Anda di halaman 1dari 48

+

TRAUMA KEPALA PADA ANAK

Rahmatan
1807101030030
Pembimbing: dr. Sri Hastuti, Sp.S
+
PENDAHULUAN

 510.000 kasus cedera otak traumatik per tahun pada


anak- anak usia 0–14 tahun; 1 dengan 2.000–3.000 di
antaranya meninggal setiap tahunnya
 Cedera kepala menempati urutan permasalah kesehatan
yang serius dan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di dunia. 25% pada cedera kepala anak, dapat
menyebabkan kematian dan cacat yang tinggi.
+

 perdarahan subarakhnoid merupakan masalah


kesehatan dunia dengan tingkat kematian dan
kecatatan permanen yang tinggi dan sering
terjadi pada anak
 Asimtomatik

 Trauma ringan sering menyebabkan kerusakan


jaringan otak
+

 tatalaksana yang dilakukan pada cedera kepala


pada anak berbeda dengan dewasa,
 perbedaan anatomis dan fisiologis
 edema otak lebih luas dan sering pada anak
 kejang pasca trauma.
+

TINJAUAN PUSTAKA
+
DEFINISI

Cedera otak traumatik menurut


Konsensus Nasional Penanganan Trauma
Kapitis dan Spinalis adalah trauma
mekanik terhadap kepala secara langsung
maupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi
neurologis berupa gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial temporer
maupun permanen.
+ Anatomi 7
+
Patofisologi
+
Klasifikasi
Berdasarkan GCS
1. Ringan : 14-15
Dapat disertai gejala klinik lainnya, missal; mual, muntah, sakit kepala atau
vertigo

2. Sedang: 9-13
Hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
Dapat tidak atau ditemukan definisit neurologis, Amnesia pasca cedera selama <
7 hari(bisa positif atau negative)

3. Berat : 3-8
Hilang kesadaran > 6 jam
Ditemukan defenisit neurologis
Amnesia pasca trauma > 7 hari
+
Berdasarkan lokasi
1. Perdarahan epidural akut (EDH)

 Volume perdarahan >30 cc dengan nilai GCS berapapun juga

 Volume perdarahan <30 cc atau ketebalan <15mm atau midline shift < 5 mm atau GCS > 8 bisa
dilakukan terapi non-operatif

 Pasien dengan EDH akut atau GCS<9 atau pupil anisokor sebaiknya dilakukan operasi secepat
mungkin

2. Perdarahan subdural akut (SDH)

 SDH dengan ketebalan >10mm atau midline shift >5mm harus dievakuasi dengan nilai GCS
berapapun juga

 SDH dengan ketebalan <10mm atau midline shift <5mm harus dievakuasi jika GCS turun 2 poin
dari waktu cedera sampai masuk rumah sakit, fungsi pupil abnormal atau TIK >20 mmHg
+

1. Lesi parenkim traumatic

dengan GCS 6-8 dengan volume lesi frontal atau temporal >20cc dengan midline shift >5mm
atau volume lesi apapun >50cc.

2. Fraktur tertekan (depressed cranial fractures)

 tebalnya melebihi ketebalan tengkorak harus dioperasi untuk mencegah infeksi

 Kriteria non-operatif: fraktur tertekan terbuka tanpa penetrasi ke dura, perdarahan


intraparenkim, depresi <1 cm, keterlibatan sinus frontal, deformitas, infeksi luka,
pneumosefalus atau kontaminasi luka terbuka
+
Diagnosis
1. Anamnesis
 Mekanisme trauma
 Adanya gangguan kesadaran atau tidak,
 Gejala-gejala yang menyertai seperti gejala peningkatan tekanan intrakranial
 Tanda dan gejala akibat fraktur basis kranii
 Kejang sehubungan dengan kecelakaan
 Muntah
 Sakit kepala, gangguan visual atau gejala neurologis fokal
 Adanya amnesia post traumatika
 Adanya cedera di bagian tubuh lain
 Riwayat penyakit dahulu (trauma sebelumnya, riwayat kelainan darah, dan lain sebagainya)
 Tingkat perkembangan anak
 Riwayat pengobatan dan obat yang diminum saat ini
 Alergi dan Makanan atau minuman terakhir
+
Pemeriksaan Fisik
 Kepala : hematoma kulit kepala sangat bermakna pada pasien anak dan harus hati-hati dan
teliti memeriksanya.

 Fraktur : depresi, dasar tengkorak ("mata rakun", "Battles tanda" (posterior memar auricular),
CSF kebocoran, darah di saluran telinga atau di belakang membran timpani)

 Lingkar kepala harus diukur pada anak di bawah 1 tahun

 Wajah : memeriksa untuk patah tulang wajah, luka intraoral, air mata frenulum

 Leher: imobilisasi dengan pasang penyangga leher jika cedera medula spinalis tidak bisa
dikesampingkan klinisnya

 Torak : mencari memar, bengkak, deformitas, krepitasi tulang, luka

 Neurologis: memeriksa saraf kranial dan defisit neurologi


+

Glasgow Comascale Pada Anak

Respon Membuka Mata Response Motorik Response Verbal

Nilai normal :  
 
4 spontan 6 mengikuti perintah 5 babling 9
Lahir sampai 6 bulan :
3 dipanggil 5lokalisasi terhadap nyeri 4 iritable, menangis 1 sampai 2 tahun : 11
2 sampai 5 tahun : 12
Lebih dari 5 tahun : 15 (10)
2 rangsangan nyeri 4 menarik flesi 3 menangis bila dirangsang nyeri

1 tidak adarespon 3 abnormalfleksi 2 mengerang bila dirangsang nyeri

  2 ekstensi 1 tidak adarespon

  1. tidak adarespon  
+
Pemeriksaan penunjang

 Radiologis :
1. Foto Polos Kepala AP/lat
2. Foto Servical Lateral
3. CT-Scan Kepala (Kontras/NonKontras)
+
Tatalaksana

Survey primer :

Menilai dan mengamankan jalan napas dan memastikan tulang belakang servikal tidak
ada tanda cedera dan imobilisasi

Menilai pernafasan dan memberikan oksigen dengan masker

• Menilai sirkulasi, mendapatkan akses IV, dan dimulai resusitasi cairan jika ada indikasi (tanda-tanda
hipovolemia/ syok)
• Tentukan tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale atau skala AVPU (mencatat setiap tanda asimetri
di ekstremitas), dan memeriksa ukuran pupil, simetri dan reaksi terhadap cahaya.
+
Cedera Kepala Ringan
• Pasien cedera kepala ringan dengan gejala sakit kepala, mual dan muntah diberikan cairan

• Infus IV jika muntah terus-menerus (0,9% saline).

• Analgesia ringan misalnya Parasetamol secara oral.

•Pasien harus diobservasi minimal dalam 24 jam pertama untuk memastikan tidak ada
perburukan neurologis.

•Gejala neurologis : menurun GCS atau muntah persisten > 4 jam setelah masuk memerlukan
penilaian ulang +/- pencitraan kepala.

• Manajemen selanjutnya tergantung kepada kondisi pasien dan hasil CT scan. Apabila ada hasil
CT scan yang abnormal maka pasien perlu perawatan di rumah sakit
+
Cedera Kepala Sedang dan Berat
 Memantau tekanan intrakranial (TIK) dan menurunkannya apabila
meningkat
 Elevasi kepala 300
 Mengoptimalkan oksigenasi otak dan tekanan perfusi serebral
 Mencegah masalah sistemik dan secondary brain insults
 Terapi edema otak
 Pencegahan kejang
 Pembedahan dekompresi
+

LAPORAN KASUS
+ Identitas pasien
 Nama : Muhammad Siddiq
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 2 tahun
 Alamat : Nagan Raya
 No CM : 1-21-21-27
 Tanggal Masuk : 21 Juni 2019
 Tanggal Periksa : 25 Juni 2019
+ Anamnesis

 Keluhan Utama

Nyeri Kepala

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari rumah sakit Meulaboh datang dengan keluhan nyeri kepala hebat setelah
terjatuh dan kepala terbentur mengenai dinding tembok. Awal mulanya pasien sedang bermain dan
berlari-lari di teras masjid kemudian pasien terjatuh dan kepala terbentur mengenai tembok dinding
masjid. Pada saat kejadian, keluarga pasien mengatakan pasien tidak pingsan maupun kejang, tetapi pada
area luka kepala keluar darah sangat banyak, lalu telinga dan mulut pasien juga keluar darah kental
kurang lebih sebanyak 100 cc disertai lebam di kedua mata pasien, Riwayat keluar darah dari hidung
disangkal. Riwayat muntah tanpa diawali dengan mual dengan frekuensi 2x berisi makanan dan air
setelah kejadian dan pasien kembali muntah sebanyak 2x dirumah sakit berisi air saja. Riwayat
kelemahan anggota gerak disangkal.
+  Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Epilepsi dan kejang-kejang sebelumnya
disangkal
 Riwayat Pengobatan

Tidak ada riwayat penggunaan obat sebelumnya


 Riwayat Kebiasaan
Pasien sangat aktif bermain sendiri dan terkadang tanpa ada
pengawasan dari orang tua
+
Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum

 Kesadaran : E3M5V5

 Tekanan Darah : 100/60 mmHg

 Nadi : 110x/menit

 Pernafasaan : 24x/menit

 Suhu : 37,8oC
 Wong Baker Faces : 8
+
Antropometri
 Berat Badan : 13 kg
 Tinggi/panjang badan : 100 cm
 Lingkar Kepala : 45 cm

Riwayat Imunisasi
 Lengkap : (Hb-0, BCG 1x, Combo 3x
(DPT, Hepatitis B, HIB),Polio 4 x)

• Tidak lengkap : Campak 1 x


+
Status Lokalis

Luka : ada
 Jumlah : Satu
 Lokasi : Kepala bagian belakang
 Ukuran : 5X3 cm
 Tepi : Ireguler
 Permukan : tidak rata
+
Status Generalis

1. Kulit
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Edema : disekitar luka robek
+ 2. Kepala dan Leher

 Ukuran : normocephali

 Rambut : hitam, distribusi merata

 Wajah : simetris, tidak dijumpai deformitas dan tidak edema

 Mata : Racoon Eyes (+), Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+),


ikterik (-/-), pupil (isokor/isokor), refleks cahaya langsung (+/+) dan refleks
cahaya tidak langsung (+/+)

 Telinga : otorhea (+/-), Battle sign (-)

 Hidung : sekret (-/-), epitaksis(-/-)

 Mulut : Darah (+), sianosis (-), bibir kering (+), pucat (+)

 Leher : TVJ R-2 cmH2O, deviasi (-), massa (-), pembesaran Kelenjar
Getah Bening (-).
+
3. Thorax
Inspeksi : simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), sf dextra = sf sinistra
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

4. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : batas pekak jantung melebar ke kanan dan ke kiri, thrill
(-)
Perkusi : Sonor memendek (+/+)
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop S3 (-)
+ 5. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Lien : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Ginjal : ballotement (-/-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik normal

6. Genetalia
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
+ Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4M6V5
TRM : tidak ditemukan
Pemeriksaan saraf kranial :
N-1 (Olfaktorius) : Sulit dinilai karena pasien tidak kooperatif

N-II (Optikus)
-Uji ketajaman : tidak dapat dinilai
N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
-Gerakan bola mata : tidak dapat dinilai
-Pupil : bulat Isokor 3mm/3mm, RCLT (+/+) RCTL (+/+)
N-V (Trigeminus)
-Sensorik : tidak dapat dinilai
-Motorik : tidak dapat dinilai
N-VII (Fasialis)
-Sensorik : tidak dapat dinilai
-Motorik : tidak dapat dinilai
+
N-VIII (Vestibulicochlearis)
 Keseimbangan : tidak dapat dinilai
 N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus) : tidak dapat dinilai
 N-XI (Aksesorius): tidak dapat dinilai

N-XII (Hipoglosus)
 Tremor lidah : (-)
 Atrofi lidah : (-)
+

 Kekuatan Motorik : 5555| 2222

5555| 2222

 Refleks Fisiologis : +| +

+| +

 Refleks Patologis : Babinski (+/+)

 Sensorik : tidak dapat dinilai

 Otonom : Tidak ada gangguan defekasi dan miksi


Pemeriksaan
+ penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

 Laboratorium Darah Rutin    

Hemoglobin 9,6 12,0-15,0 g/dl

Hematokrit 28 45-55 %

Eritrosit 3,7 4,7-6,1 x 106/mm3

Leukosit 12,6 4,5-10,5 x 103/mm3

Trombosit 281 150-450 x 103/mm3

Eosinofil 0 0–6%

Basofil 0 0–2%

Netrofil Batang 0 2–6%

Netrofil Segmen 60 50 – 70 %

Limfosit 28 20 – 40 %

Monosit 12 2–8%

Faal Hemostasis    

Waktu perdarahan 2 1-7

Waktu pembekuan 7 5 - 15

Ginjal-Hipertensi    

Ureum 20 13 – 43 mg/dL

Kreatinin 0,35 0,51 – 0,95 mg/dL

Elektrolit    

Natrium 141 132 – 146 mmol/L

Kalium 4,5 3,7 – 5,4 mmol/L

Clorida 112 98. – 106 mmol/L


+ CT Scan Kepala non Kontras
 CT Scan Kepala Non kontras tanggal 21 Juni
2019

 Cranium tidak intak

 Fraktur Temporo parietal dextra

 Sulcus dan gyrus menghilang/menyempit

 Hiperdens at sulcus dan gyrus parenkim


serebrii

 Serebellum dalam batas normal

Kesan : Perdarahan Subarachnoid dengan


Fraktur Temporo parietal dextra dan Edema
Serebrii
+ Foto Scadel AP/Lateral

Foto Scadel AP/Lateral 21 Juni 2018

 Kesan : Fraktur Linier at parietal Dextra


+
Diagnosis Kerja

 Diagnosis Klinis : Cephalgia, Vomitus, Otorrhea AD


 Diagnosis Topik : Subarachnoid Space
 Diagnosis Etiologi: Acselerasi deselerasi impact Traumatik
 Diagnosa Patologis : Hemorrage dan Edema Serebrii
 Diagnosa Tambahan : Close Fraktur Linear ar temporoparietal Dextra
+ Tatalaksana

TerapI Suportif Medikamentosa Medikamentosa

• Primary Survey • (Saraf) : • (Bedah Saraf) :


(ABCD) • IV Citicholine 75 • Tindakan
• Stabilisasi mg/12j Craniotomy Elevasi
Hemodinamik • Drip nimodipin 1,3 Fr Depress
dengan pemberiann cc/jam • AFF Drain
IVFD Nacl 0,9 % • Paracetamol 4 x C1 • Transfusi PRC 150
2:1 20 gtt/menit • IV ceftriaxone 350 cc
(mikro) mg/12 jam
• Elevasi Kepala 30 0 • IV Novalgin 1 amp/8
• Pemasangan tampon jam
a.r auri dextra dan
pertahankan tampon
3 hari
+
Prognosis

 Ad vitam : Dubia ad bonam


 Ad fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
+

ANALISA KASUS
+
 gaya akselerasi-deselarasi akibat kepala bergerak cepat
dalam tenggokorak tetapi berhenti secara mendadak
pada saat terjadi trauma

 perbedaan densitas antara tulang tenggkorak(substansi


 pasien mengalami trauma
padat) dengan otak(substansi semi padat) sehingga
kepala terbuka dengan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intracranial.
perdarahan masif
+

 traksi atau distorsi arteri, vena dan duramater


sehingga menyebabkan nyeri kepala.

 edema serebrii terjadi dikarenakan terdapat


 Pasien mengalami nyeri perubahan dari kompartemen intrasel dan
kepala dan muntah tanpa ekstrasel sehingga glutamate dilepakan secara
didahului mual berlebihan, kelainan aliran pada kalsium,
produksi laktat dan perubahan pompa natrium
pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya
kerusakan dan pembengkakan jaringan otak
+ 42

 leukositosis terjadi karena pada cedera kepala


memicu leukosit (netrofil dan monosit) untuk
proses protease kaskade inflamasi
 pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia dan  anemia pada kasus ini disebabkan oleh
lekosistosis perdarahan yang masif

 hb rendah berpotensi terjadinya cedera otak


sekunder karena hantaran oksigen yang tidak
adekuat
+

 Mempertahankan perfusi otak dengan


mengatasi perdarahan harus segera dengan
 prinsip tatalaksana Trauma kepal debredemant
Berat
 Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang
meningkat
+ Pemberian transfuse darah PRC bertujuan untuk memperbaiki

 IVFD Nacl 0,9 % 2:1 20 kadar Hb yang rendah karena hb rendah berpotensi terjadinya
gtt/menit (mikro) cedera otak sekunder karena hantaran oksigen yang tidak
 Pemasangan tampon a.r adekuat. Oleh karena itu diberikan whole blood sebanyak 150
auri dextra cc. Selain itu penggantian darah yang keluar dengan cairan RL
 Pertahankan tampon 3 hari yang sifatnya hipoosmoler dapat memperparah edema serebri
yang sudah terjadi. Resusitasi awal, rumatan dan pengganti pada
 IV Citicholine 75 mg/12j
pasien dengan cedera otak traumatik adalah cairan NaCl 0,9%
 Drip nimodipin 1,3 cc/jam dengan target normovolemia. Pemberian drip nimodipin
 Paracetamol 4 x C1 bertujuan untuk mengurangi perdarahan diotak (pilihan utama
 IV ceftriaxone 350 mg/12 untuk subarachnoid hemorrhage), lalu chiticoline diberikan
jam untuk memperbaiki sirkulasi darah otak
 IV Novalgin 1 amp/8 jam
+
 Prognosis pada pasien anak pada kasus ini lebih baik dibandingkan
orang dewasa karena Tengkorak pada anak masih elastis dan
mempunyai kesanggupan untuk mengalami deformasi, maka
tengkorak anak dapat mengabsorpsi sebagian energi kekuatan fisik
tersebut sehingga dapat memberikan perlindungan pada otak.
+

KESIMPULAN
+
KESIMPULAN

 Cedera atau trauma otak adalah pukulan atau guncangan pada kepala atau trauma tembus kepala yang
merusak fungsi otak. Cedera otak traumatik merupakan salah satu kondisi paling serius dan mengancam
jiwa dari korban trauma serta penyebab terbanyak kecacatan, kematian pada anak dan orang dewasa.

 Diantara jenis perdarahan dari cedera kepala, perdarahan subarakhnoid merupakan masalah kesehatan
dunia dengan tingkat kematian dan tingkat kecatatan permanen yang tinggi dan sering terjadi pada
neonatus tanpa langsung menimbulkan gejala-gejala seperti kejang dan penurunan kesadaran.

 Prinsip tatalaksana trauma kepala berat pada perdarahan subarachnoid hemorraghe pada anak-anak
adalah dengan menangani cedera primer dan mencegah terjadinya cedera sekunder yang dapat
memperparah kondisi otak pasien

 Prognosis pada pasien anak pada kasus ini lebih baik dibandingkan orang dewasa karena tengkorak
pada anak masih elastis dan mempunyai kesanggupan untuk mengalami deformasi
+

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai