KEPERAWATAN
JIWA
Dr.Lenny Rosbi Rimbun, SKp., M.Si.,M.Kep
DULU KALA
SEKOLAH DIDIRIKAN
Dampak Ekonomi
Kebutuhan Kesehatan
Kehilangan Pekerjaan
Produktivitas
Konflik Bomb gempa/tsunami Gunung berapi
STATUS KESEHATAN JIWA
25% penduduk
pernah mengalami ggn
mental dan perilaku,
hanya
40%
terdiagnosis
yang
10% populasi orang dewasa
pernah mengalami ggn mental dan
perilaku
umum
Depresi
Infeksi
Berat HIV
Kejadian yang bersamaan antara Gg. Jiwa dan masalah
sosial
Skizofrenia
Depresi KDRT
Penyakit
Jantung Stroke
PREVALENSI
Hipertensi > 29%
KEPATUHAN
QUALITY OF LIFE
PENYAKIT JIWA:
Beban yang besar
4%
Gangguan jiwa dan
HIV/AIDS 6% 13% syaraf
Tuberkulosisi
DALY
Tembakau 3.4 6.2 17.1 4.1
Alkohol 2.6 9.8 14.0 4.0
Zat illegal (Heroin & 0.8 1.2 2.3 0.8
Kokain)
60
1000 art 140
gangguan mental anak
40
usia sekolah sebesar per
20
1000 art 104
0
> 15 < 15
Prevalensi Gangguan Jiwa (per 1000 ART)
Psikosis 3
Demensia 4
Retardasi Mental 5
Ggn jiwa lain 5
Angka bunuh diri
(di Indonesia) 1,6-
1,8 per 100.000.
Kualitas Hidup
Masyarakat
Indonesia (Human
Development Index
= HDI): 112 di
antara 180 negara
(WHO 2002)
Di Indonesia laporan gangguan jiwa yang
datang berobat ke Puskesmas kurang dari
2% dari jumlah kunjungan (Data SP2TP
1999)
Puskesmas Tambora (1985): 28 %
20 PKM di NAD (2002) 51,1%
Penelitian PKM Bandung (2003): 36%
WHO (2001) 30-50%
Penelitian pada 20 Puskesmas di 11 Kab/Kota.
Masing-masing PKM mengumpulkan 50 responden
dengan total 1000
Episode Depresi 25,7%
Gangguan Panik 18,4%
Gangguan Penyalahgunaan NAPZA (Ganja, diazepam)
16%
Gangguan Depresi Berulang 10,9%,
Gangguan Stres Pasca trauma 8,8%,
Gangguan Cemas Menyeluruh 7,7%,
Ketergantungan Alkohol 1,3%,
Gangguan Psikiatrik keseluruhan 51,1%.
ISU DAN TREN MASALAH
KESEHATAN JIWA
ISU DAN TREN MASALAH
KESEHATAN JIWA
1. > 50% penderita gangguan kesehatan jiwa di negara-negara
berkembang belum mendapatkan perawatan
terjadi, akibat minimnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan jiwa
2. jumlah psikiater di sebagian besar negara berkembang 0-1 per 100
ribu penduduk dan belum tersebar merata.
65,1 % praktik di rumah sakit jiwa
15,9 % praktik di rumah sakit umum dan
19,0 % praktik di tempat-tempat praktik khusus.
3. Sarana pelayanan kesehatan jiwa belum berada di dekat
komunitas, sehingga tidak mampu menjangkau semua sasaran.
4. kualitas pelayanan gangguan kesehatan jiwa rata-rata masih buruk
penderita enggan atau jera memeriksakan diri atau mendapatkan
perawatan dari sarana pelayanan kesehatan jiwa yang ada.
Di beberapa negara, biaya perawatan gangguan kesehatan jiwa sangat
tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh semua kalangan
5. stigma penderita enggan atau tidak mau memeriksakan diri dan
mendapatkan perawatan
6. proporsi alokasi anggaran kesehatan jiwa rata-rata
masih sangat kecil dibandingkan total anggaran untuk
kesehatan.
% alokasi anggaran untuk kesehatan jiwa dari total anggaran di
bidang kesehatan di negara berpenghasilan rendah, menengah
ke bawah dan tinggi masing-masing hanya sebesar 1,5 %, 2,78
% dan 3,49 %.
Di negara dengan penghasilan sangat tinggi pun alokasi
anggaran untuk kesehatan jiwanya tidak besar
rata-rata anggaran yang dibutuhkan untuk kesehatan jiwa
sebesar 13 % dari total anggaran kesehatan, namun yang
dapat disediakan oleh setiap negara saat ini rata-rata baru 2,0
%
7. politisi dan pembuat kebijakan belum
sepenuhnya memahami masalah gangguan
kesehatan jiwa tidak membuat kebijakan
yang mendukung
Gangguan kesehatan jiwa selalu diartikan dengan
gangguan jiwa berat membangun RSJ ~ solusi.
gangguan kesehatan jiwa juga meliputi
depresi dan
gangguan emosional yang lain, termasuk
• pertengkaran dengan suami atau istri,
• bunuh diri atau
• kekerasan terhadap anak.
8. minimnya perhatian negara-negara di dunia terhadap masalah
gangguan kesehatan jiwa juga terlihat dari
masih rendahnya tindakan preventif dan promotif yang
dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan kasus
gangguan kesehatan jiwa.
hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang menunjukkan
bahwa 8,1 % hari-hari produktif hilang akibat beban penyakit disebabkan
oleh masalah kesehatan jiwa.
bunuh diri, yang terjadi karena gangguan kesehatan jiwa,
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa
negara.
pada penduduk usia 15-35 tahun pada 1998,
• bunuh diri merupakan penyebab kematian
pertama di China dan
penyebab kematian kedua setelah kecelakaan lalu lintas
di Eropa.
PERMASALAHAN KESWA
DI INDONESIA
Alokasi
Dana terbatas/ kurang
1. Pelayanan kesehatan jiwa pasca
bencana
Pelatihan petugas kesehatan di sarana
pelayan kesehatan dasar dan rujukan
Pengenalan kesehatan jiwa bagi tokoh
masyarakat, kader, petugas non
kesehatan
Perencanaan dan penganggaran kegiatan
kesehatan jiwa bagi pemegang program
2. Sumber Daya Manusia
Perlu ada penyusunan Master Plan Kesehatan jiwa yang termasuk
didalamnya adalah pengembangan SDM
Perlu memperhatikan implikasi hukum bagi dokter umum yang
menangani kesehatan/kedokteran jiwa dikaitkan dengan UU Praktik
Kedokteran
Perlu adanya Monitoring dan Evaluasi terhadap pelatihan-pelatihan
yang telah dilakukan baik oleh Dinkes maupun oleh RSJ
Perlu ada kerjasama dengan pusat pendidikan yang ada untuk
menyusun instrumen Monev
Perlu kerja sama dengan pusat pendidikan untuk mengatasi
kekurangan SDM
Advokasi kepada Pemda dan DPRD untuk pendanaan
pengembangan SDM
Perlu ada Komunikasi antara Dinkes dan RSJ dalam merumuskan
sistem keswa khususnya untuk kebutuhan SDM
Kalau akan ada pelayanan umum di RSJ hendaknya terkait dengan
pelayanan keswa (core business) jangan atas dasar finansial
melakukan diversifikasi
3. Keswa NAPZA dan VCT
Diversifikasi pelayanan keswa untuk NAPZA dan VCT
hendaknya dilakukan berdasarkan suatu studi/analisis
situasi besaran masalah NAPZA yang ada di suatu
daerah, bukan hanya Narkotika dan Psikotropika saja
tetapi juga masalah yang terkait dengan alkohol dan
rokok
Rendahnya pemanfaatan fasilitas Pelayanan NAPZA dan
VCT yang ada di beberapa RSJ saat ini perlu di review
apakah fasilitas yang dikembangkan ini sudah
berdasarkan demand dari masyarakat? bukan karena
“latah” atau ingin mendapatkan “anggaran” atau
“perintah dari atasan”
Pelatihan VCT hendaknya tidak menghilangkan unsur
NAPZA.
3. Keswa NAPZA dan VCT
PROGRAM
YANMED
KEGIATAN POKOK
BINYAN KESWA
KEGIATAN POKOK
DIREKTORAT BINA PELAYANAN
KESEHATAN JIWA
Tingkat Pelayanan dan Intervensi
rendah tinggi
1
R.S. Jiwa
Frekwensi Biaya
kebutuhan Pelayanan Psikiatri pada
2
RSU/Klinik
6
Perawatan mandiri dan keluarga
tinggi rendah
Jumlah kebutuhan pelayanan
(Maramis A, 2005; adapted from van Ommeren, 2005)
Sasaran, Program dan Kegiatan
Sasaran Indikator Rencana Program
tingkat
capaian
Setiap Puskesmas Jumlah RS yang Jumlah masyarakat Pembangunan sarana
dan jaringannya dapat dapat menjangkau yang dapat dijangkau dan prasarana RS di
menjangkau dan dan dijangkau oleh RS daerah tertinggal
dijangkau seluruh masyarakat secara selektif
masyarakat di wilayah
kerjanya
Pelayanan kesehatan Jumlah RS yang Seluruh RS Peningkatan
di setiap rumah sakit, menerapkan standar kesehatan rujukan
puskesmas dan mutu pelayanan
jaringannya kesehatan jiwa
memenuhi standar
mutu
Pembangunan sarana dan prasarana RS di daerah
tertinggal secara selektif
PROMOSI GIZI
KIA/KB KESEHATAN
PENGOBATAN KESLING
MASY
P2M
YANKESWA
• LIFE SKILL TERINTEGRASI PERILAKU
• POLA ASUH HIDUP SEHAT
• PARENTING EDUCATION
KESWA HAJI (TDK
• POLA ASUH VCT
• KESWA REMAJA MEROKOK, • PARENTING
SKILL • NAPZA ALKOHOL & SKILL
NAPZA/HIV
NAPZA)
UPAYA YAN. KESWA
UKP UKM
Upaya Kesehatan Perorangan Upaya Kesehatan Masyarakat
Prinsip-prinsip UKP Prinsip-prinsip UKM
• Memelihara dan • Memelihara dan
meningkatkan kesehatan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta menanggulangi timbulnya
memulihkan kesehatan masalah kesehatan di
perorangan masyarakat
• Mencakup upaya pencegahan • Mencakup upaya : Promkes,
penyakit, pengobatan Rawat Pemeliharaan Kesmas, P2M,
Jalan, Rawat Inap, Kesehatan Jiwa, Perbaikan
pembatasan dan pemulihan Gizi Masyarakat, Penyehatan
kecacatan yang ditujukan Lingkungan, Penanggulangan
pada perorangan. Termasuk bencana dan bantuan
pengobatan tradisional dan kemanusiaan
alternatif serta kebugaran
fisik dan kosmetika
MASALAH PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI UKP
DAN UKM
Jahoda (1958)
Perilaku positif terhadap diri sendiri
Bertumbuh, berkembang, dan mampu mencapai
aktualisasi diri
Integrasi
Otonomi
Mampu mempersepsikan realita secara tepat
Kemampuan menguasai lingkungan
SEHAT JIWA
1. Perilaku sehat terhadap diri sendiri
a. Penerimaan diri sendiri dan
kesadaran diri
b. Memiliki target pencapaian diri
c. Memiliki aspirasi yang realitas
dan fleksibel
d. Memiliki rasa identitas,
keutuhan, rasa memiliki, rasa
aman, dan rasa berarti.
SEHAT JIWA
2. Pertumbuhan, perkembangan, dan aktualisasi
a. Berfokus pada individu
b. Memiliki kriteria:
1) Menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya
Setiap orang pasti akan mengalami stres dan sering kali individu
tdk dpt mengatasinya sendiri → minta bantuan pd pusat
kesehatan mental seperti di atas
TINGKAT PENCEGAHAN
1. Pencegahan primer
pencegahan primer mendahului penyakit dan
diterapkan pd populasi yg umumnya sehat.
Pencegahan ini termasuk peningkatan kesehatan dan
mencegah penyakit
2. Pencegahan sekunder
mencakup reduksi penyakit aktual dgn deteksi dini dr
penanganan masalah kesehatan
3. Pencegahan tersier
mencakup pengurangan gangguan atau kecacatan yg
diakibatkan oleh penyakit
KONSEP MODEL
PERAWATAN
KESEHATAN JIWA
KONSEP MODEL PERAWATAN
KESEHATAN JIWA
MEYAKINI
PERILAKU BERKEMBANG DARI
HUBUNGAN INTERPERSONAL
3. REDUKSI
1. PREVENSI PRIMER
3. KRISIS INTERVESI
MODEL EKSISTENSI
BERFOKUS PADA PENGALAMAN INDIVIDU SAAT
INI DAN DISINI
2. TERAPI LOGO
3. TERAPI REALITAS
MODEL KOMUNIKASI
SE MUA PERILAKU MENGKOMUNIKASIKAN
SESUATU
PASIEN DAN
KELUARGA
TIM TIM
KEPERAWAT KESEHATAN
AN LAIN
PENUTUP
Kolaborasi interdisiplin tdk selalu bisa
dikembangkan dengan mudah. Ada banyak
hambatan antara anggota interdisiplin,
meliputi ketidaksesuaian pendidikan dan
latihan anggota tim, struktur organisasi yg
konvensional, konflik peran dan tujuan,
kompetisi interpersonal, status dan
kekuasaan, dan individu itu sendiri
Pelayanan dan Kolaborasi
Interdisiplin di Kesehatan
Jiwa
Latar Belakang
Topik ini penting, karena:
Menjelaskan Peran dan Fungsi Perawat
praktik profesional
Menciptakan & Meningkatkan Kenyamanan
psikologis
Mediator keluarga---psikolog
psikologis
Perawat---Dokter
Peran perawat:
Orientasi
Skrining
Persiapan rujukan
Perawat---Psikiater
Peran perawat:
Orientasi
Keefektifan obat
Program ECT
Situasi emergensi
Elemen kolaborasi
Struktur
Proses
Hasil AKhir
Struktur
Tiga model struktur
Model Praktek Hirarkis
Dokter
Registered Nurse
Klien
Model Praktek Kolaboratif Tipe 1
Dokter
Pemberian
Registered Pelayanan Lain
Nurse
Klien
Model Praktek Kolaboratif Tipe 2
Dokter Registered
Nurse
Klien
Pemberi
Pelayanan
Lain
Proses
Kerjasama
Koordinasi
Saling berbagi
Kompromi
Rekanan/mitra
Saling ketergatungan
Kebersamaan
Model Praktek Kolaboratif Tipe 2
Asertif
Bersaing Berkolaborasi
Keasertifan Menyetujui
Tidak
Kooperatif
Kooperatif Kekooperatifan
Hasil Akhir