Anda di halaman 1dari 78

DEMAM BERDARAH

DENGUE
Pembimbing: dr. Kurniyanto, Sp.PD

Disusun Oleh: Trisuyanti


2065050011
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 05 OKTOBER – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
DEFINISI

PENYAKIT VIRUS
AKUT YANG
DEMAM
DISEBABKAN OLEH
BERDARAH
VIRUS DENGUE YANG
DENGUE (DBD)
MENIMBULKAN SYOK
DAN KEMATIAN

WHO 2011
MEKANISME
CARA
PENULARAN
MANIFESTASI KLINIS

WHO 2011
Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and nonstructural protein NS1 serotype-specific IgG
ELISA for differentiation of primary and
secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

LABORATORIUM

Jumlah sel darah putih, jumlah platelet,


hematokrit,trombositopenia,
hipoproteinemia,hipokalsemia

UJI SEROLOGI

Uji hemaglutinasi inhibasi, uji komplement


fiksasi

RADIOLOGI
RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction )
KRITERIA PEMULANGAN

Tidak demam sedikitnya 24jam, tanpa menggunakan antipiretik

Kembalinya nafsu makan

Perbaikan klinis signifikan dan terlihat

Urin output yang baik

Minimal 2-3hari pasca pulih dari kondisi syok

Tidak ada distress nafas dan tidak ada asites

Jumlah trombosit >50.000/mm3


DEMAM TIFOID
Pembimbing: dr. Kurniyanto, Sp.PD

Disusun Oleh: Putrisuci Andyticha Alfath

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 05 OKTOBER – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi demam
tifoid
o Awal abad ke-20: USA & Eropa ↓ Indonesia:
o Insidens tergolong tinggi: - Paling banyak usia 3-19 tahun
• Asia Tengah - Berkaitan dengan Rumah Tangga
• Asia Selatan
• Asia Tenggara
• Afrika Selatan
o Insidens tergolong sedang:
• Afrika
• Amerika latin
• Oceania

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
Bakteriologi
Salmonella typhii
Salmonella typhii
• Berbentuk batang
• Gram negative
• Motil
• Anaerob fakultatif
• Memiliki flagel dan kapsul

ANTIGEN
• Antigen O : Somatik
• Antigen H : Flagela
• Antigen Vi : Kapsul
Jorgensen,JH.et al.Jawetz,Melnick & Adelbeg’s.2010.Medical Microbiology 25th edition Chapter 15.New York :
McGraw Hill Companies.
Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
PATOGENESIS
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
GAMBARAN
KLINIS
Gambaran klinis
MINGGU PERTAMA MINGGU KETIGA
MINGGU KEDUA
- Klinis progresif
- Demam - Demam - Demam dapat terus
- Nyeri kepala - Bradikardi relative menerus
- Pusing - Lidah yang - Delirium
- Nyeri otot - Bising usus melemah
berselaput
- Anoreksia - Hepatomegali - Distensi abdomen
- Mual - Splenomegali memberat
- Muntah - Meteorismus - Ronkhi paru
- Obstipasi/diare - Somnolen, sopor, - Hipotensi
- Perasaan tidak - Kematian dapat terjadi
delirium, atau
enak di perut psikosis pada fase ini akibat
- Batuk miokarditis, perdarahan
- epistaksis usus dan perforasi

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
GEJALA KLINIS DAN TANDA SKOR
Demam < 1 minggu 1

SKOR KLINIS Sakit Kepala


Kelamahan
1
1

TIFOID Mual
Nyei perut
Anoreksia
1
1
1
Muntah 1
Gangguan peristaltic usus 1
Insomnia 1
Hepatomegali 1
Splenomegali 1
Skor ≥ 13 : Kemungkinan besar demam tifoid Demam > 1 minggu 2
Skor 8-12: 50% kemungkinan demam tifoid Bradikardi relatif 2
Skor ≤ 7 : Kemungkinan kecil demam tifoid Lidah tifoid 2
Melena 2
Penurunan kesadaran 2
Total Skor 20

Nelwan R et al. Adv Micriobiol. 2013;3:122-27


PEMERIKSA
AN
PENUNJANG
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah perifer lengkap:
LABORATORIUM
1.Leukopenia  aneosinofilia, limfopenia
2.Anemia ringan
3.Trombositopenia
4.Laju Endap Darah meningkat
5.SGOT/SGPT sering meningkat

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
UJI WIDAL
• Untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhii
• Menentukan adanya aglutinin O dan aglutinin H pada serum penderita tersangka
demam tifoid
• Semakin tinggi titer, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman.

UJI typhidot
• Deteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar S. typhi
• Sensitivitas 98%, spesifisitas 76,6%, dan efisiensi uji 84%
• IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan infeksi
akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada infeksi primer  modifikasi uji Typhidot-M
• Uji Typhidot-M lebih sensitif dan memiliki sensitivitas mencapai 100% (Studi evalusi Khoo KE dkk)

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
Uji Ig-M Dipstick
• Deteksi IgM spesifik terhadap Lipopolisakarida Salmonella
• House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002: dibandingkan dengan kultur darah memiliki
sensitivitas 65-77%, spesifisitas 95-100%
• Mudah dan cepat (1 hari)


Kultur darah
Hasil biakan positif: memastikan demam tifoid
• Hasil biakan negatif: tidak menyingkirkan demam tifoid
• Hal-hal yang dapat menyebabkan hasil biakan negatif:
o Telah mendapat terapi antibiotic
o Volume darah yang kurang
o Riwayat vaksinasi
o Waktu pengambilan darah setelah seminggu pertama Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing;
2014. 549–557 p.
PENATALAK
SANAAN
Istirahat dan perawatan
• Mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan
• Tirah baring
• Kebersihan tempat tidur, pakaian, perlengkapan yang dipakai
• Mengawasi posisi pasien

Diet dan terapi penunjang


• Makanan yang kurang: menurunkan keadaan umum dan gizi pasien

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
PEMBERIAN
1. Kloramfenikol
• Dosis yang diberikan: 4 x 500 mg perhari

ANTIMIKROBA
• Diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam

2. Tiamfenikol
• Dosis yang diberikan: 4 x 500 mg perhari

3. Kotrimoksazol
• Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400
mg sulfametoksazol dan 80 mg trimethoprim)
• Diberikan selama 2 minggu
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
PEMBERIAN
5. Ampisilin dan Amoksisilin
• Dosis yang diberikan: 50-150 mg/kgBB
ANTIMIKROBA
• Diberikan selama 2 minggu

6. Sefalosporin Generasi Ketiga


• Seftriakson:
• Dosis yang diberikan: 3-4 gram dalam dekstrosa 100cc, diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari.
• Diberikan selama 3-5 hari

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
PEMBERIAN
7. Fluorkuinolon
• Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari
ANTIMIKROBA
• Siprofloksasin dosis 2x500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
• Levofloksasin dosis 1x500 mg/hari selama 5 hari

8. Azitromisin
• Dosis yang diberikan: 2x500 mg

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
PEMBERIAN
 KOMBINASI OBAT ANTIBIOTIKA

ANTIMIKROBA
• Toksik tifoid, peritonitis, perforasi, syok septik dan apabila terbukti
ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman
Salmonella.
 KORTIKOSTEROID
• Hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang
mengalami syok
• Deksametason dosis 3x5 mg

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
KOMPLIKAS
I
KOMPLIKASI
KOMPLIKASI INTESTINAL:
• Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, pankreatitis
DEMAM TIFOID
KOMPLIKASI EKSTRA-INTESTINAL
• Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, trombofeblitis
• Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis
• Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis
• Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
• Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis.
• Komplikasi tulang: oteomielitis, periostitis, spondylitis, artritis
• Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 549–557 p.
PENCEGAHA
N
PENCEGAHAN
PREVENTIF DAN KONTROL PENULARAN
1. Perilaku hidup sehat
DEMAM TIFOID
2. Hindari makanan dan minuman yang terkontaminasi
3. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S.typhii akut maupun
karier
4. Vaksinasi:
- Vaksin oral: Ty21a
- Vaksin parenteral: ViCPS (Vaksin kapsul polisakarida)
MALARIA
Pembimbing: dr. Kurniyanto, Sp.PD

Disusun Oleh: Ratna Safitri


1965050139
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 05 OKTOBER – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh


Plasmodium yang menyerang eritrosit dan di tandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Mudah dikenali dari
gejala demam (panas dingin menggigil).
Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2016
Daur Hidup Parasit Malaria
Siklus Plasmodium

Daur hidup plasmodium dan mekanisme


invasi eritrosit. (Disalin dari: Miller LH.
The Pathogenic Basis of Malaria. Nature
2002, 415 : 673-679)
(Setiati S et al.2014)

.
MANIFESTASI KLINIS

1. Malaria Falsiparum
– Gejala demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering
menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian.
2. Malaria Vivaks
– Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari.
3. Malaria Ovale
– Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.
4. Malaria Malariae
– Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi
– Gejala demam menyerupai malaria falsiparum.
Diagnosis

Anamnesis :
• Trias Malaria (demam, menggigil, keringat dingin)
• Disertai sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah dan diare

Faktor Risiko :
• Riwayat berpegian/ tinggal didaerah endemik malaria.
• Riwayat menderita malaria sebelumnya.
• Riwayat mendapat transfusi darah.

Setiap penderita dengan keluhan demam atau


riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat
kunjungan ke daerah endemis malaria
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik :
• Suhu tubuh meningkat ≥ 37,5oC
• Nadi cepat dan lemah
• TD sistolik <70mmHg pada dewasa
• Pernapasan cepat (takipneu)
• Manifestasi Perdarahan : Ptekie, Purpura, Hematom
• Anemis
• Sklera Ikterik
• Hepatomegali dan/atau Splenomegali
• Oligouria hingga Anuria
• Gangguan neurologis
Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang :
• Pemeriksaan hapusan darah tipis dan tebal.
• Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan untuk malaria berat :
• Darah Lengkap
• Kimia darah
• EKG
• Foto toraks
• Analisis cairan serebrospinalis
• Biakan darah dan uji serologi
• Urinalisis.
MALARIA BERAT

• Ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan minimal satu dari


manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2015)
Apusan darah Tebal Apusan darah tipis
Diagnosis Laboratoris Malaria
• Pemeriksaan tetes tebal darah tepi:
(-) = negatif tidak ditemukan parasit dalam 100 LP
(+) = positif 1 ditemukan 1-10 parasit/100 LP
(++) = positif 2 ditemukan 11-100 parasit/100 LP
(+++) = positif 3 ditemukan 1-10 parasit/1 LP
(++++) = positif 4 ditemukan > 10 parasit/ 1LP

• Hapusan Tipis
Terutama untuk melihat jenis spesies
Dapat dilakukan hitung parasit
berdasarkan jumlah parasit/1000 eritrosit
Pemeriksaan dengan mikroskop

Thin blood films of


Plasmodium falciparum.

A. Young trophozoite.
B. Old trophozoite.
C. Trophozoites in
erythrocytes and pigment in
polymorphonuclear cells.
D. Mature schizont.
E. Female gametocyte.
F. Male gametocyte.
Thin blood films of
Plasmodium vivax.

A. Young trophozoite.
B. Old trophozoite. C.
Mature
schizont.
D. Female gametocyte.
E. Male gametocyte.
Thick blood films of Plasmodium ovale.

A. Trophozoites. B. Schizonts. C. Gametocytes.


1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernafasan
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80 mm Hg
(pada anak: <70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%)
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis sedang-
rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di daerah
endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah endemis
tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Pemeriksaan
Laboratorium

 Anemia normokromik normositik


 Setelah infeksi akut bisa didapatkan dalam beberapa minggu; monositosis, limfopenia, eosinopenia
dengan reaktif limfositosis dan eosinofilia.
TREATMENT

• Pasien P.falciparum dengan BB >80 kg


datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan
Sediaan Darah masih positif
P.falciparum, maka diberikan DHP
dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
1. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis
Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
2. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan Primakuin selama 14
hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
3. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin
Pengobatan infeksi campur P. Falciparum + P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan
dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
TREATMENT
a) Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan
 Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk
ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)
b) Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah Sakit
 Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan kina drip.
Daftar Pustaka

• Mandell, Lionel A. & Wunderink, Richard. Harrison’s Principles of Internal


Medicine. 20th edition. Chapter 219: Malaria. 2018; 4001-40.
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus
Malaria. 2017
LEPTOSPIROSIS
Pembimbing: dr. Kurniyanto, Sp.PD

Disusun Oleh: Janter Ade Syahputra Siboro


2065050134

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 05 OKTOBER – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
DEFINISI • Leptospirosis adalah suatu penyakit infeksi pada manusia
dan hewan (zoonis) yang disebabkan oleh
mikroorganisme genus Leptospira.
• Biasanya ditularkan melalui air yang terkontaminasi urin
hewan yang terinfeksi.

• Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Adolf Weil


pada tahun 1886.
• Leptospirosis berat disebut juga sebagai Weil disease.
• Vektor : Tikus, sapi, anjing, babi

1. World Health Organization. Human leptospirosis : guidance for diagnosis, surveillance and control. Malta: WHO. 2003
2. Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.
3. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
ETIOLOGI

MORFOLOGI
• Bakteri Leptopsira merupakan Sprichaetae
aerobic
• Motil (dapat bergerak)
• Gram negative (-)
• Memiliki panjang 5 -15 µm dan diameter 0,1 -
0,2µm
• Bakteri yang memiliki sifat sangat halus
sehingga di mikroskop lapang gelap terlihat
seperti kokus kecil

1. World Health Organization. Human leptospirosis : guidance for diagnosis, surveillance and control. Malta: WHO. 2003
2. Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.
3. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
PATOGENESIS

Mukosa
Lesi kulit

Respon imun
GLP, LPS, Organ: Ginjal,
Leptospirosis lisis (Imunitas seluler
Endotoksin Paru, Hepar, Mata
dan humoral)

Aktivasi faktor Sindrom Weil Kematian


Difungsi organ
inflamasi
PATOFISIOLOGI

Sumber: Speelman P, Hartskeerl R. Leptospirosis in Harisons principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2008;164:1048-51
FAKTOR RISIKO

Kelompok Aktivitas: Kelomopok Pekerjaan: Kelompok Lingkungan:

• Berenang di sungai • Petani dan peternan • Anjing peliharaan


• Bersampan • Tukang potong hewan • Hewan ternak
• Camping • Penangkap/ penjerat hewan • Genangan air hujan
• Berburu • Dokter hewan/ mantri hewan • Lingkungan kumuh
• Kegiatan di hutan • Penebang kayu, pekerja selokan, • Banjir
pekerja perkebunan, pekerja
tambang

Sumber: Zein Umar. (2009). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.2807 - 2812.
MANIFESTASI KLINIS

Memiliki masa inkubasi 2-26 hari, rata-rata 10 hari.


Leptospirosis mempunyai 2 fase, yaitu fase leptospiremia dan fase imun.

Fase Leptospiraemia Fase Imun


• Ditandai dengan leptospira di darah dan LCS • Ditandai dengan peningkatan titer antibodi,
secara tiba-tiba. demam mencapai 40oC disertai menggigil dan
• Ditandai dengan nyeri kepala frontal, rasa sakit kelemahan umum.
di otot terutama m. Gastrocnemius, hiperestesi • Terdapat rasa sakit menyeluruh pada leher,
kulit, demam tinggi disertai menggigil, mual perut, otot (terutama otot betis).
muntah, rash, hingga penurunan kesadaran. • Terdapat perdarahan, gejala kerusakan ginjal/
• Pada pemeriksaan didapatkan juga bradikardi hati, uremia, ikterik.
relatif, hepato-splenomegali, limfadenopati. • Conjunctiva injection, conjunctiva suffusion,
• Gejala ini dapat terjadi selama 4-7 hari. dengan ikterik merupakan patognomonik
• Bisa terdapat tanda-tanda meningitis

Sumber: Zein Umar. (2009). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.2807 - 2812.
MANIFESTASI KLINIS

SERING JARANG

• Demam • Mual • Pneumonia • Gagal ginjal


• Menggigil • Muntah • Hemoptisis • Peroferal neuritis
• sakit kepala • Nyeri abdomen • Delirium • Pancreatitis
• Meningismus • Ikterus • Perdarahan • Parotitis
• Anoreksia • Hepatomegali • Diare • Epididimytis
• Mialgia • Ruam kulit • Edema • Hematemesis
• Conjuctival • Fotophobi • Splenomegali • Asites
suffusion • Atralgia • Miokarditis

Sumber: Zein Umar. (2009). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.2807 - 2812.
DIAGNOSIS

Penting diketahui tentang


riwayat pekerjaan pasien. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah
ANAMNESIS
rutin bisa dijumpai lekositosis normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia
dan laju endapan darah yang meninggi.
PEMERIKSAAN
FISIK

• Kultur (darah dan urin)


PEMERIKSAAN • Serologi: Microscopic Agglutination Test (MAT) 
Dijumpai demam, bradikardia, LABORATORIUM
Kenaikan titer
nyeri tekan otot, hepatomgelai, • Dark-groud Microscope (Mikroskopis lapang gelap)
dll.  Menunjukkan ada tidaknya organisme.
KRITERIA FAINE

1. Bal AM et al. J Assoc Physicians India. 2002 Mar;50:394-6.


TERAPI

Pemberian antibiotik idealnya diberikan dalam 5 hari sejak awal sakit tanpa menunggu serologi.

INDIKASI REGIMENT OBAT DOSIS

Leptospirosis Ringan Doksisiklin 2 x 100 mg


Ampisilin 4 x 500-700 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg

Leptospirosis Sedang/ Berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam (IV)


Ampisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam (IV)

Kemoprofilaksis Doksisiklin 200mg/ minggu

Sumber: Zein Umar. (2009). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.2810 - 2811.
TERAPI

Supportive measures:
• Pemberian cairan dan keseimbangan elektrolit
• Diuretik dalam keadaan oligouria (jika diperlukan)
• Trasnfusi darah bila ada indikasi
• Ventilator
• Hemodialisa

Tindakan suportif diberikan sesuai keparahan penyakit dan


kompilasi yang timbul.
KOMPLIKASI

• Gagal ginjal
• Gangguan fungsi hepar
• Sepsis
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai