By Diana Rendrarini
JEMBATAN
Jembatan merupakan bangunan yang membentangi sungai,
jalan, saluran air, jurang dan lain sebagainya untuk
menghubungkan kedua tepi yang dibentangi itu agar orang
dan kendaraan dapat menyeberang
Secara umum, jembatan mempunyai struktur atas,
bangunan bawah dan pondasi. Bangunan atas memikul
beban lalulintas kendaraan yang bergerak diatasnya. Beban
tersebut disalurkan ke kepala jembatan yang harus
didukung pula oleh pondasi. Dalam kasus tertentu dengan
bentang yang panjang dibutuhkan pilar yang mendukung
beban yang terletak diantara ujung / kepala jembatan.
Struktur jembatan terdiri dari struktur atas, struktur bawah
dan pondasi.
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu
konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-
rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau,
saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang
melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan
konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah
mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan
jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai
pada konstruksi yang mutakhir.
BERDASARKAN FUNGSINYA, JEMBATAN
DAPAT DIBEDAKAN SEBAGAI BERIKUT :
1) Jembatan jalan raya (highway bridge),
2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan
(pedestrian bridge).
BERDASARKAN LOKASINYA, JEMBATAN
DAPAT DIBEDAKAN SEBAGAI BERIKUT :
1) Jembatan di atas sungai atau danau,
2) Jembatan di atas lembah,
3) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di dermaga (jetty).
BERDASARKAN BAHAN KONSTRUKSINYA,
JEMBATAN DAPAT DIBEDAKAN MENJADI
BEBERAPA MACAM, ANTARA LAIN :
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintas di suatu titik pada suatu ruas
jalan dengan interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang
(smp). Dalam perencanaan, digunakan perhitungan volume puncak yang dinyatakan dalam
volume per jam perencanaan. Perhitungan volume lalu lintas digunakan rumus berdasarkan
MKJI No. 036/T/BM/1997.
5. Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan
jam yang melewati suatu titik pada suatu ruas jalan dalam kondisi yang ada. Besarnya
kapasitas jalan menurut MKJI 1997 :
Untuk jalan terbagi dan jalan satu-arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah
tidak dapat diterapkan dan bernilai 1,0.Derajat Kejenuhan ( Degree of Saturation)
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai ratio arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan,
digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang
dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan akan menunjukkan apakah segmen jalan itu akan
mempunyai suatu masalah dalam kapasitas atau
Nilai DS tidak boleh melebihi angka satu, karena jika
nilai DS lebih dari satu maka akan terjadi masalah yang
serius karena pada jam puncak rencana arus lalu lintas
yang ada akan melebihi nilai kapasitas jalan dalam
menampung arus lalu lintas. Nilai DS yang paling ideal
adalah dibawah angka 0,75 (MKJI 1997 hal 6-25)
ASPEK GEOMETRI
Perencanaan geometri dapat dibedakan dalam dua tahap :
a. Alinyemen Horisontal
Alinyemen horisontal merupakan proyeksi sumbu tegak lurus bidang
horisontal yang terdiri dari susunan garis lurus dan garis lengkung.
Perencanaan geometri pada bagian lengkung diperhatikan karena bagian ini
dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan
pada saat melewati tikungan dan gaya tersebut cenderung melempar kendaraan
ke arah luar.Pada bagian lurus dan lengkungan biasanya disisipkan lengkung
peralihan, yang berfungsi untuk mengantisipasi perubahan alinyemen dari
bentuk lurus sampai ke bagian lengkungan sehingga gaya sentrifugal yang
bekerja pada kendaraan saat berada di tikungan berubah secara berangsur-
angsur.
b. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung
vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat
berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) atau landai nol
(datar).Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung
cembung.
ASPEK TANAH
Data tanah digunakan untuk menganalisa kemampuan
daya dukung tanah terhadap beban yang bekerja dan
penentuan jenis pondasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Tinjauan Terhadap Daya Dukung Tanah Dalam
perencanaan pondasi, besaran tanah yang harus
diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan letak lapisan
tanah keras. Daya dukung tanah yang telah dihitung harus
lebih besar dari beban ultimate yang telah dihitung.
Tinjauan Terhadap Stabilitas Abutment Data tanah yang
dibutuhkan berupa sudut geser, kohesi, berat jenis tanah
yang bekerja pada abutment dan daya dukung tanah yang
merupakan reaksi tanah dalam penyaluran beban dari
abutment. Gaya berat tanah ditentukan dengan menghitung
volume tanah diatas abutment dikalikan dengan berat jenis
tanah dari data soil properties.
ASPEK HIDROLOGI
Aspek hidrologi diperlukan dalam menentukan banjir rencana
sehingga akan diketahui tinggi muka air banjir melalui bentuk
penampang yang telah ada. Tinggi muka air banjir ini akan
mempengaruhi terhadap tinggi jembatan yang akan
direncanakan.
1) Curah Hujan Rencana
Dalam hal ini digunakan metode yang tepat dalam menghitung
curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu.
Perhitungan hujan rencana ini digunakan Metode Gumble.
2) Debit Banjir Rencana
Debit rencana dihitung dengan formula Rational Mononobe :
Koefisien run off merupakan perbandingan antar jumlah
limpasan dengan jumlah curah hujan. Besar kecilnya nilai
koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh kondisi topografi dan
perbedaan penggunaan tanah.
ASPEK KONSTRUKSI
Aspek konstruksi berkaitan dengan pemilihan jenis struktur yang akan
digunakan yang didasarkan pada beban yang bekerja, jenis dan kondisi
tanah dan sebagainya.
Beban Struktur Jembatan
Dalam perencanaan struktur jembatan beban dan gaya harus diperhatikan
untuk perhitungan tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan
yaitu :
1. Beban Primer,
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada
setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk beban primer adalah :
a. Beban Mati,
Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan
termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan.
b. Beban Hidup,
Beban hidup jembatan yaitu beban ”T” yang merupakan beban terpusat
untuk lantai kendaraan dan beban ”D” yang merupakan beban jalur untuk
gelagar.
2. Beban Sekunder
Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam setiap perencanaan jembatan.Yang
termasuk beban sekunder adalah :
a. Beban angin,
Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m² pada jembatan
ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal
terbagi rata pada bidang vertikal jembatan. Bidang vertikal
beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang
vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 ( dua )
meter di atas lantai kendaraan.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Gaya akibat perbedaan suhu antara bagian jembatan baik
yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan
bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai
dengan data perkembangan suhu setempat.
c. Gaya Akibat Rangkak dan Susut,
Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus ditinjau.
Besarnya pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap
senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15C.
d. Gaya Rem dan Traksi,
Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5%
dari beban ”D” tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas
yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja
horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80
meter di atas permukaan lantai kendaraan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi,
Pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh gaya
horisontal pada konstruksi akibat beban mati konstruksi dan perlu ditinjau pula
gaya–gaya lain yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan
hidrodinamik akibat gempa, tekanan tanah akibat gempa.
f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan–Tumpuan Bergerak,
Gaya gesek yang timbul ditinjau hanya akibat beban mati saja sedang besarnya
ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan.
BEBAN KHUSUS
Beban khusus adalah beban yang merupakan beban–beban khusus
untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan.
Yang termasuk beban khusus adalah :
- Gaya Sentrifugal
Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan
terhadap suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada
tinggi 1,80 meter di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut
dinyatakan dalam prosen terhadap beban ”D” yang dianggap ada
pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien kejut.
- Gaya dan Beban Selama Pelaksanaan
Besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang
digunakan
- Gaya Aliran Air dan Tumbukan Benda Hanyutan
Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan
luas bidang pengaruh pada suatu pilar.
STRUKTUR JEMBATAN
1. Struktur atas
2. Struktur bawah.
STRUKTUR ATAS ( UPPER
STRUCTURE) TERDIRI DARI :
Gelagar induk atau memanjang merupakan komponen jembatan
yang letaknya melintang arah jembatan atau tegak lurus arah
aliran sungai.
Gelagar melintang merupakan komponen jembatan yang
letaknya melintang arah jembatan.
Lantai jembatan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan
yang menahan beban langsung lalu lintas yang melewati
jembatan itu.
Perletakan adalah penumpu abutment yang berfungsi
menyalurkan semua beban jembatan ke abutment menerus ke
pondasi.
Pelat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan
sehingga tidak terjadi perubahan ketinggian yang terlalu
mencolok pada keduanya.
STRUKTUR ATAS
(SUPERSTRUCTURES)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima
beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban
mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban
pejalan kaki, dll.
Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a) Trotoar :
1. Sandaran dan tiang sandaran,
2. Peninggian trotoar (Kerb),
3. Slab lantai trotoar.
b) Slab lantai kendaraan,
c) Gelagar (Girder),
d) Balok diafragma,
e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f) Tumpuan (Bearing).
STRUKTUR BAWAH (SUB STRUCTURE)
1) Abutment
Abutment merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan
juga sebagai dinding penahan tanah. Bentuk abutment dapat berupa abutment tipe T
terbalik yang dibuat dari beton bertulang.Abutment dilengkapi dengan konstruksi
sayap atau wing wall yang berfungsi untuk menahan tanah dalam arah tegak lurus as
jembatan ( penahan tanah ke samping ).
2) Pondasi
Perencanaan pondasi ditinjau dari pembebanan vertikal dan horisontal dimana daya
dukung tanah telah dihitung harus lebih besar dari beban ultimate. Berdasarkan data
tanah dapat dilihat lapisan tanah keras pada lapisan dalam sehingga digunakan pondasi
dalam yaitu pondasi tiang pancang.
3) Daya Dukung Tiang Pancang
Perhitungan pembagian tekanan pada kelompok tiang pancang yang menerima beban
normal eksentris :
- Penurunan Tiang Pancang
Perhitungan penurunan tiang pancang, tegangan pada tanah akibat berat bangunan dan
muatannya dapat diperhitungkan merata pada kedalaman 2/3 Lp dan disebarkan 30˚.
- Struktur Pelengkap
Sarana pelengkap sangat berguna untuk menunjang bangunan pokok agar dapat
berfungsi dengan baik.
STRUKTUR BAWAH (SUBSTRUCTURES)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan
beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi.
Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar.
Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :
a) Pangkal jembatan (Abutment),
1. Dinding belakang (Back wall),
2. Dinding penahan (Breast wall),
3. Dinding sayap (Wing wall),
4. Oprit, plat injak (Approach slab)
5. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
6. Tumpuan (Bearing).
b) Pilar jembatan (Pier),
1. Kepala pilar (Pier Head),
2. Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,
3. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
4. Tumpuan (Bearing).
FONDASI
Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke
tanah dasar. Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier
jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara
lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile foundation)
1. Tiang pancang kayu (Log Pile),
2. Tiang pancang baja (Steel Pile),
3. Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
4. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed
Concrete Pile), spun pile,
5. Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile,
franky pile,
6. Tiang pancang komposit (Compossite Pile).
BANGUNAN PELENGKAP TERSEBUT SEBAGAI
BERIKUT :
a. Railling, Railling jembatan berfungsi sebagai pagar
pengaman bagi para pemakai jalan.
b. Saluran drainase, Saluran ini untuk mengalirkan air dari
lapisan perkerasan jalan ke luar jembatan.
c. Oprit, Merupakan jalan pelengkap untuk masuk ke jembatan
dengan kondisi disesuaikan agar mampu memberikan
keamanan saat peralihan dari ruas jalan menuju jembatan.
d. Trotoar, Trotoar ini berfungsi sebagai tempat berjalan bagi
para pejalan kaki yang melewati jembatan agar tidak
terganggu lalu lintas kendaraan.
ASPEK PERKERASAN
Unsur beban lalu lintas
Unsur perkerasan
dimana :
ITP = Indeks Tebal Perkersan
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan
D1, D2, D3 = tebal minimum masing-masing jenis perkerasan
C = koefisien kontribusi kendaraan
LHR awal = lalu lintas harian rata-rata pada umur rencana
E = angka ekivalen untuk setiap jenis kendaraan
LHR akhir = lalu lintaas hariaan rata-rata pada akhir umur rencana
UR = umur rencana
FP = faktor penyesuaian
LAPISAN-LAPISAN YANG TERDAPAT PADA
METODE PERKERASAN LENTUR ADALAH :
1. Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat daya
dukung tanah dasarnya (CBR tanah asli atau CBR desain)
a. Perubahan bentuk tetap akibat beban lalu lintas.
b. Sifat kembang susut tanah tertentu akibat perubahan kadar air
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerahdengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya
d. Lendutan selama dan setelah pembebanan lalu lintas dari tanah tersebut.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara
baik pada pelaksanaan.