Anda di halaman 1dari 28

ANTILEPRA

Kelompok I
Kelas B

1. Aqsallam Ismail (G70118015)


2. Nur Asita (G70118042)
3. Nur Hidayah (G70118070)
4. Fitri Anggun Solehah M (G70118085)
5. Indah Syafirah Djumaan (G70118136)
6. Fatima Siti Khomairah (G70118138)
7. Sinar Wahyuni (G70118141)
8. Isnaini Safitri Kambea (G70118143)
9. Samaal Mallisa (G70118160)
Definisi

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular dan


bersifat kronik. Penyakit ini disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan
terjadi pada kulit dan saraf tepi. Kuman Mycobacterium
leprae menyerang pada syaraf perifer, yang kemudian
mengenai kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas,
sistem retikulo endotel penderita, mata, otot, tulang dan
testis

2
Etiologi
▫ Penyebab penyakit adalah mikobakterium leprae
▫ Morfologik : berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel, dengan kedua ujung bulat
▫ Ukuran 0.3-0,5 x 1-8 mikron
▫ Bentuk batang gram positip
▫ Tidak bergerak dan tidak berspora
▫ Dapat tersebar atau berkelompok dalam berbagai ukuran, disebut globi
▫ Dinding terdiri dari 2 lapisan, peptidoglikan dan lapisan transparan lipopolisakarida

3
EPIDEMIOLOGI
Lepra dapat terjadi dimanapun seperti di Asia,
Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan
subtropis serta masyarakat dengan
sosioekonomi yang rendah. Tingkat
endemisitas penyakit lepra terjadi di 15 negara
dengan 83% ditemukan di India, Brazil, dan
Birmania

Penyakit kusta di Indonesia


menempati peringkat teratas di
kawasan ASEAN. Penyebaran
penyakit kusta merata di Indonesia,
tetapi paling banyak ditemukan di
Jawa Timur

Find more maps at slidescarnival.com/extra-free-resources-icons-and-maps 4


Tanda-tanda
penyakit kusta
1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/ tubuh manusia.

2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi


lamalama semakin melebar dan banyak.
3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris,
medianus, aulicularis magnus serta peroneus.
4. Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis
dan mengkilat.
5. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang
tersebar pada kulit
6. Alis rambut rontok
gejala-gejala umum yang
timbul pada kusta
1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
2. Anoreksia
3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
4. Cephalgia
5. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis
6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan
hepatospleenomegali.
7. Neuritis

6
Patogenesis

7
1) Pemeriksaan bakterioskopik Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan
sediaan yang diperoleh melalui irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian
diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae.

2) Pemeriksaan histopatologi pada penyakit lepra dilakukan untuk memastikan


gambaran klinik, misalnya lepra Indeterminate atau penentuan klasifikasi lepra.

3) Pemeriksaan serologis Pada lepra didasarkan atas terbentuknya antibodi tubuh


seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat
spesifik dan tidak spesifik. Pemeriksaan serologis ini dapat membantu diagnosis
lepra yang meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Selain itu
DIAGNOSTI dapat juga membantu menentukan lepra subklinis, karena tidak terdapat lesi kulit,

K LEPRA
8
“ PENEGAKAN DIAGNOSIS LEPRA
Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
didukung dengan pemeriksaan slit skin smear. Diagnosis kusta ditegakkan bila
memenuhi satu atau lebih dari tanda kardinal sebagai berikut :

9
2. Penebalan
▫ Pembesaran saraf tepi biasanya baru ditemukan setelah adanya lesi
saraf tepi
kulit, paling sering mengenai nervus ulnaris dan nervus peroneus
komunis. Pembesaran saraf multipel umumnya lebih sering
ditemukan pada kusta tipe MB. Pemeriksaan saraf meliputi
pemeriksaan nervus supraorbital, nervus aurikularis magnus, nervus
ulnaris, nervus radialis, nervus medianus, nevus poplitea lateralis,
nervus peroneus, dan nervus tibialis posterior

10
1. Lesi kulit
▫ Lesi kulit dapat berupa makula atau plak eritema berwarna seperti
disertai
tembaga, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dapat juga berupa
anestesi infiltrasi atau edema. Jumlah lesi dapat tunggal atau multipel.
Hilangnya fungsi kelenjar menyebabkan permukaan lesi tampak
kering, kasar, berkeringat atau berkilap. Folikel rambut dapat
menghilang. Anestesi atau gangguan hingga hilangnya fungsi
sensorik terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu dapat ditemukan pada
lesi dan area yang dipersarafi oleh saraf perifer. Pada kusta tipe
lepromatosa dapat juga mengenai area di luar persarafan yang
terlibat.

11
3. Pemeriksaan slit
▫ Pemeriksaan slit skin smear memiliki spesifisitas 100% dengan sensitivitas
skin smear
lebih rendah sekitar 10-50%. Hapusan kulit dapat diambil dari kedua lobus
ditemukan basil telinga, lesi kulit, bagian dorsum interfalang digiti III manus, dan bagian
tahan asam dorsum digiti I pedis. Pewarnaan dilakukan dengan metode Ziehl-Neelsen.
Berdasarkan pemeriksaan slit skin smear dapat ditentukan IB (indeks
bakteriologi) dan indeks morfologis (IM) yang membantu dalam menentukan
tipe kusta dan evaluasi terapi. Indeks bakteriologi merupakan ukuran semi
kuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus yang dihitung menurut skala
logaritma Ridley. Nilai IB berkisar dari terendah +1 yang mengandung jumlah
bakteri paling sedikit, hingga +6 yang mengandung jumlah bakteri paling
banyak pada setiap lapangan pandang

12
KLASIFIKASI LEPRA
Menurut Kongres Internasional Madrid (1953)

Interdeterminate ( I ) Tuberkuloid ( T ) Bordeline ( B ) Lepromatosa ( L )


Kelainan kulit berupa Terdapat makula atau bercak Kelainan kulit bercak Kelainan kulit berupa bercak-
makula berbentuk bulat tipis bulat tidak teratur lebih menebal, tidak bercak tebal dan difus, bentuk
yang berjumlah 1 atau 2, dengan jumlah lesi 1 atau teratur dan tersebar. tidak jelas, berbentuk bintil-
pada pemeriksaan beberapa. Permukaan kering, Beberapa kasus timbul bintil (nodule), makula tipis di
bakteriologis jarang kasar sering dengan
dari bentuk tuberculoid seluruh badan dan simetris.
sebagai hasil reaksi
ditemukan hasil yang penyembuhan di tengah. Tipe Lepromatous memberikan
ulangan. Tipe
positif, lesi kulit berbentuk Tipe Tuberculoid (T) Borderline hampir hasil positif pada pemeriksaan
datar yang mana dapat memberikan hasil negatif selalu memberikan hasil bakteriologis, infiltrasi pada
berupa hipopigmentasi pada pemeriksaan positif pada lesi kulit dapat dijumpai pada
ataupun erythematous, dan bakteriologis, banyak pada pemeriksaan jumlah banyak atau sedikit, dan
pada reaksi lepromin dapat kasus erythematous skin bakteriologis dan pada negatif pada pemeriksaan
memberikan hasil positif lession, dan positif terhadap reaksi lepromin terhadap lepromin.
ataupun negatif. lepromin. umumnya negatif.

13
KLASIFIKASI
LEPRA
Menurut WHO 1) Lepra tipe PB 2) Lepra tipe MB
pada 1981, ditemukan pada seseorang ditemukan pada seseorang
dengan SIS baik. Pada tipe dengan SIS yang rendah.
ini berarti mengandung Pada tipe ini berarti bahwa
sedikit kuman yaitu tipe TT, mengandung banyak kuman
tipe BT dan tipe I. Pada yaitu tipe LL, tipe BL dan
klasifikasi Ridley-Jopling tipe BB. Pada klasifikasi
dengan Indeks Bakteri (IB) RidleyJopling dengan Indeks
kurang dari 2+. Bakteri (IB) lebih dari 2+.

14
Reaksi lepra
1) Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi reversal.
Reaksi tipe 1 ini disebabkan peningkatan aktivitas sistem kekebalan tubuh dalam melawan basil lepra atau bahkan
sisa basil yang mati. Peningkatan aktivitas ini menyebabkan terjadi peradangan setiap terdapat basil lepra pada
tubuh, terutama kulit dan saraf. Penderita lepra dengan tipe MB maupun PB dapat mengalami reaksi tipe 1.

2) Reaksi tipe 2 disebut juga reaksi Erythema Nodusum Leprosum (ENL).


Reaksi tipe 2 ini terjadi apabila basil leprae dalam jumlah besar terbunuh dan secara bertahap dipecah. Protein
dari basil yang mati mencetuskan reaksi alergi. Reaksi tipe 2 akan mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan
gejala sistemikkarena protein ini terdapat dialiran pembuluh darah. Erythema nodusum leprosumhanya terjadi
pada penderita tipe MB, terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada tipe BL, serta pada ENL
tidak terjadi perubahan tipe, berarti bahwa semakin tinggi tingkat multibasilarnya semakin besar kemungkinan
timbulnya ENL

15
Perbedaan
Reaksi lepra

16
Terapi
Farmakologi
Lepra
▫ Obat-obatan yang digunakan dalam World Health
Organization Multydrug Therapy (WHO-MDT) adalah
kombinasi rifampisin, klofazimin dan dapson untuk
penderita lepra tipe MB serta rifampisin dan dapson
untuk penderita lepra tipe PB.

17
Rifampisin ini adalah obat antilepra yang paling penting dan
termasuk dalam perawatan kedua jenis lepra. Pengobatan lepra
dengan hanya satu obat antilepra akan selalu menghasilkan
mengembangan resistensi obat, pengobatan dengan dapson
atau obat antilepra lain yang digunakan sebagai monoterapi
dianggap tidak etis.

Adanya MDT adalah sebagai usaha untuk mencegah dan


mengobati resistensi, memperpendek masa pengobatan, dan
mempercepat pemutusan mata rantai penularan
Rifampisin

Mekanisme kerja :
Berkhasiat sebagai leprosid berdasarkan penghambatan enzim kuman polimerase RNA.

Efek samping: gejala gastrointestinal, ruam kulit, demam, trombositopenia, influenza like
syndrome, peningkatan konsentrasi bilirubin dan enzim transaminase

Interaksi obat: kortikosteroid, kontrasepsi oral, agen hipoglikemik oral, fenitoin, simetidin,
siklosporin, kuinidin. Absorbsi berkurang bila dikonsumsi bersama antasida

Perhatian: diperlukan pengawasan terhadap fungsi hati pada lansia, penyakit hepar, dan pasien
dengan ketergantungan alkohol. Dapat menyebabkan urin, air mata, air liur, dan sputum berwarna
merah
19
Klofazimin

Mekanisme kerja :
Memiliki efek bakteriosid terhadap M.Leprae berdasarkan pengikatan DNA sehingga fungsinya
diblokir.

Efek samping: pewarnaan kulit, rambut, kornea, konjungtiva, keringat, air mata, sputum, feses, dan
urin yang bersifat reversibel. Gejala gastrointestinal: nyeri, mual, muntah, dan diare

Perhatian: diperlukan pengawasan terhadap pasien dengan penyakit gastrointestinal dan hepar

20
Dapson

Mekanisme kerja :
Bekerja bakteriostatik kuat terhadap basil lepra berdasarkan persaingan substrat dengan PABA serta inhibisi enzim
folat sintetase kuman, hingga pembentukan folat dan DNA dicegah.

Efek samping: gejala gastrointestinal berupa iritasi lambung

Interaksi obat: pemberian klofazimin, dapson, dan rifampisin secara bersamaan dapat menurunkan absorbsi
rifampisin dan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar plasma maksimal

Perhatian: dapson dapat menyebabkan hemolisis terutama pada pasien defisiensi G6PD

21
1) MDT untuk lepra tipe MB
Pada dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg setiap
bulan, klofamizin 300 mg setiap bulan dan 50 mg setiap hari, dan dapsone
100 mg setiap hari. Sedangkan pada anak-anak, diberikan selama 12 bulan
dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari. Prosedur
2) MDT untuk lepra tipe PB
pemberian MDT
Pada dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 600 adalah sebagai
mg setiap bulan dan dapsone 100 mg setiap bulan. Pada anak-anak
diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap
berikut
bulan dan dapsone 50 mg setiap bulan.19 Sedangkan pada anak-anak
dengan usia dibawah 10 tahun, diberikan kombinasi rifampisin 10 mg/kg
berat badan setiap bulan, klofamizin 1 mg/kg berat badan diberikan pada
pergantian hari, tergantung dosis, dan dapsone 2 mg/kg berat badan setiap
hari
pengobatan timbulnya reaksi lepra

“ ▫ 1) Pengobatan reaksi reversal (tipe 1)


Pengobatan tambahan diberikan apabila disertai neuritis akut, obat
pilihan pertama adalah korikosteroid. Biasanya diberikan prednison 40
mg/hari kemudian diturunkan perlahan. Pengobatan harus secepatnya
dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya kerusakan
saraf secara mendadak. Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus
diistirahatkan. Apabila diperlukan dapat diberikan analgetik dan
sedativa.

23
“ ▫ 2) Pengobatan reaksi ENL (tipe 2)
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara
lain prednison dengan dosis yang disesuaikan berat ringannya reaksi,
biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari. Dosis diturunkan
secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai perbaikan reaksi.
Apabila diperlukan dapat ditambahkan analgetik-antipiretik dan
sedativa.

24
“ pemberian prednison
Ada kemungkinan timbul ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL akan
timbul apabila obat tersebut dihentikan atau diturunkan pada dosis tertentu
sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid secara terus-menerus
dosis diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai
perbaikan reaksi

25
Terapi
Nonfarmakologi
▫ Edukasi mengenai penyakit, pengobatan,
dan efek samping pengobatan.
▫ Edukasi perawatan kulit, kaki, dan tangan
yang mati rasa.
▫ Edukasi perawatan luka.
▫ Edukasi untuk deteksi gangguan mata.

26
Upaya Pencegahan Penularan Kusta

 Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar bakteri
yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
 Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama
 Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
 Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan meningkatkan
pemenuhan nutrisi.
 Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar
keringat
 Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta
 Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet
 Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita yang sudah
mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain.
 Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta

27
Thank you

28

Anda mungkin juga menyukai