Anda di halaman 1dari 72

Intoksikasi

Topik Bahasan
Evaluasi Emergensi
Diagnosa Intoksikasi
Dekontaminasi
Enhanced Eliminasi
Disposisi Pasien
Jenis Intoksikasi
Evaluasi
Emergensi

 AIRWAY
 BREATHING
 CIRCULATION
AIRWAY
1.Assessment
2.Treatment
AIRWAY - ASSESSMENT
1. PASIEN SADAR
= reflex nafas baik observasi ketat
“worsening intoxication can result in rapid loss of
airway control “

2. PASIEN TIDAK SADAR


analisa refleks batuk atau menelannya, jika meragukan
lebih baik intubasi endotracheal
AIRWAY - TREATMENT
A. POSISI PASIEN DAN CLEAR AIRWAY
1. Pastikan posisi airway : sniffing position, jaw thrust ,
head-down left-sided position
2. Jika airway belum bersih, periksa oropharing dan
bersihkan dari obstruksi dan sekret dengan suction
atau diusap dengan jari
3. Airway juga dapat dimaintain dengan oropharingel
atau nasopharingeal airway devices
B. PASANG ENDOTRACHEAL INTUBATION
( harus ditraining)
1. NASOTRACHEAL INTUBATION
+ bisa untuk pasien sadar
+ tidak membutuhkan neuromuscular paralisis / anestesi
+ lebih baik dibanding orotracheal tube
- Perforasi mukosa nasal mengakibatkan epistaksis
- Menstimulus muntah pada pasien tak sadar
- Pasien harus bisa bernafas spontan
- Lebih sulit dilakukan bagi bayi krn anatomis dari epiglotis anterior
2. OROTRACHEAL INTUBATION

+ Dipasang dibawah pengawasan langsung


+ Resiko perdarahannya tidak signifikan
+ Tidak diperlukan pernafasan spontan
+ Tingkat kesuksesannya lebih tinggi dibanding nasotracheal
- Seringkali membutuhkan neuromuscular paralisis / anestesi
- Membutuhkan manipulasi leher yang dapat menyebabkan
spinal cord injury
BREATHING
Kesulitan bernafas merupakan penyebab mayor morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan intoksikasi dan drug overdose
Komplikasi yg dapat terjadi ditingkat ini :
1.Gagal nafas paralisa otot nafas
depresi pusat nafas
2. Hipoksia absorbsi O2 yg gagal (pneumoni, ALO)

insufisiensi O2
luka iritasi langsung
3.Bronchospasme efek farmakologi
hipersensitivitas
GAGAL NAFAS
A. ETIOLOGI :

 Paralisis otot2 nafas


 Depresi sentral pusat pernafasan
 pneumonia berat
 odem pulmo
 Obat-obat dan racun yang dapat mengakibatkan gagal
nafas
PARALISA OTOT NAFAS DEPRESI SENTRAL
PUSAT PERNAFASAN

Botulin toksin Barbiturat


Neuromuskular bloker Clonidin dan simpatolitik
lain
Organofosfat dan Carbamate Cyclic Antidepressant
Snakebite Ethanol dan Alkohol
Strychnine Opiates
Tetanus Sedative-Hypnotics
B. KOMPLIKASI GAGAL NAFAS

 HIPOKSIA yang dapat menyebabkan


kerusakan otak, aritmia jantungdan cardiac
arrest

 HIPERCARBIA yang mengakibatkanasidosis


yang berkontribusi pada aritmia, khususnya
pada overdosis cyclic antidepressant
C. DIAGNOSA BANDING

 Bacterial /viral Pneumonia


 Viral Encephalitis atau Myelitis
 Traumatik atau Iskemik spinal cord atau
Central nervous injury
 Tetanus , penyebab rigidity otot2 dinding
dada
D. TREATMENT

 CEK AGD ......adekuasi ventilasi pernafasan


dilihat dari PCO2....> 60 mengindikasikan
pemasangan VENTILATOR

 Lakukan pernafasan buatan dengan bag-valve-


mask atau bag-valve-endotracheal tube device
sampai ventilator siap
HIPOKSIA
A . ASSESSMENT
B . KOMPLIKASI
C . DIAGNOSA BANDING
D . TREATMENT
Penyebab Hipoksia
1. Inert gases
 carbon dioxide
 methane dan propane
 nitrogen

2. Cardiogenic Pulmonary Edema


 Beta bloker
 Cyclic Antidepressant
 Quinidine , procainemide, disopyramide
 Verapamil
3. Hipoksia Selular
 Carbon monoxide
 Cyanide
 Hidrogen Sulfide
 Methemoglobinemia
 Sulfhemoglobinemi
4. Pneumonia atau Noncardiogenic
Pulmonary Edema
 Aspirasi isi lambung
 Aspirasi hidrokarbon
 Chlorine dan gas iritan lain
 Cocaine
 Ethylene glycol
 Opiat
 Salicylate
CIRCULATION

Cek tensi , HR-nadi, rhythm


 ECG monitoring / 12 lead
 akses vena...... Infus D5% atau NS
Pasang foley kateter pada pasien dgn
penurunan kesadaran/koma, hipotensi,
kejang
DIAGNOSA INTOKSIKASI
Penegakan diagnosa harus dilakukan secepat
mungkin tanpa skrining toksikologi
Disebagian besar kasus, diagnosa dapat
ditegakkan hanya dgn anamnesa, PF dan lab
rutin sederhana (DL,UL,SGOT/PT,Ur/cr,
elektrolit, ECG,glukose)
DECONTAMINA
SI
SURFACE
DECONTAMINATION

 Kulit
 Mata
GASTROINTESTINAL
DECONTAMINATION
 Emesis
 Gastric lavage
 Activated charcoal
 Whole bowel irrigation
ENHANCED
ELIMINATION
1. URINARY MANIPULATION
2. HEMODIALISIS
3. HEMOPERFUSI
4. PERITONEAL DIALISIS
5. ULANGI DOSIS ACTIVE CHARCOAL
(20-30 g atau 0,5-1 g/kg BB tiap 2-3 jam)
DISPOSISI PASIEN
 Pasien harus diobservasi diER sedikitnya 6 jam sebelum
dipulangkan atau dirujuk kenonmedik spt psikiater
 Jika gejala dan tanda intoksikasi berkembang selama
diER..pasien harus dirawat inap
 Hati-hati dan sadari adanya komplikasi lambatdari absorbsi
obat yg lambat, misal pada obt sustained release / enteric coated
 Kebanyakan pasien membutuhkan observasi di ICU meskipun
tergantung pula pada kecenderungan berpotensi terhadap
timbulnya komplikasi cardiorespiratory
 Lakukan observasi yg lebih ketat pada upaya bunuh diri
JENIS INTOKSIKASI
INTOKSIKASI OBAT
INTOKSIKASI
MAKANAN/MINUMAN
INTOKSIKASI ZAT KIMIA
ACETAMINOPHEN
= Paracetamol, panadol, tempra
 Mekanisme toksisitas : hasil oksidase
metabolismenya oleh sitokrom P-450
meracuni hepar (hepatotoksik). Normalnya,
hasil metabolisme aktif ini langsung
didetoksifikasi dg cepat oleh glutatione di
hepar, pada saat intoksikasi, terjadi produksi
metabolit aktif yg berlebihan melebihi
kapasitas glutatione dihepar...liver injury
Dosis toksik :
1. Akut : 140 mg/kg (anak), dws : 6 gram
2. Kronik : 4-6 g (pada alkoholism)

Presentasi klinis
1. Awal : anoreksia, nausea, vomit
2. Setelah 24-48 jam : ketika PT dan transaminase
meningkat hepatic necrosis gagal hati
encephalopathy , meninggal
Diagnosa :

1. Acetaminophen serum level yg


dibandingkan dg menggunakan nomogram
utk memprediksi adanya liver toxic
2. Elektrolit, GDS, BUN,Cr, transaminase, PT
Terapi
1. Emergency dan supportive :
 cegah vomit yg dapat memperlambat antidote/charcoal
dengan metoklopramide
 Terapi suportif umum untuk gagal hepar atau ginjal

2. Antidote : acetylcysteine 140 mg/kgBB/hari yg


harus masuk dalam 8-10 jam
1. Decontaminasi :
 Prehospital : activated charcoal/ipekak syrup
 Hospital : activated charcoal dan cathartic
ALKOHOL TOKSIK
Etanol atau etil alkohol (CH3-CH2-OH)
Isopropanol atau isopropil alkohol (CH3-
CHOH-CH3)
Metanol atau metil alkohol (CH3OH)
Etilen glikol (CH2OH-CH2OH)
Ethanol
Sbg campuran pada kosmetik dan antiseptik
disamping minuman beralkohol
Gambaran klinis mabuk disertai dengan
penurunan kesadaran, gangguan koordinasi
dan kognitif (mirip trauma kepala )
Etanol dapat menyebabkan hipotensi dengan
takikardia akibat vasodilatasi perifer


Gambaran klinis
Blood ethanol level Manifestasi klinis
100 mg/dl Gangguan tingkah laku, gangguan
pengambilan keputusan , bicara
slurred/cadel, afek labil, unsteady gait,
talkativeness
200 mg/dl Ditemukan efek pada motor area otak,
hipoglikemi berat
300 mg/dl Stupor dengan gangguan persepsi sensorik
berat
400 mg/dl Koma, kegagalan persepsi
500 mg/dl Paralisa pusat respiratorik, metabolik
asidosis dan kematian
Etanol Isopropanol Metanol Etilen Glikol
Klinis mabuk Klinis mabuk Klinis tidak seringKlinis tidak sering
Hipotensi Mabuk cepat, sadar penampakkan mabuk penampakkan mabuk
Takikardia cepat Kerusakan retina Hipertensi
Nistagmus(+) Bau nafas seperti Rigiditas pada ototTakikardia
aroma buah yang khas Hiperventilasi Rigiditas pada otot
Hematemesis Hiperventilasi
Kerusakan jantung,
paru, ginjal dan otak
(saraf kranial)
Hipoglkemia Peningkatan kreatinin Metabolik asidosis Hipokalsemia
Peningkatan enzim dengan ureum normal dengan anion gap yang Metabolik asidosis
transaminase Peningkatan keton tinggi dengan anion gap yang
dalam darah tinggi
Management
Amankan airway
Skrining penyebab lain dari stupor/koma
Head CT scan dilakukan pada pasien
intoksikasi yang memiliki riwayat trauma
kepala yg signifikan dengan GCS < 15
Gastric lavage jika intoksikasi dalam
jumlah besar dalam tempo < 1jam
Charcoal tidak membantu
Management
Thiamine 100 mg IM/IV selama 3 hari
Glucose 40% 50 cc untuk mengkoreksi alkohol-
induced hypoglycemia
Hemodialisis berguna untuk life threatening
overdosis
Intoksikasi berat dapat mengakibatkan hipoksia dan
retensi PCO2 dan membutuhkan intubasi dan
ventilator
Hipotensi biasanya akan kembali normal dengan
pemberian cairan, jarang membutuhkan inotropik
TATALAKSANA NEUROPATI
OPTIKUM
Shukla 2006 : pasien-pasien dengan gangguan penglihatan
akibat metanol yang baru mendapat metilprednisolon dosis
tinggi setelah 6-45 hari meminum metanol

Dosis metilprednisolon yang digunakan sangat tinggi yaitu 1


gram dilarutkan dalam 500 ml ringer laktat dan diberikan
dalam waktu 2 jam selama 3 hari berturut-turut. Terapi steroid
kemudian dilanjutkan dengan prednison oral (40 mg) selama
14 hari dan ditappering off dalam 4-6 minggu

Seminggu setelah terapi mulai terlihat adanya perbaikan visus


dan terus membaik secara bertahap hingga akhir studi 3 bulan
kemudian pada 88,2% kasus. Akan tetapi, tidak ada kasus
dengan visus yang kembali normal hingga akhir masa studi
 Shukla M, Shikoh I, Saleem A. Intravenous methylprednisolon could salvage vision in methyl alcohol poisoning. Indian J
Ophthalmol. 2006; 54:68-9
ORGANOFOSFAT
2. Organofosfat (OF)
3.  Karbamat (KB)
TOKSIKOLOGI PESTISIDA
Organofosfat dan Karbamat

Menghambat enzim pseudokholinesterase dalam


plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah
dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
asetylkholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf
pusat dan perifer, syaraf terus-menerus mengirimkan
perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot
tersebut senantiasa bergerak tanpa dapat
dikendalikan.
Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-
otot tertentu, tanda dan gejala lain dari
keracunan pestisida organofosfat adalah pupil
atau celah iris mata menyempit sehingga
penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut
berbusa atau mengeluarkan banyak air liur,
sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak,
detak jantung yang cepat, mual, muntah-
muntah, kejang pada perut, mencret, sukar
bernafas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau
lumpuh dan pingsan.

tubuh.
Tabel : Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada
toksisitas organofosfat.
Efek Gejala

1. Muskarinik  Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)


 Kejang perut
 Nausea dan vomitus
 Bradicardia
 Miosis
 Berkeringat
2. nikotinik Pegal-pegal, lemah
Tremor
Paralysis
Dyspnea
Tachicardia
3. sistem saraf pusat Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
Sakit kepalaEmosi tidak stabil
Bicara terbata-bata
Kelemahan umumConvuls
Depresi respiras
 dan gangguan jantungKoma
Penatalaksanaan.
1.  Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa
pernafasan dan nadi.
Infus kristaloid  15-  20 tts/menit , hisap lendir dalam saluran
pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalau perlu
ventilator jika ada gagal nafas berat.
Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun
organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong
Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask
atau menggunakan alat bag – valve – mask

2.    Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac  15  -  30 ml.
Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
                
2.    Eliminasi
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan
dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut  dan memandikan seluruh tubuh dengan
sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam
Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah
aspirasi pnemonia.
3.  Antidotum.
Atropin sulfat ( SA )  bekerja dengan menghambat efek
akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a.   Mula-mula diberikan bolus SA IV  1-2,5 mg
b.   Dilanjutkan dengan  0,5–1 mg setiap 5-10-15 menit sampai
timbul gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15–30- 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d.  Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound
effect berupa edema paru

Anda mungkin juga menyukai