Anda di halaman 1dari 18

APPENDISITIS AKUT

Oleh :
dr. Vicki Jessika
Pendamping :
dr. LiaFebriyani, MARS
dr. WayanWidyana

Program Dokter Internsip Indonesia


Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana
Lampung Timur 2020
PENDAHULUAN
 Apendisitis merupakan kasus gawat bedah abdomen tersering dan
memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari
komplikasi yang serius
 Apendisitis yang terlambat ditangani akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa
sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan.
 di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara
kasus-kasus gawat darurat,
 Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko kesalahan
diagnosis sekitar 15-20%.Bahkan pada wanita kesalahan
diagnosis ini mencapai 45-50%.
ANATOMI DAN FISIOLOGI APP
• organ dengan struktur tubular yang
rudimeter
•pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan
diameter sekitar 0,5-0,8 cm.
•terdapat di antara Ileum dan Colon
ascendens
•Vascularisasi A. Appendikularis cabang
dari A.Iliaca dan trunkus mesenterica
•Dipersarafi oleh cabang N. Vagus dan
saraf simpatis berasal dari N. Thorakalis
X

organ imunologi yang secara aktif


mensekresikan Imunoglobulin A (IgA).
DEFINISI
 Appendisitis adalah peradangan pada organ
appendiks vermiformis atau yang di kenal juga
sebagai usus buntu
 Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
appendisitis
 Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda
asing 4%, dan sebab lainnya 1%.
EPIDEMIOLOGI
 Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun,
 Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidens pada lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang,
pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan
prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60
tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat
apendisitis.
ETIOLOGI
 Faktor sumbatan
 Faktor bakteri
 Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif
 Kecenderungan familiar
 Faktor ras dan diet
KLASIFIKASI
1. APPENDISITIS
AKUT

a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)


Peradangan pada di mukosa dan sub mukosa
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendisitis
cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)
iskemik dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.

3. Appendisitis akut gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat
erat satu dengan yang lainnya.

3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan,
lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic

4. Appendisitis Perforasi
app yang gangren menyebabkan pus masuk ke rongga perut sehinga terjadi peritonitis
umum

5. Appendisitis Kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang. Appendisitis
Apersisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah. kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik
P
A
T
O
F
I
S
I
O
L
O
G
I
MANIFESTASI KLINIS
 Nyeri abdominal
 Mual-muntah biasanya pada fase awal
 Nafsu makan menurun (anoreksia)
 Obstipasi dan diare pada anak-anak.
 Demam
DIAGNOSIS
 ANAMNESA
 PEMERIKSAAN FISIK
 PENUNJANG
SCORRING

 Interpretasi dari Modified Alvarado Score :


1–4 sangat mungkin bukan appendisitis akut
5–7 sangat mungkin appendisitis akut
8 – 10 pasti appendisitis akut
 Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1–4 : observasi 5–7 : antibiotik
8 – 10: operasi dini
SCORRING APP PADA ANAK
DIAGNOSIS BANDING
 Gastroenteritis
 Limfadenitis mesenterica
 Peradangan pelvis
 Kehamilan Ektopik
 Diverticulitis
 Batu ureter atau batu ginjal
PENATALAKSANAAN

OPERATIF
 Indikasi Appendiktomi :

 Appendisitis akut
 Appendisitis kronik

 Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang

 Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih

 Apendisitis perforata
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermicularis, dan
merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering terjadi pada anak-anak
maupun dewasa.Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya seimbang,
kecuali pada umur 20-30 tahun, didapatkan insiden lebih tinggi pada laki-
laki.Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar  umbilikus atau
periumbilikalis. Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda peritonitis lokal
pada titik Mcburney, dan rangsangan kontralateral; blumberg dan rovsing sign .
Pemeriksaan lain yang dapt mendukung diagnosa yaitu psoas sign, obturator sign
dan nyeri tekan pada rectal toucher . Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak
dilakukan, antara lain dengan menggunakan sarana diagnosis penunjang:
laboratorium (darah, urin, CRP), foto polos abdomen, pemeriksaan barium-enema
USG dan CT scan abdomen. Diagnosis jugadapat dibantu dengan skoring

Anda mungkin juga menyukai