Anda di halaman 1dari 49

Kuliah Hidrologi

Presipitasi
• Presipitasi : turunnya air dari atmosfer ke
permukaan bumi, yang bisa berupa hujan,
hujan salju, kabut, embun dan hujan es.
• Di daerah tropis, termasuk Indonesia,
yang memberikan sumbangan paling
besar adalah hujan, sehingga seringkali
hujanlah yang dianggap sebagai
presipitasi.
Tipe Hujan
• Hujan terjadi karena udara
basah yang naik ke atmosfer
mengalami pendinginan
sehingga terjadi proses
kondensasi.
• Naiknya udara ke atas dapat
terjadi secara siklonik,
orografik dan konvektif.
HUJAN KONVEKTIF
• Hujan jenis ini biasanya
terjadi sebagai hujan
dengan intensitas yang
tinggi, akibat massa udara
yang terangkat ke atas oleh
pemanasan lahan. Hujan
jenis ini biasanya terjadi di
daerah yang relatif luas dan
bergerak sesuai dengan
pergerakan angin.
Pembentukan hujan konvektif
HUJAN SIKLONIK
• Hujan jenis ini biasanya
terjadi karena udara lembab
panas terangkat ke atas
oleh lapisan udara yang
lebih dingin dan lebih rapat.
Penyebaran hujan jenis ini
sangat dipengaruhi oleh
landai pertemuan antara
udara panas dan dingin dan
biasanya merupakan hujan
dengan daerah penyebaran
terbatas dan dalam waktu Pembentukan hujan siklonik
pendek.
HUJAN OROGRAFIK
• Hujan jenis ini terjadi karena massa udara lembab
terangkat ke atas oleh angin karena adanya
gunung/pegunungan. Udara lembab yang melintasi
daerah pegunungan akan naik dan mengalami
pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan.

Pembentukan hujan orografik


Parameter hujan
• Kedalaman Hujan : Jumlah hujan yang jatuh dipermukaan bumi, yang dianggap
terdistribusi secara merata pada seluruh daerah tangkapan air. Kedalaman hujan
biasanya dinyatakan dalam satuan mm.
• Intensitas Hujan : jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu, yang biasanya
dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/minggu, mm/bulan atau mm/tahun.
• Durasi hujan : adalah waktu yang dihitung dari saat hujan mulai turun sampai
berhenti, yang biasanya dinyatakan dalam jam.
Parameter hujan
• Intensitas hujan rerata : perbandingan antara kedalaman hujan dan durasi hujan.

Contoh :
Hujan selama 5 jam menghasilkan kedalaman 50 mm. hitung intensitas hujan rerata.

Penyelesaian :
Intensitas hujan rerata = kedalaman hujan/durasi hujan = 50/5 = 10 mm/jam
Alat Pengukur Hujan
 Alat ukur hujan dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu penakar hujan biasa (manual
raingauge) dan penakar hujan otomatis
(automatic raingauge).
 Data curah hujan dapat berupa data curah hujan
harian atau curah hujan pada periode waktu yang
lebih pendek, misal setiap menit. Data hujan tipe
pertama dapat diukur dengan penakar hujan
biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200
cm2 yang dipasang setinggi 120 cm dari
permukaan tanah. Data hujan untuk periode
pendek didapat dari alat penakar hujan otomatis
ARR (automatic rainfall recorder) yang dapat
merekam setiap kejadian hujan selama jangka
waktu tertentu. Berdasarkan mekanisme
perekaman data hujan ada tiga jenis ARR, yaitu
tipe weighing bucket, tipping bucket dan float.
Stasiun Hujan
Stasiun Hujan
1. ALAT PENAKAR HUJAN BIASA

 Alat penakar hujan biasa terdiri dari corong dan


botol penampung yang berada di dalam suatu
tabung silinder. Hujan yang jatuh pada corong
akan tertampung di dalam tabung silinder,
kemudian kedalaman hujan di dapat dari
pengukuran volume air yang tertampung dan
luas corongnya. Curah hujan kurang dari 0,1
mm dicatat sebagai 0,0 mm, sedangkan jika
tidak ada hujan dicatat dengan garis (-).
Alat Penakar Hujan Biasa
2. ALAT PENAKAR HUJAN BIASA

a. PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN


• Tipe timbangan (weighing bucket) dapat
merekam jumlah kumulatif hujan secara
kontinyu. Alat ini tidak dilengkapi dengan
sistem pengurasan otomatik.
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN

Bucket

Silinder dibungkus
kertas berskala Pan

Pena Pemberat
b. ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA
JUNGKIT
 Alat penakar hujan otomatis dengan tipping
bucket digunakan untuk pengukuran khusus.
 Air hujan yang tertampung ke dalam corong
akan diteruskan ke saringan kemudian masuk
ke dalam tipping bucket. Kapasitas bucket ini
didesain khusus setara dengan 0.5 mm,
sehingga apabila tampungan air hujan
tercapai akan terjungkir (tipping) yang akan
diteruskan dengan proses perekaman.
ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA JUNGKIT

Saringan
Tipping bucket

Pipa pembuang
c. Penakar hujan jenis pelampung
• Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis
tipe ketiga yaitu float adalah dengan memanfaatkan
gerakan naik pelampung dalam bejana akibat
tertampungnya curah hujan. Pelampung ini berhubungan
dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala
yang menghasilkan grafik rekaman data hujan. Alat ini
dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis, yaitu
pada saat air hujan yang tertampung telah mencapai
kapasitas receivernya akan dikeluarkan dari bejana dan
pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman
data hujan.
Penakar hujan jenis pelampung
Corong

Jam pencatat

Kertas perekam
data hujan

Pelampung
Sifon
Syarat teknis Penempatan dan pemasangan
alat pada stasiun hidrologi
• Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian
sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil
mungkin dan terhindar dari pengaruh penangkapan air
hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan.
• Penempatan setasiun hujan hendaknya berjarak
minimum empat kali tinggi rintangan terdekat.
• Lokasi di suatu lereng yang miring ke satu arah
tertentu hendaknya dihindarkan.
• Penempatan corong penangkap hujan diusahakan
dapat menghindari pengaruh percikan curah hujan ke
dalam dan disekitar alat penakar sebaiknya ditanami
rumput atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau
sejenisnya.
Penentuan Hujan Kawasan/Hujan DAS

• Stasiun penakar hujan hanya memberikan


kedalaman (tinggi) hujan di titik di mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu
luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran
tersebut.
• Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari
satu stasiun pengukuran yang ditempatkan
secara terpencar, hujan yang tercatat di masing-
masing stasiun dapat tidak sama.
METODE
• Dalam analisis hidrologi sering diperlukan
untuk menentukan hujan rerata pada
daerah tersebut.
• Terdapat 3 metode :
– Aritmatik
– Poligon Thiessen
– Isohiet
1. Metode rerata aritmatik (aljabar)
• Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Pengukuran
dengan metode ini dilakukan dengan merata-ratakan hujan di
seluruh DAS. Stasiun hujan yang digunakan untuk menghitung
dengan metode ini adalah yang berada di dalam DAS, akan tetapi
stasiun yang berada di luar DAS dan jaraknya cukup berdekatan
masih bisa diperhitungkan. Metode aljabar ini memberikan hasil
yang tidak teliti, metode ini memberikan hasil yang cukup baik jika
penyebaran hujan merata, serta hujan tidak terlalu bervariasi.
• Hujan DAS dengan cara ini dapat diperoleh dengan persamaan:
n

p i p1  p2  p3  .....  pn
p i 1 p
n n

• dengan:
p = hujan rerata di suatu DAS
pi = hujan di tiap-tiap stasiun
n = jumlah stasiun
Contoh Ilustrasi
Hitung hujan rerata dengan
metode aljabar!
D = 25 mm
p1  p2  p3  .....  pn
p
n
p A  pB  pC
B = 28 mm C = 30 mm p
3
22  28  30
p
A = 22 mm 3
p  26,67 mm

Jika stasiun D di luar DAS ikut 22  28  30  25


diperhitungkan maka: p  26,25mm
4
2. Metode Thiessen
• Metode ini digunakan untuk menghitung
bobot masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Metode ini
digunakan bila penyebaran hujan di
daerah yang ditinjau tidak merata.
PROSEDUR HITUNGAN METODE
POLIGON THIESSEN
Hitungan poligon Thiessen dilakukan dengan cara:
a. Stasiun hujan digambar pada peta daerah yang ditinjau.
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis
lurus, sehingga akan didapatkan bentuk segitiga.
c. Tiap-tiap sisi segitiga dibuat garis berat sehingga saling
bertemu dan membentuk suatu poligon yang
mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan
yang dibentuk oleh poligon, sedangkan untuk stasiun
yang berada di dekat batas daerah, garis batas daerah
membentuk batas tertutup dari poligon.
d. Luas tiap poligon diukur, kemudian dikalikan dengan
kedalaman hujan di tiap poligon. Hasil jumlah hitungan
tersebut dibagi dengan total luas daerah yang ditinjau.
A1

A2

A3

A4
Prosedur hitungan ini dijelaskan pada
persamaan dan gambar berikut ini.
A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn
P
Atotal

A1.P1  A2 .P2  A3 .P3  ......  An .Pn


P
A1  A2  A3  .....  An
Dimana:
• P = curah hujan rata-rata,
• P1,..., Pn = curah hujan pada setiap setasiun,
• A1,..., An = luas yang dibatasi tiap poligon.
Contoh Ilustrasi
D = 25 mm

AB = 53 km2

AC = 45 km2 Garis ini membagi sisi


segitiga menjadi 2
B = 28 mm C = 30 mm bagian sama panjang
(di tengah-tengah)
dan tegak lurus
x

terhadapnya.
x

A = 22 mm

AA = 50 km2

Gambar tidak berskala, luas


bagian dan tinggi hujan hanya
merupakan perumpamaan
Hujan rerata cara Thiessen

A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn


P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC
P
AA  AB  AC
50.22  53.28  45.30
P
50  53  45
3934
P  26,58 mm
148
Poligon Thiessen dengan
AD = 20 km2 D = 25 mm melibatkan stasiun hujan D
yang berada di luar DAS

AB = 37 km2

C = 30 mm
B = 28 mm
AC = 41 km2

A = 22 mm

AA = 50 km2
Hujan rerata cara Thiessen

A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn


P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC  AD .PD
P
AA  AB  AC  AD
50.22  37.28  41.30  20.25
P
50  37  41  20
3866
P  26,12 mm
148
3. Metode Isohiet
• Pada prinsipnya isohiet adalah garis yang
menghubungkan titik-titik dengan
tinggi/kedalaman hujan yang sama,
Kesulitan dari penggunaan metode ini
adalah jika jumlah stasiun di dalam dan
sekitar DAS terlalu sedikit. Hal tersebut
akan mengakibatkan kesulitan dalam
menginterpolasi.
Metode pembuatan garis Isohiet
sebagai berikut:
• Pada peta yang ditinjau, digambarkan lokasi
daerah hujan dan kedalaman hujan.
• Di stasiun hujan yang saling berdampingan
dinilai kedalaman hujannya dan dibuat
interpolasinya. Kemudian hasil interpolasi yang
mewakili kedalaman hujan yang sama
dihubungkan satu sama lain.
• Luas daerah diantara 2 garis isohiet diukur
luasnya, dan dikalikan dengan nilai rerata di
kedua garis isohiet. Kemudian jumlah dari
hasil hitungan tersebut dibagi dengan total
luasan daerah yang ditinjau.
A1
I1=100
A2
I2=95
A3
I3=90
A4

I4=85

I5=80
Hujan DAS menggunakan Isohiet dapat dihitung
dengan persamaan:
n
I i  I i 1
 Ai
2
p i 1
n

A
i
i

I1  I 2 I2  I3 I n  I n 1
A1  A2  .....  An
p 2 2 2
A1  A2  .....  An

Dengan:
p = hujan rerata kawasan
Ai = luasan dari titik i
Ii = garis isohiet ke i
Catatan: tinggi hujan dalam mm

A = 18 B = 22
30 D = 33

A1 = 50 km2 35
I1

C = 36 E = 41 A6 = 25 km2
40 A3 = 180 45
km2

I2 A2 = 20 km2
A4 = 45 km2 50
I3 F = 42
G = 65 60 I = 63
A5 = 15 km2

H = 49
I5
I4

I6
Hujan DAS menggunakan Isohiet
I1  I 2 I 2  I3 I n  I n 1
A1  A2  .....  An
p 2 2 2
A1  A2  .....  An
I1  I 2 I I I I I I I I I I
A1  A2 3 3  A3 2 4  A4 4 5  A5 5 5  A6 4 6
p 2 2 2 2 2 2
A1  A2  A3  A4  A5  A6
30  35 40  40 35  45 45  60 60  60 50  50
50  20  180  45  15  25
p 2 2 2 2 2 2
50  20  180  45  15  25

14.137,5
p  42,20 mm
335
KONDISI DAN SIFAT DATA

• Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan


analisis hidrologi, namun untuk mendapatkan data yang
berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil
pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak
menerus. Apabila terputusnya rangkaian data hanya
beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan masalah
tetapi untuk kurun waktu yang lama tentu akan
menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis.
Perbaikan Data
1. Pengisian data hilang
Dalam praktek di lapangan sering dijumpai
rangkaian data yang tidak lengkap karena:
kerusakan alat
kelalaian petugas
 
Untuk mengatasi hal tersebut, data yang
hilang dapat diisi dengan cara :
a. Normal Ratio Method
b. Reciprocal Square Distance Method
a. Normal Ratio Method
n
1 Anx
Px   Pi
n i 1 Ani
dengan n : banyaknya stasiun hujan di sekitar stasiun X
Px : kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun
X,
Pi : kedalaman hujan di stasiun i,
Anx : hujan rerata (normal) tahunan di stasiun X,
Ani : hujan rerata di stasiun i
b. Reciprocal Square Distance Method
n
1 Pi
Px  2   d xi  2
n
 1  i 1
 
i 1  d xi


dengan n : banyaknya stasiun hujan
dxi : jarak stasiun X ke stasiun i,
Px: kedalaman hujan yang diperkirakan di
stasiun X,
Pi : kedalaman hujan di stasiun i,
2. Ketidakpanggahan Data
(inconsistency)
karena:
alat diganti dengan spesifikasi berbeda,
lokasi alat dipindahkan,
perubahan lingkungan yang mendadak.

Pengujian dapat dilakukan dengan double


Hujan
mass kumulatif
sta. uji
analysis.
  
Hujan rerata kumulatif sta. acuan
• "Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai
pembawa berita gembira di muka kedatangan
rahmatNya (hujan), hingga apabila angin itu
telah membawa awan mendung, Kami halau ke
suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan
hujan di daerah itu. Maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan ini pelbagai macam buah-
buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan
orang-orang yang telah mati, supaya kamu
mengambil pelajaran."
• Surat 7 (Al A’Raaf),ayat 57
• "Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan,
kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)Nya,
kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya,
dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari
langit (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung maka ditimpakannya (butiran-butiran) es
itu kepada siapa yang dikehendakiNya dan
dipalingkannya dari siapa yang dikehendakiNya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan."
• Surat 24 (An Nuur,ayat 43)

Anda mungkin juga menyukai