Anda di halaman 1dari 11

ANI RIZA WATI

S1 ADMINISTRASI RUMAH
SAKIT

PERMASALAHAN YANG ADA DI PELAYANAN


OBAT INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
Aspek yang terpenting dalam melakukan pelayanan
farmasi yaitu mengoptimalkan penggunaan obat, di
dalamnya termasuk perencanaan kebutuhan obat untuk
menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan
penggunaan obat.
Seringkali terdengar keluhan pasien yang masuk rumah
sakit, merasa kesulitan mendapatkan obat-obat yang
diiinginkannya, bahkan banyak di antara mereka yang
tidak mendapatkan obatnya.

Masalah menjadi rumit saat kekosongan obat ini


berdampak buruk pada pasien, selanjutnya menjadi
konsumsi publik dan menyentuh ranah hukum pidana.

Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu


komponen penting dalam manajemen rumah sakit.
Pengelolaan obat bertujuan agar obat yang diperlukan bisa selalu
tersedia setiap saat diperlukan dalam jumlah yang cukup, tepat
jenis, tepat waktu dan mutu yang terjamin serta digunakan secara
rasional.

Secara garis besar, tahapan pengelolaan obat meliputi: seleksi,


perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
penggunaan obat. Setiap tahapan tidak mudah dan tidak
sederhana.
Seleksi misalnya, merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan di rumah sakit, mengidentifikasi pemilihan
terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial serta melakukan standarisasi,
menjaga dan memperbaharui standar obat.

Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang


memberikan efek terapi jauh lebih baik. Hasil kesepakatan tim ini
sering disebut dengan Daftar Obat Rumah Sakit atau
Formularium Obat Rumah Sakit.
Pemerintah Republik Indonesia melalui kementerian kesehatannya juga
telah menyusun Formularium Nasional (ForNas) yang berisi daftar obat-
obatan yang dapat digunakan oleh rumah sakit pemerintah untuk
mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai
berlaku per 1 Januari 2014.

Apabila Formularium Rumah Sakit telah ada, maka penulisan resep dan
obat yang tersedia harus mengikuti aturan seperti yang tercantum di
dalamnya. Masalahnya adalah terkait dengan jenis dan jumlah obat yang
harus disediakan. Kondisi pasien yang datang ke rumah sakit ada yang
bisa diprediksi, namun ada juga yang tidak.
Stok gudang mengalami kekosongan dalam persediaannya
sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Faktor-faktor
penyebab terjadinya stok kosong, menurut pengalaman, adalah
tidak terdeteksinya obat yang hampir habis, hanya ada
persediaan yang kecil untuk obat-obat tertentu, barang yang
dipesan belum datang, PBF (Pedagang Besar Farmasi)
mengalami kekosongan atau pemesanannya ditunda oleh PBF.

Undang-undang menyebutkan bahwa Apoteker-lah yang


mempunyai kompetensi terhadap pekerjaan kefarmasian dan
barang siapa yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa ada
kewenangan maka akan berhadapan dengan hukum pidana.
Pengadaan obat yang tidak untuk kebutuhan pasien,
misalnya hanya karena tergiur bonus dan diskon, akan
menyebabkan stok obat menumpuk. Obat akan menjadi
rusak dan kadaluarsa karena tidak dipakai. Akhirnya rumah
sakit menanggung kerugian yang seharusnya bisa dicegah.

Tanggung jawab pengelolaan obat adalah kompetensi


farmasi, namun dasar seleksi dan pemilihannya merupakan
hasil kesepakatan dengan dokter penulis resep. Oleh karena
itu, rumah sakit seharusnya memang memiliki Komite
Farmasi Terapi (KFT) yang anggotanya dokter, apoteker
dan perawat. Adanya KFT ini juga merupakan syarat untuk
akreditasi rumah sakit tentunya ini berarti penting bagi
kepentingan keselamatan pasien (patient safety) .
Waktu tunggu pelayanan obat merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.

Hal tersebut disebabkan resep dokter belum


sesuai dengan kebijakan obat RS, banyaknya obat
racikan, petugas farmasi juga berperan sebagai
customer service, dan kesulitan pemenuhan SDM.
Akar masalah yang ditemukan adalah komunikasi
yang kurang efektif antara staf IFRJ dengan staf medis
dan terjadinya penumpukan resep di bagian entri IFRJ.

Solusi yang disepakati yaitu membentuk tim untuk


menjembatani komunikasi antara staf IFRJ dan staf
medis. Terbentuknya tim ini diharapkan dapat
memperbaiki komunikasi antara staf IFRJ dan staf
medis sebagai upaya perbaikan waktu tunggu
pelayanan obat di IFRJ.
TERIMA KASIH
OKTOBER 2020

Anda mungkin juga menyukai