Anda di halaman 1dari 66

PENYAKIT NON FISIK ANAK: KEJANG

DEMAM, GIZI BURUK, LEUKEMIA,


THALASEMIA, DAN HEMOFILIA
Nama Anggota :
1. Atikah Rahman : 18005
2. Devita Angraeni : 18007
3. Evita Mardina : 18017
4. Lina Andriani : 18029
5. Rahma Rahandini : 18043
6. Renti Kartika Nisa : 18045
7. Rosifa Sutanti : 18047
8. Syafira Raudotussifa : 18055
9. Ulfa Fauzia : 18058

Kelompok 5
1. KONSEP DAN ASKEP KEJANG DEMAM
PENGERTIAN KEJANG DEMAM

Panas dingin atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan
lebih tinggi daripada biasanya atau diatas suhu normal (36°C-37°C).
Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu badannya diatas 37°C.
Sebenarnya, suhu badan yang mencapai 37,5°C masih berada di
ambang batas suhu normal.
Kejang-kejang karena demam, biasa juga disebut dengan kejang
demam atau stuip atau setep adalah suatu kondisi suhu tubuh anak
balita sudah tidak dapat menahan serangan demam pada suhu tertentu.
Naiknya suhu badan pada anak balita dapat saja merangsang kerja
syaraf jaringan otak secara berlebihan, sehingga jaringan otak tidak
dapat lagi mengoordinasikan persyaratan-persyaratan pada anggota
gerak tubuh, antara lain pada lengan dan kaki. Akibatnya terjadilah
kejang-kejang antara lain pada lengan dan kaki anak balita.
ETIOLOGI KEJANG DEMAM
1. Faktor-faktor prenatal
2. Faktor genetika
3. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
4. Demam
5. Gangguan metabolisme
6. Trauma
7. Neoplasma, toksin
8. Gangguan sirkulasi
9. Penyakit degeneratif susunan saraf.
10. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan
kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak
20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun
ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik.
Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya
ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian
kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,
sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).
Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG) : Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin
tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal : Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi
yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
•  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
• BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.
•  Elektrolit : K, Na
• Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
• Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
• Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan
penyebab kejang.
Penaktalaksanaan Medis KEJANG
DEMAM
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut : Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis
yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
• Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
• Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab : Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama. 
d. Pengobatan profilaksis : Pengobatan ini ada dalam cara profilaksis intermitten / saat demam
dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten
diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
Lanjutan....

e. Penanganan sportif
• Bebaskan jalan napas
• Beri zat asam
• Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
• Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan
Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi dapat digunakan :
• Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
• Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
• Diazepam : (indikasi khusus)
ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG
DEMAM
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau istirahat : keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dll.
b. Sirkulasi
1) iktial: hipertensi, peningkatan nadi sinosis
2) Posiktal: TTV normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
c. Integritas Ego : stressor ekternal atau internal yang berhubungan dengan
keadaan dan atau penanganan peka rangsangan adalah pernafasan tidak ada
harapan atau tidak berdaya perubahan dalam berhubungan.
d. Eliminasi : 1) inkontinensia epirodik, 2) makanan atau cairan, 3) sensitivitas
terhadap makanan, mual atau muntah berhubungan dengan aktivitas kejang.
e. Neurosensori
1) riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebral.
2) Adanya area (rangsangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal: kelamaan, nyeri otot, area parasit atau paralisis.
f. Kenyamanan
Lanjutan....

f. Kenyamanan
1) sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal: gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
2) Fase posektal: Apnea
h. Keamanan : 1) riwayat terjatuh, 2) adanya alergi
i. Interaksi sosial : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga
lingkungan sosialnya

B. PEMERIKSAAN FISIK
a) Aktivitas
- Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
- Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b) Integritas Ego : Pelebaran rentang respon emosional
c) Eleminasi
- Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
- Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
Lanjutan....

d) Makanan atau cairan


- Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
- Hyperplasia ginginal
e) Neurosensori (karakteristik kejang)
- Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak
menentu yang mengarah pada fase area.
- Kejang umum
tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil dilatasi,
inkontineusia urine
- Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia
- Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
- Kejang parsial : Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
tidak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif.
f) Kenyamanan
- Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
- Perubahan pada tonus otot
- Tingkah laku distraksi atau gelisah 
g) Keamanan
- Trauma pada jaringan lunak
- Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
DIAGNOSA KEPERAWTAN KEJANG DEMAM

1. Hipertemia b.d proses penyakit d.d kulit klien


terlihat merah, klien terlihat kejang, kulit klien
terasa hangat
2. Risiko infeksi b.d statis cairan tubuh, dan
imunosupresi
3. Defisit Pengetahuan tentang peran menjadi orang
tua b.d kurang terpapar informasi.
Intervensi kejang demam
1. Hipertemia b.d proses penyakit 2. Risiko infeksi b.d statis cairan tubuh, dan
 Tujuan dan KH: setelah dilakukan imunosupresi
intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam  Tujuan dan KH: setelah dilakukan intervensi
maka termoregulasi membaik dengan keperawatan selama 3 x 24 jam maka tingkat
kriteria hasil: - menggigil menurun (1), - infeksi menurun dengan kriteria hasil: - nafsu
kulit merah menurun (1), - kejang makan meningkat (5), - demam menurun (5), -
menurun (1), - suhu tubuh membaik (5), kemerahan menurun (5), - nyeri menurun (5),
dan suhu kulit membaik (5) dan periode menggigil menurun (5)
 Intervensi:  Intervensi:
a. Monitor suhu tubuh a. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
b. Berikan cairan oral alergi
c. Berikan oksigen, jika perlu b. Identifikasi kontraindikasi pemberian
d. Anjurkan tirah baring imunisasi
e. Kolaborasi pemberian cairan dan c. Informasikan imunisasi yang diwajibkan
elektrolit intravena, jika perlu pemerintah
d. Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan vaksin
gratis
Lanjutan....

3. Defisit Pengetahuan tentang peran menjadi orang tua b.d kurang terpapar
informasi.
 Tujuan dan KH: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam
maka tingkat pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil: - perilaku sesuai
anjuran verbalisasi minat dalam belajar meningkat (5), - kemampuan menjelaskan
pengetahuan tentang suatu topik meningkat (5), - kemampuan menggambarkan
pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat (5), dan perilaku
sesuai dengan pengetahuan meningkat (5).
 Intervensi:
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
c. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
d. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
implementasi kejang demam
1. a. Memonitor suhu tubuh
H/: suhu tubuh klien kembali normal.
b. Memberikan cairan oral
H/: klien terlihat membaik
c. Memberikan oksigen, jika perlu
H/: klien terlihat napas membaik
d. Menganjurkan tirah baring
H/: klien terasa nyaman
e. Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
H/: klien terlihat tenang

2. a. Mengidentifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi


H/: kesehatan klien terlihat membaik
b. Mengidentifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
H:/ klien terlihat tenang
c. Meginformasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
H/: klien terlihat gembira
d. Menginformasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis
H/: klien terlihat senang
Lanjutan....

3. a. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


H/: Klien bersedia menerima informasi
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
H/: klien menjelaskan
c. Menjelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
H/: klien mengerti
d. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
H/: klien mengikuti dengan baik
EVALUASI kejang demam

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tercapai


tujuan intervensi dari setiap diagnosa keperawatan, yaitu sebagai
berikut:
1. Suhu tubuh klien membaik
2. Suhu kulit klien membaik
3. Demam klien menurun
4. Tekanan darah klien kembali normal
5. Kulit kemerahan klien berkurang
6. Nafsu makan klien meningkat
7. Nyeri klien berkurang
2. KONSEP DAN ASKEP GIZI BURUK
PENGERTIAN GIZI BURUK
Gizi buruk atau malnutrisi adalah sebuah kondisi serius yang terj
adi ketika asupan makanan seseorang tidak sesuai dengan jumlah
 nutrisi yang dibutuhkan.
Gizi buruk bisa mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, m
ulai dari stunting,diabetes, hingga penyakit jantung.
ETIOLOGI GIZI BURUK
Beberapa kondisi yang menyebabkan gizi buruk termasuk:
a) Kondisi jangka panjang yang menyebabkan kehilangan nafsu mak
an, sakit, muntah, atau perubahan kebiasaan usus (diare)
termasuk kanker, penyakit hati dan penyakit paru-
paru seperti PPOK.
b) Kondisi kesehatan mental seperti depresi atau skizofrenia yang me
mpengaruhi mood dan keinginan makan.
c) Kondisi yang mengganggu kemampuan untuk mencerna makanan 
atau menyerap nutrisi seperti penyakit Crohn atau kolitis ulserati
d) Demensia,
yang dapat menyebabkan penderita mengabaikan kesehatan dan lu
pa maka penyakit gangguan makan, seperti anoreksia.
PENGOBATAN GIZI BURUK

Pengobatan tergantung pada kesehatan seseorang dan derajat mal
nutrisi. Saran diet berupa:
1. Konsumsi makanan yang kaya akan kalori dan protein
2. Makan cemilan diantara waktu makan
3. Minuman tinggi kalori
ASUHAN KEPERAWATAN GIZI BURUK
PENGKAJIAN:
1. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat
badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan
lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi,
status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-
lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan
nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga,
kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Lanjutan....

 PEMERIKSAAN FISIK:
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara
umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran,
tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat
badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin
didapatkan adalah:
a) Penurunan antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit.
b) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
c) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
d) Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
e) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare
f) Edema tungkai
g) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada
bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat
paha)
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium; albumin, creatinine dan nitrogen. Elektrolit, Hb, Ht, transferin.
DIAGNOSA KEPERAWATAN GIZI
BURUK
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada bayi
dengan malnutrisi energi protein (kwashiorkor dan marasmus)
antara lain :
1. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan).
2. Kurang volume cairan.
3. Gangguan integritas kulit.
4. Risiko infeksi.
5. Kurang pengetahuan.
INTERVENSI KEPERAWATAN GIZI BURUK
1. Kurang Nutrisi (Kurang Dari Kebutuhan)
Masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) pada 3) Pada bayi berat badan kurang dari 7
anak dengan malnutrisi energi dan protein kg berikan susu rendah laktosa (low
(kwashiorkor dan marasmus) ini disebabkan nafsu lactose milk-LLM) dengan cara 1/3
makan menurun yang juga dikarenakan gangguan LLM ditambah glukosa 10% tiap
pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang 100 ml susu ditambah 5 gram
diperlukan dalam pencernaan makanan atau juga glukolin untuk mencegah
adanya atrofi vili usus sehingga dapat mengganggu hipoglikemia selama 1-3 hari
proses penyerapan. Tujuan rencana keperawatan kemudian, pada hari berikutnya 2/3.
yang dapat dilakukan adalah mengatasi masalah 4) Apabila berat badan lebih dari 7 kg
kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) agar proses maka pemberian makanan dimulai
metabolisme dalam tubuh kembali normal. dengan makanan bentuk cair selama
1) lakukan pengaturan makanan dengan berbagai 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak, tim,
tahap, salah satunya adalah tahap penyesuaian dan seterusnya, dan lakukan
yang dimulai dari pemberian kalori sebanyak pemberian kalori mulai dari 50 kal/
50 kal/ kg bb/ hari dalam cairan 200 ml/ kg bb/ kg bb/ hari.
hari pada kwashiorkor dan 250 ml/ kg bb/ hari 5) Lakukan evaluasi pola makan, berat
pada marasmus. badan, tanda perubahan kebutuhan
2) Berikan makanan tinggi kalori (3-4 gram/ kg nutrisi; seperti turgor, nafsu makan,
bb/ hari) dan tinggi protein (160-175 gram/ kg kemampuan absorpsi, bising usus,
bb/ hari) pada kekurangan energi dan protein dan tanda vital.
berat, serta berikan mineral dan vitamin.
EVALUASI KEPERAWATAN GIZI BURUK

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tercapai tujuan


intervensi dari setiap diagnosa keperawatan, yaitu sebagai berikut.
1. Masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) teratasi ditandai dengan
proses metabolisme dalam tubuh kembali normal.
2. Peningkatan hidrasi ditunjukkan dengan tidak cekungnya daerah ubun-
ubun, turgor kulit normal, membrane mukosa lembap, dan jumlah serta
berat jenis urin kembali normal.
3. Integritas kulit meningkat ditunjukkan oleh kulit yang tidak bersisik,
tidak kering, dan elastisitasnya normal.
4. Risiko infeksi berkurang atau tidak ada sama sekali ditandai dengan
peningkatan daya tahan tubuh.
5. Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang malnutrisi, cara
pencegahan, dan cara mengatasinya
3. KONSEP DAN ASKEP LEUKEMIA
PENGERTIAN LEUKEMIA
• Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik
pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang
normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga
akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat
dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif
kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.

• Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering


disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang
berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah
putih sirkulasinya meninggi.
ETIOLOGI LEUKEMIA
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian,
orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1. Host
a. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia paling
sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat
pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada
pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit
putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.

b. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada
normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut
juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott
Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Lanjutan....

2. Agent
a. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada beberapa
hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme
reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan
leukemia pada binatang.

b. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia.
Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum
proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk
Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi
LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak.

c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok mengandung
leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
PATOFISIOLOGI LEUKEMIA
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari
normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali
melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.
Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak.
MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah c. Leukemia Limfositik Kronik
anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi,
Sekitar 25% penderita LLK tidak
kelainan organ yang terkena infiltrasi,
menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
hipermetabolisme.
mengalami gejala biasanya ditemukan
a. Leukemia Limfositik Akut limfadenopati generalisata, penurunan berat
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
menggambarkan kegagalan sumsum tulang. Gejala hilangnya nafsu makan dan penurunan
klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, kemampuan latihan atau olahraga. Demam,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan keringat malam dan infeksi semakin parah
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
tulang dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang d. Leukemia Granulositik/Mielositik
bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur. Kronik
b. Leukemia Mielositik Akut LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa
sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam cepat kenyang akibat desakan limpa dan
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan lambung. Penurunan berat badan terjadi
leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
biasanya mengalami gangguan kesadaran, napas akselerasi ditemukan keluhan anemia yang
sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga bertambah berat, petekie, ekimosis dan
menimbulkan gangguan metabolisme yaitu demam yang disertai infeksi.
hiperurisemia dan hipoglikemia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LEUKEMIA

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan


pemeriksaan sumsum tulang.
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit.
Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm 3, sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm 3.
b. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat
perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic
gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita
LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari
total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan
limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.
PENATALAKSAAN LEUKEMIA
a.      Kemoterapi

Kemoterapi pada penderita LLA


 Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan
banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.

 Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)


Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan
untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya
sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
Lanjutan....

 Tahap 3 ( profilaksis SSP)


Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan
dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

 Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan
waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak
hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang
dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

b.      Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya
sel leukemia.
ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA
1.      PENGKAJIAN
a. Riwayat penyakit e. Kaji adanya tanda-tanda invasi
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia: ekstra medulola:
• Limfadenopati
• Pucat
• Hepatomegali
• Kelemahan
• Splenomegali
• Sesak
• Nafas cepat f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya:
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia: • Hematuria
• Demam
• Hipertensi
• Infeksi
• Gagal ginjal
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia: • Inflamasi disekitar rectal
• Ptechiae • Nyeri
• Purpura
• Perdarahan membran mukosa
ANALISA DATA LEUKEMIA
a.      Data Subjektif: b.      Data Objektif
⁻ Lelah ⁻ Pembengkakan Kelenjar Lympa
⁻ Pusing ⁻ Anemia
⁻ Perdarahan
⁻ Sesak
⁻ Gusi berdarah
⁻ Nyeri dada ⁻ Adanya benjolan tiap lipatan
⁻ Napas sesak ⁻ Ditemukan sel-sel muda
⁻ Priapismus
⁻ Hilangnya nafsu makan
⁻ Demam
⁻ Merasa cepat kenyang
⁻ Waktu ycng cukup lama
⁻ Nyeri Tulang dan Persendian.
DIAGNOSA KEPERAWATAN LEUKEMIA

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
INTERVENSI KEPERAWATAN LEUKEMIA
a. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akibat
pertahanan tubuh anemia
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
infeksi Intervensi:
Intervensi: 1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan
1. Pantau suhu dengan teliti ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
R/: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi aktifitas sehari-hari
2. Tempatkan anak dalam ruangan R/: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
khusus 2. Berikan lingkungan tenang dan perlu
R/: untuk meminimalkan terpaparnya anak istirahat tanpa gangguan
dari sumber infeksi R/: menghemat energi untuk aktifitas dan
3. Anjurkan semua pengunjung dan staff regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
rumah sakit untuk menggunakan 3. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada
teknik mencuci tangan dengan baik aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
R/: untuk meminimalkan pajanan pada R/: mengidentifikasi kebutuhan individual dan
organisme infektif membantu pemilihan intervensi
4. Gunakan teknik aseptik yang cermat 4. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari
untuk semua prosedur invasif dan ambulasi
R/: untuk mencegah kontaminasi R/: memaksimalkan sediaan energi untuk tugas
silang/menurunkan resiko infeksi perawatan diri
Lanjutan....

c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang d. Resiko tinggi kekurangan volume


b.d penurunan jumlah trombosit cairan b.d mual dan muntah
Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti Tujuan: Tidak terjadi kekurangan
perdarahan volume cairan. Pasien tidak mengalami
Intervensi: mual dan muntah
1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah Intervensi:
perdarahan khususnya pada daerah 1. Berikan antiemetik awal sebelum
ekimosis dimulainya kemoterapi
R/: karena perdarahan memperberat kondisi anak R/: untuk mencegah mual dan muntah
dengan adanya anemia 2. Berikan antiemetik secara teratur
2. Cegah ulserasi oral dan rectal pada waktu dan program
R/: karena kulit yang luka cenderung untuk kemoterapi
berdarah R/: untuk mencegah episode berulang
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat 3. Kaji respon anak terhadap anti
melakukan injeksi emetic
R/: untuk mencegah perdarahan R/: karena tidak ada obat antiemetik
4. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan yang secara umum berhasil
lembut
R/: untuk mencegah perdarahan
Lanjutan....

e. Perubahan membran mukosa f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


mulut: stomatitis yang b.d efek yang b.d anoreksia, malaise, mual dan muntah,
samping agen kemoterapi efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien tidak mengalami Tujuan:
mukositis oral pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi: Intervensi:
1. Inspeksi mulut setiap hari untuk 1. Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat
adanya ulkus oral anak makan
R/: untuk mendapatkan tindakan R/: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah
yang segera akibat langsung dari mual dan muntah serta
2. Hindari mengukur suhu oral kemoterapi
R/: untuk mencegah trauma 2. Izinkan anak memakan semua makanan yang
3. Gunakan sikat gigi berbulu dapat ditoleransi, rencanakan untuk
lembut, aplikator berujung memperbaiki kualitas gizi pada saat selera
kapas, atau jari yang dibalut kasa makan anak meningkat
R/: untuk menghindari trauma R/: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3. Berikan makanan yang disertai suplemen
nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
R/: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
Lanjutan....

g. Nyeri yang b.d efek fisiologis dari h. Kerusakan integritas kulit b.d
leukemia pemberian agens kemoterapi,
radioterapi,
Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri
Tujuan: pasien mempertahankan
atau nyeri menurun sampai tingkat yang integritas kulit
dapat diterima anak Intervensi:
Intervensi: 1. Berikan perawatan kulit yang
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan cemat, terutama di dalam mulut
dan daerah perianal
skala 0 sampai 5
R/: karena area ini cenderung
R/: informasi memberikan data dasar mengalami ulserasi
untuk mengevaluasi kebutuhan atau 2. Ubah posisi dengan sering
keefektifan intervensi R/: untuk merangsang sirkulasi dan
2. Jika mungkin, gunakan prosedur- mencegah tekanan pada kulit
prosedur (misal pemantauan suhu 3. Mandikan dengan air hangat
dan sabun ringan
non invasif, alat akses vena
R/: mempertahankan kebersihan
R/: untuk meminimalkan rasa tidak tanpa mengiritasi kulit
aman
4. KONSEP DAN ASKEP THALASEMIA
PENGERTIAN THALASEMIA

Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna
“laut”, digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai
defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb
(Wong, 2009).
Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya tidak
mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
ETIOLOGI THALASEMIA

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang
diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen
dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang
di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
PROSEDUR THALASEMIA

 Prosedur Penatalaksanaan
1. Transfusi darah rutin
2. Splenektomi
3. Transplantasi sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif (hanya
direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang sesuai).
4. Risiko kerusakan organ akibat kelebihan beban zat besi setelah transfusi rutin dapat
diminimalkan dengan pemberian jangka panjang obat kelasi, seperti desferioksamin, yang
berikatan dengan zat besi dan memungkinkan zat besi diekskresikan kedalam urine
(Brooker, 2009).

 Pemeriksaan Penunjang
• riwayat keluarga dan klinis
• Hb, MCV, MCH, hitung eritrosit, apus darah
• tes solubilitas untuk HbS
• elektroforesis Hb: kadar HbS dan HbA2.
ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA

A. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan : Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur: Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak: Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan: Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan
gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan: Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
Lanjutan....

6. Pola aktivitas Anak: terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
7. Riwayat kesehatan keluarga: Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang
tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC): Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji
secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
• Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
• Kepala dan bentuk muka: Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
• Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
• Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
• Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang
disebabkan oleh anemia kronik
DIAGNOSA KEPERAWATAN THALASEMIA

1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan


hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen,
dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso
occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan
dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga;
resiko penyembuhan yang lama pada anak.
INTERVENSI KEPERAWATAN
THALASEMIA
a. Resiko tinggi injuri b.d b. Nyeri b.d anoxia membran (vaso occlusive krisis)
ketidaknormalan Tujuan: Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
hemoglobin, penurunan Intervensi:
oksigen, dehidrasi. 1. Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan
Tujuan: Jaga agar pasien kebutuhan minimum cairan anak; infus.
mendapat oksigen yang cukup R/: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
Intervensi: 2. Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan
minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam
1. Ukur tekanan untuk
meminimalkan komplikasi krisis.
berkaitan dengan eksersi R/: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
fisik dan stres emosional 3. Beri informasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan
kebutuhan cairan yang spesifik.
R/: menghindari penambahan
R/: untuk mendorong complience.
oksigen yang dibutuhkan
4. Dorong anak untuk banyak minum
2. Jangan sampai terjadi
R/: untuk mendorong complience.
infeksi. Dan jauhkan dari
5. Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda
lingkungan yang
dehidrasi
beroksigen rendah.
R/: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
R/: Hindarkan anak dari situasi 6. Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari
yang dapat menyebabkan
panas
kekurangan oksigen dalam otak.
R/: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Lanjutan....

c. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan


dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko
penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan: agar bebas dari infeksi
Intervensi:
1. Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab
dengan segera.
R/: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
2. Beri terapi antibiotika
R/: untuk mencegah dan merawat infeksi.
5. KONSEP DAN ASKEP HEMOFILIA
DEFINISI HEMOFILIA
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun Hemofilia merupakan penyakit herediter, tetapi sekitar 20-30 % pasien tidak
memilki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi
mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Ilmu Penyakit Dalam,
2009). 
Hemophilia merupakan gangguan pendarahan turun-temurun yang disebabkan
oleh defisiensi factor penggumpalan khusus (Nursing The Series For Clinical
Excellence, 2011).

Jadi hemofilia adalah penyakit koagulasi darah yang bersifat herediter diturunkan oleh
gen resesif X-Linked dari pihak ibu, biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki dan
wanita carrier akibat kekurangan faktor pembekuan darah. 
Etiologi HEMOFILIA
Hemofilia dapat disebabkan defesiensi pembekuan darah (VIII, IX dan
XI).

Menurut Adele Pillitteri, Hemofili dapat dibedakan menjadi :

1. Hemofilia A : yaitu hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi faktor


VIII (Faktor antihemofilik)

2. Hemofilia B (penyakit natal christmas) : yaitu hemofilia akibat


kekurangan / defektivitas faktor IX (PCT = Plasma Tromboplastin
Antecedent)

3. Hemofilia C: yaitu suatu gangguan pembekuan, umumnya


diturunkan sebagai sifat resesif autosom akibat defisiensi faktor
XI.
PATOFISIOLOGI HEMOFILIA
1. Hemofilia merupakan kondisi yang ditentukan secara genetik,
terangkai seks (kecuali hemofilia C) bersifat resesif.

2. Secara teoritis memungkinkan bahwa perkawinan dari laki-laki yang


hemofilik dan wanita yang carier dapat memberikan anak, dimana satu
dalam empat adalah wanita hemofilik dan kombinasi gen ini Lethal.

3. Pada umumnya, anak dari seorang laki-laki normal dengan wanita


carrier secara rata-rata 50%, 25% wanita carrier dan 25% laki-laki
hemofilik.

4. Sedangkan anak dari seorang laki-laki hemofilik dengan wanita normal


adalah 50% laki-laki normal dan 50% wanita carrier.
MANIFESTASI KLINIS HEMOFILIA
1. Umum: 2. Masa Bayi:
3. Episode
 Sering terjadi perdarahan • Perdarahan Perdarahan
yang abnormal berkepanjangan setelah
sirkumsisi •  Gejala awal nyeri
 Kebiruan pada kulit
 Perdarahan setelah • Ekimosis subkutan di atas • Setelah nyeri
tonjolan-tonjolan tulang bengkak, hangat dan
operasi
(saat berumur 3 – 4 penurunan mobilitas
 Hematuri spontan
 bulan) • sekuela Jangka –
Perdarahan
gastrointestinal • Hematoma besar setelah Panjang
 Perdarahan intracranial infeksi Pendarahan
 Jangkauan pergerakan • Perdarahan dari mukosa berkepanjangan dalam
sendi (ROM) yang oral otot menyebabkan
terbatas kompresi saraf
• Perdarahan jaringan dan fibrosis otot.
 Sendi nyeri dan bengkak
lunak
KOMPLIKASI HEMOFILIA
Menurut Cecily L. Betz komplikasi hemofili adalah :
 Artropati progresif, melumpuhkan
 Kontraktur otot
 Paralis
 Perdarahan intrakranial
 HT ( Hipertensi )
 Kerusakan ginjal
 Splenomegali
 Hepatitis
 HIV ( karena terpajan produk darah yang terkontaminasi )
 Anemi hemolitik
 Trombosis/ tromboembolisme
UJI LABORATORIUM HEMOFILIA
1. Uji Skrinning untuk koagulasi darah
- Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan normal adalah 5 sampai
10 menit)
- Jumlah trombosit ( normal )
- Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan yang
tidak efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII )
2. Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh jaringan
untuk pemeriksaan patologi dan kultur
3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati.
ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA
A. Pengkajian 3. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Biodata Klien Apakah klien mengalami salah satu atau
beberapa dari keluhan utama
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki 4. Riwayat Penyakit Dahulu
dan wanita sebagai carier.
Apakah dulu klien mengalami perdarahan
2. Keluhan Utama yang tidak henti-hentinya serta apakah
 Perdarahan lama ( pada sirkumsisi ) klien mempunyai penyakit menular atau
menurun seperti dermatitis, Hipertensi,
 Epitaksis TBC.
5. Riwayat Penyakit Keluraga
 Memar, khususnya pada ekstremitas bawah
ketika anak mulai Keluarga klien ada yang menderita
hemofili pada laki-laki atau carrier pada
• berjalan dan terbentur pada sesuatu. wanita
 Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat 6. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
perdarahan Pertumbuhan dan perkembangan anak
• jaringan lunak dan hemoragi pada sendi tidak terlewati dengan sempurna.

 Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan


 Perdarahan sistem GI track dan SSP
Lanjutan....

7. ADL (Activity Daily Life)


• Pola Nutrisi: Anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan
sempurna
• Pola Eliminasi : Hematuria, feses hitam
• Pola personal hygiene: Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan dini.
• Pola aktivitas: Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
• Pola istirahat tidur terganggu karena nyeri : Kebutuhan untuk tidur
terganggu karena nyeri.
Diagnosa Keperawatan HEMOFILIA

1.Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mekanisme


pembekuan darah yang tidak normal.
2.Nyeri b.d sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat
hemartosis
3.Resiko tinggi cidera b.d ketidakcukupan pengetahuan tentang
penyakit
4.Kurang pengetahuan b.d informasi inadekuat
5.Resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik b.d keterbatasan gerak
sendi sekunder akibat hemartosis perdarahan pada sendi.
RENCANA KEPERAWATAN HEMOFILIA
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mekanisme pembekuan darah yang tidak normal.
H/: episode perdarahan anak terkendali
Intervesi: :

1. Observasi semua bayi laki-laki dengan cermat setelah sirkumsasi

R/: Pada genetalia terdapat banyak pembuluh darah.

2. Awasi tanda-tanda vital

R/: Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardi.

3. Instruksikan dan pantau anak berkaitan dengan perawatan gigi yaitu menggunakan sikat gigi
berbulu anak

 R/: Sikat gigi berbulu keras dapat menyebabkan perdarahan mukosa mulut.

4. Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai indikasi

R/: Pemberian plasma untuk mempertahankan homeostatis.


Lanjutan....
b. Nyeri b.d sendi dan keterbatasan sendi c. Resiko tinggi cidera b.d
sekunder akibat hemartrosis. H/: menyatakan ketidakcukupan pengetahuan tentang
nyeri reda / terkontrol. penyakit. H/: mencegah terjadinya cidera dan
perdarahan
Intervesi :
Intervesi :
1. Kaji derajat nyeri
1. Ciptakan lingkungan yang aman seperti
R/: Perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada menyingkirkan benda-benda tajam,
sendi dapat menekan saraf memberikan bantalan pada sisi keranjang bayi
untuk yang tidak aktif
2. Dorong klien untuk secara hati-hati
memposisikan bagian tubuh menekan sakit. R/: Anak yang aktif memiliki resiko cidera yang
tinggi apabila tidak diawasi
R/: Menurunkan rasa nyeri
2. Tekankan bahwa olahraga kotak fisik
3. Kompres es pada sendi yang sakit dilarang
R/: Kompres es dapat menyebabkan vasokontraksi R/: Kontak fisik dapat menyebabkan perdarahan
4. Kolaborasi pemberian analgesik ( hindari 3. Berikan tekanan setelah injeksi / fungsi vena
aspirin )
R/: Tekanan ini meminimalkan perdarahan
R/: Aspirin dapat mengganggu pH darah dan dapat
4. Anjurkan orang tua untuk memberikan
.
ketidakcukupan mudah terjadi pengawasan pada saat bermain diluar rumah
Lanjutan....

d. Kurang pengetahuan b.d informasi inadekuat. H/: menyatakan nyeri reda/ terkontrol

Intervesi :

1. Instruksikan anak dan orang tua tentang pemberian penggantian trehadap  faktor yang
kurang.

2. Ajarkan pada orang tua dan anak tentang perlunya pencegahan cidera.

3. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat yang dijual bebas seperti aspirin.

R/ Aspirin dapat mengganggu pH dan dapat membuat perdarahan mudah terjadi

4. Ajarkan keluarga atau anak tentang apa itu hemofili dan tanda serta gejalanya

5. Berikan penjelasan pada keluarga dan atau anak bahwa penyakit ini belum dapat disembuhkan
dan tujuan terapi adalah mencegah munculnya gejala.

R/ Informasi yang adekuat akan dapat meningkatkan pengetahuan klien.


DAFTAR PUSAKA
• Alimul Hidayat, A. Aziz ( 2006 ). Pengantar ilmu keoerawatan Anak. Salemba
Medika. Jakarta
• Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC
• Carpenito, Linda Juall (2001). Diagnosa Keperaatan. EGC. Jakarta
• Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC
• Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.
• Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
• Pilliterry, Adele (2002). Perawata Kesehatan Ibu dan Anak. EGC. Jakarta
• http
://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-anak-le
ukimia/

Anda mungkin juga menyukai