Warna : Hipopigmentasi dengan tepi kemerahan
Ukuran : 6 x 8 cm
Jumlah : Multipel
Efloresensi primer : Plak
Eflorensensi sekunder : -
Batas : Tegas
Kuku : Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan saraf :
GCS : 15, E4M6V5
Rangsang meningeal (-)
Saraf kranial : Dalam batas normal
Motorik : Gerak involunter (-),
MMT eks.Sup: 5/5/5
MMT eks.Inf: 5/5/5
Refleks fisiologis: Biseps (+/+), Trisep (+/+), Patella (+/+), Achilles (+/+)
Refleks patologis: Babinski (-/-)
Pemeriksaan sensibilitas
Di daerah lesi:
Halus –kasar : Hipo-estesi
Panas –dingin : Tidak dilakukan
Tajam –tumpul : Tidak dilakukan
 Pemeriksaan Penunjang
Fisher grading system

Diagnosis
ICD 10 (A30) Morbus Hansen Multibasiler
 Penatalaksanaan
 1. Non-farmakologis
 a.Edukasi mengenai penyakit, gejala, faktor predisposisi dan terapi serta efek sampingnya kepada
pasien dan keluarga pasien.
 b.Edukasi bahwa penyakit ini dapat menular sehingga orang-orang sekitar harus menjaga kebersihan
dan menjaga daya tahan tubuh.
 c.Edukasi pasien untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan jika keluhan memberat atau terdapat
efek samping dari pengobatan.
 Usul terapi non farmakologis dari dokter muda :
 Kegiatan pencegahan cacat : 3M (memeriksa, melindungi, merawat diri)
 Untuk daerah yang mati rasa: 1. Memeriksa dengan sering berhenti dan periksa tangan dengan teliti
apakah ada luka atau lecet sekecil apapun. 2. Melindungi tangan dari benda yang panas, kasar
ataupun tajam, dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain dan mencegah luka. 3. merawat luka
jika ada luka, memar, atau lecet sekecil apapun, rawatlah dan istirahatlah bagian tangan itu sampai
sembuh
 2. Farmakologis
 Pasien saat ini mendapatkan:
 1 kapsul klofazimin dosis 50 mg
 1 tablet dapson dosis 50 mg
 Usul terapi farmakologis dari dokter muda:
 1 kapsul klofazimin dosis 50 mg
 1 tablet dapson dosis 50 mg
Penatalaksanaan

Tujuan :
1. identifikasi sumber perdarahan dengan
kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan
atau tindakan intravascular lain.
2. pencegahan perdarahan ulang, pencegahan
dan pengendalian vasospasme, serta
manajemen komplikasi medis dan neurologis
lainnya.
Komplikasi

a. Medis : kejang dan infeksi (16,9%)


b. Operasi : massa subdural, hematom
intraparenkim, atau tension pneumocephalus
(2,3% )
c. Meningitis atau abses serebri (< 1 %) (Wijono, I.
F., 2015).
Prognosis
Tindakan operasi pada perdarahan subdural
kronik memberikan prognosis yang baik,
karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan
sembuh total. Perdarahan subdural yang
disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka
mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat
mencapai sekitar 50 % (Wijono, I. F., 2015).
BAB 3 Kesimpulan

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi di


ruang subdural yang disebabkan karena robeknya bridging
veins. Perdarahan disebabkan trauma langsung pada kepala
yang kemudian memicu timbulnya akselerasi dan
deakselerasi jaringan otak sehingga merobek pembuluh
darah terutama bridging veins kemudian darah masuk ke
ruang subdural.
Perdarahan subdural dibagi menjadi akut, subakut, dan
kronis. Gejala yang ditimbulkan akibat terkumpulnya
hematom yang mendesak otak dapat berupa nyeri kepala,
mual muntah, kejang, serta dilatasi pupil. Penanganan yang
cepat dan adekuat menentukan besarnya hematom dibantu
dengan pemeriksaan penunjang. Tindakan yang bisa
dilakukan dapat berupa konservatif (medikamentosa).
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai