Anda di halaman 1dari 10

Tatalaksana

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah Untuk:


• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
Algoritma
penatalaksanaan
kejang demam
Saat ini lebih diutamakan pengobatan
profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
• Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali
atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
• Anti kejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,50 C.
Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
berat pada 25-39% kasus.
• Pengobatan jangka panjang/rumatan
Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
 Kejang lama > 15 menit
 Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd, palsi
serebral, retardasi mental, hidrosefalus.
 Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
 Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam > 4 kali per tahun.
 Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2
dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) Pemberian obat
ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Indikasi rawat
• Kejang demam kompleks
• Hiperpireksia
• Usia dibawah 6 bulan
• Kejang demam pertama kali
• Terdapat kelainan neurologis.
Kemungkinan berulangnya kejang demam
• Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
• kejang demam adalah :
• Riwayat kejang demam dalam keluarga
• Usia kurang dari 12 bulan
• Temperatur yang rendah saat kejang
• Cepatnya kejang setelah demam
• Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan
bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
• Faktor risiko terjadinya epilepsi
• Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epielpsi pada orang tua atau saudara kandung
• Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%- 49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah denagn pemberian obat rumat pada kejang
demam.
Prognosis kejang

• Prognosis kejang demam baik, tetapi 25%-50% kejang demam akan


mengalami bangkitan kejang demam berulang dan 4% penderita kejang
demam dapat mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan
tingkat intelegensi.
• Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neu-rologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal
Pencegahan kejang demam
• Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha menurunkan
suhu tubuh apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
obat penurun panas, misalnya parasetamol atau ibuprofen. Hindari obat
dengan bahan aktif asam asetilsalisilat, karena obat tersebut dapat
menyebabkan efek samping serius pada anak. Pemberian kompres air hangat
(bukan dingin) pada dahi, ketiak, dan lipatan siku juga dapat membantu.
• Sebaiknya orangtua memiliki termometer di rumah dan mengukur suhu anak
saat sedang demam. Pengukuran suhu berguna untuk menentukan apakah
anak benar mengalami demam dan pada suhu berapa kejang demam timbul.
• Pengobatan jangka panjang hanya diberikan pada sebagian kecil kejang
demam dengan kondisi tertentu.
Diagnosis banding
Meningitis Bakterial Akut
• Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, terdapat gangguan kesadaran setelah kejang, ruam kulit, fontanel membonjol, dan kaku
kuduk. Pemeriksaan pungsi lumbal tidak normal dan kultur liquor cerebrospinalis (LCS) tumbuh bakteri.
Meningitis Viral
• Kaku kuduk positif. Pemeriksaan pungsi lumbal tidak normal, kultur bakteri LCS negatif, tetapi polymerase chain reaction (PCR)
kemungkinan positif.
Ensefalitis Viral
• Gejala prodromal meliputi gejala infeksi saluran napas atas akut, diikuti nyeri kepala, kaku kuduk dan kejang. Ruam kulit mungkin
timbul. Pemeriksaan pungsi lumbal dan kultur bakteri LCS tidak spesifik karena dapat menunjukkan hasil yang normal. Pemeriksaan
virus dapat ditemukan positif (contoh: herpes simpleks)
Ensefalopati Akut
• Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, diikuti dengan gangguan kesadaran dan kejang dan dapat disebabkan oleh zat
beracun (pada Sindroma Reye) Pemeriksaan pungsi lumbal dapat menunjukkan:
• Peningkatan tekanan LCS, hitung sel dan protein meningkat, dengan penurunan glukosa
• Peningkatan rasio albumin LCS / serum mengindikasikan adanya gangguan sawar otak dan menjadi tanda awal dari ensefalopati akibat
virus yang akut.
• Peningkatan enzim liver dan kadar amonia di dalam darah.
• Gula darah dapat menurun.
• Dapat ditemukan gangguan pada hasilBestelektroensefalografi
Practice BMJ. Cited: August
(EEG). Dapat8,ditemukan
2017. Updated: November
hasil MRI 30,dan
yang normal 2016. Available
tidak from:
normal (contoh:
nekrosis talamus bilateral dan edema otak). Pemeriksaan virus dapat ditemukan positif (contoh: influenza A
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/566/diagnosis/differential.html
Epilepsi
• Pada epilepsi kejang tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan EEG dapat
menunjukkan adanya gelombang epileptiform (contoh: gelombang spike and slow).
• Generalized epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+), adalah sebuah penyakit akibat
gangguan genetik autosomal dominan. Ditemukan riwayat kejang demam yang terjadi
lebih dari 5 tahun dan riwayat bangkitan kejang tanpa demam.
• Hot water epilepsy (HWE), dimana kejang biasanya kompleks-parsial yang didahului
dengan tersiram air panas (40 – 50oC) di kepala. Sering terjadi di India dan Turki. 7%
dari penderita HWE memiliki EEG di antara kejang menunjukkan temporal spikes.
• Sindroma Drevet atau severe myocloninc epilepsy of infancy (SMEI), merupakan
penyakit mutasi genetik. Ditandai dengan epilepsi yang tidak kunjung membaik, tampak
seperti kejang demam pada tahun pertama. Kejang onset dini, berulang dan tipe kejang
yang sering terjadi adalah kejang fokal dan klonik.
Breath-holding spells
• Bayi afebris yang apneu, sianosis dan terdapat gerakan menghentak-hentak pada
ekstremitas setelah menangis, atau setelah stimulasi vagal yang tidak disengaja. Onset
usia 6 – 18 bulan
Best Practice BMJ. Cited: August 8, 2017. Updated: November 30, 2016. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/566/diagnosis/differential.html

Anda mungkin juga menyukai