Anda di halaman 1dari 8

SYAR’U MAN QABLANA

Mata Kuliah: USHUL FIQH

Dosen Pengampu: Ustdz Syamsul Rizal MZ M.H.I., M.PD.I


Akan di presentasikan oleh :
*Lala Ananda Putri
*Vonika Lestari
A.PENGERTIAN

Syar’u Man Qablana adalah syariat


atau ajaran-ajaran nabi-nabi sebelum
islam yang berhubungan hukum,
seperti syari’at nabi Ibrahim as, nabi
Musa as, nabi Isa as.
B.Pendapat Para Ulama
Menurut jumhur ulama yang terdiri atas ulama hanifiyah,malikiyah,sebagian ulama
syafiiyyah dan salah satu Pendapat Imam Ahmad Ibnu Hambal menyatakan bahwa
syari’at sebelum islam itu disampaikan kepada Rasulullah Saw.Melalui wahyu ,yaitu
al-qur’an,bukan melalui kitab agama mereka yang di ubah,dengan syarat tidak ada
nash yang menolak hukum-hukum itu,maka umat islam terikat dengan hukum-hukum
itu.Alasan yang di kemukakan :

a.Pada dasarnya syari’at itu


adalah satu karena yang datang
dari Allah juga oleh karena
b.Selain itu,terdapat
itu,apa yang di syari’at kan
beberapa ayat yang
kepada para nabi terdahulu dan
menyuruh mengikuti para
disebutkan dalam al-qur’an
nabi terdahulu(Q.S.an-
berlaku kepada nabi
Nahl/16:123)
Muhammad Saw.(Q.S.As-
Syura/42:13)
C.Pengelompokkan
A.syari’at terdahulu terdapat dalam
al-qur’an atau penjelasan Nabi yang
B.Hukum-hukum dijelaskan dalam al-
di syari’atkan untuk umat sebelum
qur’an maupun hadits nabi
nabi Muhammad Saw dan dijelaskan
disyari’atkan untuk umat sebelumnya
pula dalam al-qur’an atau hadits nabi
dan dinyatakan pula berlaku pada
bahwa yang demikian telah di naskh
umat Nabi Muhammad saw.
dan tidak berlaku lagi bagi umat Nbi
Muhammad Saw.(Q.S.Al-An’AM/8:146)

C.Hukum-hukum yang disebutkan


dalam al-qur’an atau hadits
nabi,dijelaskan berlaku pada umat
sebelum Nabi Muhammad,namun
secara jelas tidak dinyatakan berlaku
untuk kita,juga tidak ada penjelasan
bahwa hukum tersebut telah dinaskh.
D.Macam-macam Syar’u Man Qablana
Dinaskh Syari’at kita(syariat islam).Tidak termasuk syariat kita menurut
kesepakatan semua ulama.Contoh:Pada syariat nabi Musa a.s.pakaian yang terkena
najis tidak suci .Kecuali di potong apa yang kena najis itu.

Dianggap syariat kita melalui al qur-an dan al-sunnah ini termasuk syariat kita atas
kesepakatan ulama.Contoh:perintah menjalankan puasa.

Tidak ada penegasan dari syari’at kita apakah dinaskh atau dianggap sebagai syariat
kita.
E.Kedudukan Syar’u Man Qablana

‘Dia(Allah) telah menyariatkan kepadamu agama yang telah di


wasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu
(Muhammad) dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
ibrahim,musa,isa,yaitu tegakkanlah agama (Keimanan dan
ketaqwaan)dan janganlah kamu berpecah-pecah didalamnya.Sangat
berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti)agama kamu serukan
kepada mereka.Allah memilih orang yang dikehendaki kepada agama dan
tauhid dan memberikan petunjuk kepada-Nya(agama) bagi orang yang
kembali kepada-Nya.(Q.S.AS-Syura:13).
Oleh karena itu,terdapat penghapusan terhadap sebagian hukum umat-
umat yang sebelum kita (zaman jahiliyah).Dengan datangnya syari’at
islamiyyah dan sebagian lagi hukum-hukum umat yang terdahulu tetap
berlaku,seperti qishas.
F.Kehujjahan Syar’u Man Qablana
Syari’at orang yang sebelum kita harus di ceritakan dengan berdasarkan kepada
sumber-sumber yang menjadi pedoman ajaran islam,maka tidak dijadikan
hujjah bagi umat islam.Demikian hasil kesepakatan para fuqaha.

Kebenarannya dalam al qur’an dan sunnah tanpa diiringi dengan penolakkan


dan tanpa nasakh menunjukkan bahwa ia juga berlaku sebagai syari’at nabi
Muhammad.

Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa al-qur’an membenarkan kitab-


kitab taurat dan injil.
Kesimpulan
Syar’u Man Qablana adalah syariat atau ajaran-ajaran nabi sebelum islam yang
berhubungan dengan hukum,seperti syariat Nabi Ibrahim,Nabi Musa,Nabi
Isa.Syar’u Man Qablana dibagi menjadi 2 bagian .Pertama,setiap hukum syariat
dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam al-qur’an dan
sunnah.Kedua,setiap hukum syariat dari umat terdahulu disebutkan dalam al-
qur’an dan sunnah.
Menurut Abu Hanifah,perselisihan antara dua orang sahabat mengenai hukum
suatu kejadian sehingga terdapat dua pendapat,bisa dikatakan ijma’ di antara
keduanya.Maka jika keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan maka telah
keluar dari ijma’ mereka.
Sedangkan Imam syafi’i berpendapat bahwa pendapat orang tertentu dikalangan
sahabat tidak di pandang sebagai hujjah.Bahkan beliau memperkenankan untuk
menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan ijtihad untuk
mengistinbatkan pendapat lain.

Anda mungkin juga menyukai