Anda di halaman 1dari 27

STUDI BIOFARMASEUTIK

PEMBERIAN OBAT PER


REKTAL
Pemberian obat melalui rektal
Pemberian obat melalui rektum

1. Pengobatan lokal: wasir, radang rektum, lokal anastesi atau


konstipasi

2. Sistemik :
◦ penderita muntah atau ada gangguan saluran cerna
◦ zat aktif terurai dalam saluran cerna
◦ zat aktif terurai melalui siklus enterohepatik dan first pass effect
◦ penderita tidak mau menelan obat karena rasa yang tidak enak
◦ menghindari pemberian secara parenteral
Pemberian obat melalui rektum

 Kekurangan
1. Onset seringkali lebih lambat

2. Jumlah total zat aktif yang dapat diabsorpsi kadang-


kadang lebih kecil dari rute pemberian lainnya
(karena volume cairan atau luas permukaan)
Karakteristik Rektum

 pH mirip pH usus besar = (7,2-7,4)


 Umumnya rektum kosong kecuali pada saat defekasi
 Adanya feses di luar saat defekasi, kadang –kadang
tidak dapat diabaikan (sebaiknya dihilangkan dulu)
 Bagian ampula recti mengandung air dan senyawa
kental sejenis musin
Aliran Darah Rektum
Transport obat melalui rektum
Suppositoria
Mekanisme kerja
 Mekanik;
merangsang usus dengan refleks sehingga
menyebabkan defekasi
 lokal; obat anti wasir

 Sistemik;

mengandung senyawa yang dapat diabsorpsi dan


berefek pada organ lain selain rektum
Pelepasan Obat dari Suppositoria
Proses biofarmasi sediaan suppositoria
Penghancuran Sediann

Proses hancurnya sediaan tergantung pada


jenis basis yang digunakan :
◦ Basis lemak  Melebur ; suhu (32,6-37,60 C)
◦ Basis larut air  Melarut
Keseluruhan proses tidak boleh lebih dari 10 menit
Pelepasan Obat
 Setelah sediaan hancur maka obat akan lepas dengan berpindah dari
basis yang telah larut/leleh ke cairan rektum
 Proses pelepasan akan dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif dalam
basis
zat larut dalam basis akan mengalami pelepasan lebih lambat
daripada zat aktif yang terdispersi.
 Kemungkinan ada refleks penolakan sehingga pelepasan obat harus
sesegera mungkin
 Penggunaan suppositoria sebaiknya dalam keadaan berbaring
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh:

 Sifat fisikokimia zat aktif


 Konsistensi basis
 Viskositas hasil leburan
 Sifat pembawa
 Konsentrasi zat aktif
 Koefisien partisi zat aktif pada fase lemak dan cairan rektum
 Ukuran partikel zat aktif
Absorpsi Obat
Dipengaruhi oleh;
- posisi/kedudukan suppositoria setelah pemakaian
- Waktu tinggal dalam rektum
- pH rektum dan pKa zat aktif
- Konsentrasi zat aktif dalam cairan rektum (kelarutan zat
aktif)
Posisi/kedudukan suppositoria setelah pemakaian

 Bila ZA dilepaskan pada ampula recti bagian atas,


maka ZA akan dibawa ke hati atau mengalami FFE
 Suppo dengan pambawa ol.cacao cenderung
menempati rektum bagian atas, sedangkan dengan
pambawa emulsi m/a cenderung menempati rektum
bagian bawah.
Waktu tinggal dalam rektum
 Kondisional  rekleks defekasi
pH rektum dan pKa zat aktif
 Penyerapan rektum tergantung pada derajat ionisasi
ZA;
 ZA yang tak terionkan pada pH rektum (7,2-7,4) akan
diserap lebih cepat.
 pH rektum dapat diubah dengan penambahan dapar
yang sesuai dengan pH pembawa suppo =>
absorbsi ZA >>>
Jumlah zat aktif yang diabsorpsi
Jika zat aktif larut dalam pembawa;
(berlaku untuk pelepasan 30-50% zat aktif)

Q = jumlah zat aktif diabsorpsi per satuan luas


Co = kadar zat aktif terlarut dalam pembawa
D = koefisien difusi
t = waktu setelah pemberian obat
Jumlah zat aktif yang diabsorpsi

Jika ZA tersuspensi dalam pembawa maka dipakai hipotesa


berikut;
- Partikel ZA lebih kecil daripada tebal leburan pembawa
- Konsentrasi ZA tersuspensi lebih besar daripada konsentrasi yang terlarut
dalam volum yang sama
- Laju pelarutan partikel tersuspensi lebih besar dari laju difusi
- Tidak ada interaksi antara pembawa dengan mukosa
- ZA yang dilepaskan dipermukaan mukosa diserap dengan cepat
Jumlah zat aktif yang diabsorpsi
 Harga Q dapat dihitung dari persamaan berikut (Zat
aktif tersuspensi);

 Persamaan ini berlaku sampai semua partikel


terlarut. Bila harga C dapat diabaikan terhadap Co
maka diperoleh persamaan sebagai berikut;
Pemberian melalui rektum untuk tujuan sistemik

Absorpsi per oral lebih baik daripada per rektum bila;


- Zat diabsorpsi melalui transport khusus

- Zat sangat sukar larut, volume cairan rektum sangat

sedikit
- Rektum pendek, absorpsi sedikit

- pH cairan tidak sesuai

- Bila diperlukan surfaktan alami seperti garam empedu

- Bila penyerapan tergantung pada keadaan dan jumlah

makanan
Pemberian melalui rektum untuk
tujuan sistemik
 Absorpsi melalui rektum mungkin lebih baik
daripada oral bila;
 Zat rusak oleh enzim atau suasana pH saluran cerna
 Zat dimetabolisme secara eksensif pada siklus
enterohepatik atau first pass metabolisme
Faktor fisiologis dan patofisiologis yang
berpengaruh pada absorpsi obat

 Keadaan demam, menunjukkan absorbsi yang lebih baik bila


ZA dengan pembawa berlemak.
 Gangguan transisi saluran cerna; diare  tidak bisa diberi
pengobatan sistemik melalui rektum.
 Penggunaan salep rektum efektif pada penderita wasir
 Pencucian rektum atau pembersihan feses dalam rektum
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan suppositoria
Pemilihan basis
- ZAlarut air, gunakan basis berlemak dengan suhu lebur < suhu rektum
- ZA sukar larut, gunakan partikel halus, pH rektum diubah dengan
penambahan dapar atau konstanta dielektrik basis diubah
- ZA berupa cairan dan dapat melarutkan basis maka pilih basis yang
konsistensinya lebih tinggi (basis larut air) atau suhu lebur lebih tinggi
(basis berlemak)
- Zat aktif membentuk campuran eutektik dengan basis, cari pembawa yang

suhu leburnya sesuai.


Basis suppositoria yang ideal
 Meleleh pada suhu 360C. Suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk
campuran eutektik
 Non toksik dan non iritasi
 Tidak mempunyai bentuk metastabil
 Dapat mengkerut pada proses pendinginan sehingga memudahkan
pengeluaran dari cetakan
 Dapat bercampur dengan air
 Stabil selama penyimpanan
Evaluasi biofarmaseutik
Uji in vitro
 Jarak suhu lebur basis (basis lemak)
 Kecepatan pelelehan basis (basis lemak)
 Kecepatan pelarutan basis (basis larut air)
 Viskositas basis
 Disolusi
Uji ketersediaan hayati
 Uji ketersediaan hayati absolut
 Mengukur kadar obat dalam darah dari pemberian melalui rektal
dibandingkan dengan penggunaan melalui intravena
 Uji ketersediaan hayati relatif
 Membandingkan ketersediaan hayati dengan bentuk sediaan lain
dengan rute sama atau berbeda

Anda mungkin juga menyukai