Kelompok I
Kelas B
2
Etiologi
▫ Penyebab penyakit adalah mikobakterium leprae
▫ Morfologik : berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel, dengan kedua ujung bulat
▫ Ukuran 0.3-0,5 x 1-8 mikron
▫ Bentuk batang gram positip
▫ Tidak bergerak dan tidak berspora
▫ Dapat tersebar atau berkelompok dalam berbagai ukuran, disebut globi
▫ Dinding terdiri dari 2 lapisan, peptidoglikan dan lapisan transparan lipopolisakarida
3
EPIDEMIOLOGI
Lepra dapat terjadi dimanapun seperti di Asia,
Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan
subtropis serta masyarakat dengan
sosioekonomi yang rendah. Tingkat
endemisitas penyakit lepra terjadi di 15 negara
dengan 83% ditemukan di India, Brazil, dan
Birmania
6
Patogenesis
7
1) Pemeriksaan bakterioskopik Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan
sediaan yang diperoleh melalui irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian
diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae.
K LEPRA
8
“ PENEGAKAN DIAGNOSIS LEPRA
Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
didukung dengan pemeriksaan slit skin smear. Diagnosis kusta ditegakkan bila
memenuhi satu atau lebih dari tanda kardinal sebagai berikut :
9
2. Penebalan
▫ Pembesaran saraf tepi biasanya baru ditemukan setelah adanya lesi
saraf tepi
kulit, paling sering mengenai nervus ulnaris dan nervus peroneus
komunis. Pembesaran saraf multipel umumnya lebih sering
ditemukan pada kusta tipe MB. Pemeriksaan saraf meliputi
pemeriksaan nervus supraorbital, nervus aurikularis magnus, nervus
ulnaris, nervus radialis, nervus medianus, nevus poplitea lateralis,
nervus peroneus, dan nervus tibialis posterior
10
1. Lesi kulit
▫ Lesi kulit dapat berupa makula atau plak eritema berwarna seperti
disertai
tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dapat juga berupa
anestesi infiltrasi atau edema. Jumlah lesi dapat tunggal atau multipel.
Hilangnya fungsi kelenjar menyebabkan permukaan lesi tampak
kering, kasar, berkeringat atau berkilap. Folikel rambut dapat
menghilang. Anestesi atau gangguan hingga hilangnya fungsi
sensorik terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu dapat ditemukan pada
lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf perifer. Pada kusta tipe
lepromatosa dapat juga mengenai area di luar persarafan yang
terlibat.
11
3. Pemeriksaan slit
▫ Pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% dengan sensitivitas
skin smear
lebih rendah sekitar 10-50%. Hapusan kulit dapat diambil dari kedua lobus
ditemukan basil telinga, lesi kulit, bagian dorsum interfalang digiti III manus, dan bagian
tahan asam dorsum digiti I pedis. Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen.
Berdasarkan pemeriksaan slit skin smear dapat ditentukan IB (indeks
bakteriologi) dan indeks morfologis (IM) yang membantu dalam menentukan
tipe kusta dan evaluasi terapi. Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi
kuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut skala
logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang mengandung jumlah
bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling
banyak pada setiap lapangan pandang
12
KLASIFIKASI LEPRA
Menurut Kongres Internasional Madrid (1953)
13
KLASIFIKASI
LEPRA
Menurut WHO 1) Lepra tipe PB 2) Lepra tipe MB
pada 1981, ditemukan pada seseorang ditemukan pada seseorang
dengan SIS baik. Pada tipe dengan SIS yang rendah.
ini berarti mengandung Pada tipe ini berarti bahwa
sedikit kuman yaitu tipe TT, mengandung banyak kuman
tipe BT dan tipe I. Pada yaitu tipe LL, tipe BL dan
klasifikasi Ridley-Jopling tipe BB. Pada klasifikasi
dengan Indeks Bakteri (IB) RidleyJopling dengan Indeks
kurang dari 2+. Bakteri (IB) lebih dari 2+.
14
Reaksi lepra
1) Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi reversal.
Reaksi tipe 1 ini disebabkan peningkatan aktivitas sistem kekebalan tubuh dalam melawan basil lepra atau bahkan
sisa basil yang mati. Peningkatan aktivitas ini menyebabkan terjadi peradangan setiap terdapat basil lepra pada
tubuh, terutama kulit dan saraf. Penderita lepra dengan tipe MB maupun PB dapat mengalami reaksi tipe 1.
15
Perbedaan
Reaksi lepra
16
Terapi
Farmakologi
Lepra
▫ Obat-obatan yang digunakan dalam World Health
Organization Multydrug Therapy (WHO-MDT) adalah
kombinasi rifampisin, klofazimin dan dapson untuk
penderita lepra tipe MB serta rifampisin dan dapson
untuk penderita lepra tipe PB.
17
Rifampisin ini adalah obat antilepra yang paling penting dan
termasuk dalam perawatan kedua jenis lepra. Pengobatan lepra
dengan hanya satu obat antilepra akan selalu menghasilkan
mengembangan resistensi obat, pengobatan dengan dapson
atau obat antilepra lain yang digunakan sebagai monoterapi
dianggap tidak etis.
Mekanisme kerja :
Berkhasiat sebagai leprosid berdasarkan penghambatan enzim kuman polimerase RNA.
Efek samping: gejala gastrointestinal, ruam kulit, demam, trombositopenia, influenza like
syndrome, peningkatan konsentrasi bilirubin dan enzim transaminase
Interaksi obat: kortikosteroid, kontrasepsi oral, agen hipoglikemik oral, fenitoin, simetidin,
siklosporin, kuinidin. Absorbsi berkurang bila dikonsumsi bersama antasida
Perhatian: diperlukan pengawasan terhadap fungsi hati pada lansia, penyakit hepar, dan pasien
dengan ketergantungan alkohol. Dapat menyebabkan urin, air mata, air liur, dan sputum berwarna
merah
19
Klofazimin
Mekanisme kerja :
Memiliki efek bakteriosid terhadap M.Leprae berdasarkan pengikatan DNA sehingga fungsinya
diblokir.
Efek samping: pewarnaan kulit, rambut, kornea, konjungtiva, keringat, air mata, sputum, feses, dan
urin yang bersifat reversibel. Gejala gastrointestinal: nyeri, mual, muntah, dan diare
Perhatian: diperlukan pengawasan terhadap pasien dengan penyakit gastrointestinal dan hepar
20
Dapson
Mekanisme kerja :
Bekerja bakteriostatik kuat terhadap basil lepra berdasarkan persaingan substrat dengan PABA serta inhibisi enzim
folat sintetase kuman, hingga pembentukan folat dan DNA dicegah.
Interaksi obat: pemberian klofazimin, dapson, dan rifampisin secara bersamaan dapat menurunkan absorbsi
rifampisin dan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar plasma maksimal
Perhatian: dapson dapat menyebabkan hemolisis terutama pada pasien defisiensi G6PD
21
1) MDT untuk lepra tipe MB
Pada dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg setiap
bulan, klofamizin 300 mg setiap bulan dan 50 mg setiap hari, dan dapsone
100 mg setiap hari. Sedangkan pada anak-anak, diberikan selama 12 bulan
dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari. Prosedur
2) MDT untuk lepra tipe PB
pemberian MDT
Pada dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 600 adalah sebagai
mg setiap bulan dan dapsone 100 mg setiap bulan. Pada anak-anak
diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap
berikut
bulan dan dapsone 50 mg setiap bulan.19 Sedangkan pada anak-anak
dengan usia dibawah 10 tahun, diberikan kombinasi rifampisin 10 mg/kg
berat badan setiap bulan, klofamizin 1 mg/kg berat badan diberikan pada
pergantian hari, tergantung dosis, dan dapsone 2 mg/kg berat badan setiap
hari
pengobatan timbulnya reaksi lepra
23
“ ▫ 2) Pengobatan reaksi ENL (tipe 2)
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara
lain prednison dengan dosis yang disesuaikan berat ringannya reaksi,
biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari. Dosis diturunkan
secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai perbaikan reaksi.
Apabila diperlukan dapat ditambahkan analgetik-antipiretik dan
sedativa.
24
“ pemberian prednison
Ada kemungkinan timbul ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL akan
timbul apabila obat tersebut dihentikan atau diturunkan pada dosis tertentu
sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid secara terus-menerus
dosis diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai
perbaikan reaksi
25
Terapi
Nonfarmakologi
▫ Edukasi mengenai penyakit, pengobatan,
dan efek samping pengobatan.
▫ Edukasi perawatan kulit, kaki, dan tangan
yang mati rasa.
▫ Edukasi perawatan luka.
▫ Edukasi untuk deteksi gangguan mata.
26
Upaya Pencegahan Penularan Kusta
Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar bakteri
yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama
Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan meningkatkan
pemenuhan nutrisi.
Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar
keringat
Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta
Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet
Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita yang sudah
mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain.
Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta
27
Thank you
28