MACAM-MACAM JUALBELI JUAL BELI • Macam-macam Jual Beli • Jual Beli Salam dan Istishna` BAGIAN PERTAMA
Macam-macam Jual Beli
Berdasarkan Barang Dagangan (Mabii‘ ) 1. Jual Beli Mutlak (al-bai' al-muthlaq) = pertukaran uang (naqd) dgn barang ('ain). 2. Jual Beli Shorof (bai‘ as-shorof ) = pertukaran uang (naqd) dengan uang (naqd), baik yang sejenis (misal rupiah dg rupiah) maupun yang beda jenis (misal rupiah dg dolar AS). • Aneka aturannya akan dibahas pada bab lain. 3. Jual Beli Barter (bai‘ al-muqaayadhah) = pertukaran harta (maal) dengan harta (maal) yang bukan uang. Berdasarkan Cara Penentuan Harga 1. Jual Beli Tawar Menawar (bai‘ al- musaawamah) = jual beli tanpa menunjukkan harga pokok (modal). 2. Jual Beli Lelang (bai‘ al-muzaayadah) = jual beli dimana penjual menawarkan harga barang di pasar, kemudian para pembeli berlomba menawar dengan harga yang lebih tinggi dari pembeli lainnya, dan penjual menjual kepada pembeli yang menawar dengan harga tertinggi. 3. Jual Beli Amanah (bai‘ al-amaanah) = jual beli yang harganya sama dengan modal, atau lebih, atau kurang dari modal. Ada 3 macam : – (3.1) Jual Beli Murabahah = jual beli pada harga modal, dengan tambahan harga tertentu, yang disepakati kedua pihak. – (3.2) Jual Beli Tauliyah = jual beli dengan harga modal, tidak kurang dan tidak lebih dari itu. – (3.3) Jual Beli Wadhi'ah = jual beli dengan harga yang kurang dari modal. Berdasarkan Cara Penyerahan Harga (Uang) 1. Jual Beli Dgn Harga Kontan (bai'u munjiz ats- tsaman), disebut juga bai' an-naqd atau bai' ats-tsaman al-haal = yaitu jual beli yang mensyaratkan pembayaran harga di depan (kontan). 2. Jual Beli Dgn Harga Bertempo (bai' mu`ajjal ats-tsaman) = jual beli yang mensyaratkan pembayaran harga kemudian (tidak kontan). 3. Jual Beli Dgn Penyerahan Barang Kemudian (bai' mu`ajjal al-matsman) = jual beli dengan penyerahan barang kemudian, contohnya : jual beli salam dan istishna‘. 4. Jual Beli Dgn Penyerahan Harga Dan Barang Kemudian (bai‘ al-mu`ajjal al-'iwadhoin) = jual beli dengan penyerahan barang dan uang kemudian. Yg ini hukumnya haram.
(Lihat : Shalah Ash-Shawi & Abdullah Mushlih, Maa Laa
Yasa'u At-Tajiru Jahlahu, h. 80-dst; Abdur Rouf Hamzah, Al-Bai' fi Al-Fiqh Al-Islami. 14-dst) BAGIAN KEDUA
Salam dan Istishna`
Jual Beli Salam ِّ ف فِي • الذ َّم ِة ِا َلى اَ َج ٍل ِب َشيْ ٍء م َُعجَّ ٍل ٍ اَل َّس َل ْم ه َُو َب ْي ُع َشيْ ٍء َم ْوص ُْو Pengertian: salam adalah menjual suatu barang yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan (tidak hadir/tak ada) hingga tempo tertentu dengan harga yang dibayarkan di depan. • Salam hukumnya boleh. Ia merupakan pengecualian dari larangan menjual sesuatu yang tidak dimiliki. ال تبع ما ل_يس عندك “Janganlah kamu menjual apa yang tidak ada di sisimu.” (HR Khamsah, sahih) • Dalil bolehnya salam : َمنْ اَسْ َل َم َف ْليُسْ لِ ْم ِفيْ َكي ٍْل َمعْ لُ ْو ٍم َو َو ْز ٍن َمعْ لُ ْو ٍم ِا َلى اَ َج ٍل َمعْ لُ ْو ٍم “Barangsiapa melakukan salam, hendaklah dia melakukan salam pada takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui, hingga tempo yang diketahui.” (HR Bukhari) Syarat Pada Barang Objek Salam (Muslam Fiihi): 1. Barang objek salam harus diketahui dgn jelas (ma'lum) sifatnya (takaran atau timbangannya). Misal: satuannya harus jelas berapa kilogram, atau berapa ton, dsb. 2. Barangnya termasuk barang yang dihitung, ditakar, ditimbang. Contoh : gula, beras, dll. Tidak boleh salam pada barang yg tak dihitung, ditakar, ditimbang; misal: tanah, bangunan, hewan, kendaraan. 3. Barangnya diserahkan kemudian. Syarat2 Harga/Uang pada Salam: 1. Harganya harus jelas diketahui (ma'lum). 2. Harganya harus diserahkan di depan (di majelis akad). 3. Harganya tidak mengalami ghaban fahisy (jauh lebih tinggi/rendah dari harga pasar) Jual Beli Istishna’ • Istishnā’ terjadi pada barang-barang yang melalui proses shinā’ah (industri). • Industri adalah pengubahan bentuk sesuatu (benda) dari satu keadaan menjadi keadaan lain. (An-Nabhani, an-Nizham al-Iqtishadi fi al- Islam) • Contoh : – Mengubah buah anggur menjadi minuman anggur (juice), – Mengubah kayu menjadi meubel . َ اإلستصناع هو عقد على مبيع في الذمة ُش ِر ط فيه معلوم ٍ بثمن ٍ ص ٍ العم ُل على وج ٍه مخصو • Pengertian: istishnā’ = akad atas suatu barang dalam tanggungan (tidak hadir /tak ada) yang mensyaratkan pekerjaan [pembuatan barang], menurut cara tertentu, dengan harga tertentu. • Istishnā’ hukumnya boleh, berdasarkan dalil: bahwa Nabi saw pernah memerintahkan seorang wanita, agar budak laki-lakinya membuatkan mimbar bagi Nabi. (HR Bukhari) • Namun, perhatikan juga kaidah fiqih: الصناعة تأخذ حكم ما تنتجه “Hukum industri mengikuti hukum barang yang dibuat /diproduksi.” – (Abdurrahman Al-Maliki, as-Siyasah al-Iqtishadiyah al -Mutsla, hlm. 77) • Mengolah anggur menjadi jus anggur => boleh. • Mengolah anggur mjadi khamr (wine) => haram. Syarat Pada Mashnu’ (Barang Yg Dibuat): 1. Harus dijelaskan sifat-sifatnya secara jelas, yang dapat membedakan nilainya dengan nilai barang lainnya. 2. Harus termasuk materi yang memungkinkan terjadinya proses shina’ah / istishna’ (pengolahan bahan mentah). 3. Bahan mentahnya harus berasal dari pembuat (shaani’ )
(Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al-Buyu’, hlm. 91-92)
Syarat Pada Harga (Tsaman): 1. Harga harus diketahui secara jelas (ma’luum). 2. Boleh harga dibayar belakangan (mu`ajjal). – Tidak disyaratkan harga dibayar di depan seperti jual beli salam. – Dalil bolehnya pembayaran di belakang adalah hadits Nabi SAW (hadits taqriiriy).
(Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al-Buyu’, hlm. 93)
Catatan tambahan: • Apakah istishnā’ termasuk jual beli atau termasuk ijarah (kontrak jasa)? – Jika bahannya berasal dari shāni’ (pembuat barang), maka termasuk jual beli. – Jika bahannya berasal dari mustashni' (yang minta dibuatkan barang), maka termasuk ijārah. • Pembangunan rumah tidak termasuk proses industri. Karena itu tidak bisa menggunakan aqad istishnā’ . [ ]