pengertian
Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi
klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
2) ) Teori Psikogis
etiologi
teori biologis
Faktor Biokimia
Genetic Faktor
Cycardian
Rhytm
Teori psikogis
Teori Learning
Psikoanalisa Imitation,
Theory
modelling and
information
processing
theory
Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang
yang merupakan faktor predisposis, artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
patofisiologi
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian)
Faktor psikologi perilaku kekerasan meliputi:
1. Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresif dan
kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
2. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang dipelajarai, individu
yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah,
2012: 31).
Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstiumulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi memberikan dampak
terhadap nilai – nilai sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya
merasa terancam, baik berupa injury secara fisik,
psikis atau ancaman konsep diri. Beberapa.
faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan
orang, meras
terancam baik internal dari permasalahan diri
klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3). Lingkungan: panas, padat dan bising
Tanda dan gejala :
Muka merah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Jalan mondar
Mandir
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Melempar atau memukul benda atua orang lain
Merusak barang atau benda
Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan
MANIFESTASI KLINIS
Computed Tomograph (CT) Scan
Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia berupa
abnormalitas otak seperti atrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel
dengan rasio ventrikel - otak meningkat yang dapat dihubungkan
dengan derajat gejala yang dapat dilihat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan
gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal rata - rata, atrofi lobus
temporal (terutama hipokampus, girus parahipokampus, dan girus
temporal superior).
Positron Emission Tomography (PET)
Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan
PEMERISAAN DIAGNOSTIK
dapat menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal,
terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.
Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)
Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas
aktivitas pada daerah otak yang bervariasi
Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
Alat yang dapat menunjukkan respongelombang
otak terhadap ransangan yang bervariasi disertai
dengan adanya respons yang terhambat dan
menurun, kadang -kadang di lobus frontal dan
sistem limbik.
Addiction Severity Index (ASI)
ASI dapat menentukan masalah ketergantungan
(ketergantungan zat), yang mungkin dapat
dikaitkan dengan penyakit mental, dan
mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan.
Electroensephalogram (EEG)
Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin
abnormal, menunjukkan ada atau luasnya
kerusakan organik pada otak.
Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan
pengobatan mempunyai dosis efektif tinggi contohnya:
clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka
dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan
anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
PENATALAKSANAAN
Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja
terapi ini buka pemberian pekerjaan atau kegiatan
itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena
itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca
koran, main catur dapat pula dijadikan media yang
penting setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ni merupakan langkah awalyang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program
kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan
(sehat - sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yangsehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat
kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
Terapi somatic
Menurut depkes RI 2000 hal 230
menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku
adaftif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi
adalah perilaku pasien (Eko Prabowo,
2014: hal 146).
Terapi kejanglistrik
Terapi kejang listrik atau electronic
convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan
kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani
skizofrenia membutuhkan 20 - 30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap
2 - 3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko
Prabowo, 2014: hal 146).
Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan menurut Keliat (1999 : 3 - 4 dan 21), adalah
sebagai berikut:
a. Pada pengkajian biodata atau identitas klien dapat kita
kaji meliputi: nama, umur, jenis kelamin (l/p), nomor
cm, ruang rawat, tanggal masuk MRS.
b. Penanggung Jawab klien meliputi: orang tua, wali,
atau,orang lain
c. Tanda dan gejala perilaku kekerasan Menurut Yosep
(2008: 1250 - 1251), perawat dapat mengidentifikasikan
tanda dan gejala perilaku kekerasan :
Diagnosa
Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga
tanggung jawab
Tujuan Khusus
TUK
I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi
Klien mau membalas salam
Kien mau berjabat tangan
Klien mau menyebutkan nama
Klien mau kontak mata
Klien mau mengetahui nama perawat
Klien mau menyediakan waktu untuk ontak
TINJAUN KASUS
2. Alasan Masuk
Klien dibawa ke Puskesmas karena bicara-
bicara sendiri, mengurung diri, mendengar
suara yang menyuruhnya memukul dirinya
sendiri dan membenturkan kepala ke
dinding, memukul istri, susah tidur,
merusak dan melempar-lempar barang.
Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa 1
tahun yang lalu, sudah pernah dibawa berobat
namun pengobatannya kurang berhasil karena
klien tidak teratur minum obat di rumah. Dan
klien datang kembali berobat ke Puskesmas
pada bulan Mei 2019. Tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Dalam keluarga hanya klien yang mengalami
gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan: Regiment terapeutik
inefektif
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital: TD:120/70 mmHg
HR: 80x/menit
Temp: 360c
RR: 20x/menit
Ukur: TB : 160 cm BB: 64 kg
Klien tidak memiliki keluhan tentang
fisiknya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
psikososial
Keterangan :
: laki -laki
: perempuan
: klien laki-laki
: keluarga laki-laki yang
meninggal
: keluarga perempuan yang
meninggal
Klien mengatakan anak ke empat dari lima
bersaudara, klien sudah menikah dan
mempunyai 4 orang anak dan tinggal
serumah dengan istri dan ke empat
anaknya.
Citra Tubuh
Klien menyukai bentuk tubuhnya dan tidak ada yang istimewa
Identitas
Klien anak ke empat dari lima bersaudara
Peran
Klien berperan sebagai suami dan ayah untuk anak-anaknya
Ideal diri
Klien ingin cepat sembuh
Harga diri
Klien merasa dirinya tidak berharga karena tidak bisa bekerja
Konsep diri
Orang yang berarti dalam hidup klien
adalah istri dan anak. Klien tidak pernah
ikut dalam kegiatan kelompok di
masyarakat. Penyakit klien menyebabkan
klien lebih memilih menyendiri.
Hubungan Sosial
◦ Spiritual
Klien beragama Kristen dan klien menyakini adanya Tuhan
Yang Maha Esa
◦ Status Mental
Penampilan
Klien berpenampilan rapi, memakai baju sesuai fungsinya
dan tidak terbalik.
Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-
loncat dari tema yang dibicarakan dan dapat berkomunikasi
dengan lancar.
Aktivitas Motorik
Klien tampak gelisah dan bingun, terkadang mondar-mandir
Alam perasaan
Alam perasaan klien saat ini sedih karena merasa tidak
berguna karena sakit yang dialaminya
Afek
Labil karena klien mudah marah, mudah emosi bila ditanya
Interaksi selama wawancara
Selama wawancara klien dapat diajak kerja sama dengan perawat dan kontak
mata sepenuhnya.
Persepsi
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul
dirinya sendiri
Proses pikir
Selama wawancara klien dapat menjawab pertanyaan secara lancar dan sesuai.
Isi pikir
Klien mengatakan tidak ada perasaan curiga kepada orang lain.
Tingkat kesadaran
Klien sadar penuh (compos mentis) dan konsentrasi saat sedang di wawancarai.
Memori
Klien masih dapat mengingat kejadian masa lalu dan sekarang (saat dibawa ke
Puskesmas dan diantar oleh keluarga dan klien dapat mengingat nama perawat
saat berkenalan).
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu konsentrasi dan dapat berhitung secara sederhana
Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan yang mana baik dan buruk
Daya tilik diri
Klien menyadari penyakit yang dideritanya
◦ Kebutuhan Persiapan Pulang
Klien mampu makan dengan mandiri
dengan cara yang baik seperti biasanya,
klien makan 3x sehari, pagi, siang dan
malam. Klien BAB 1x sehari dan BAK
kurang lebih 5x sehari, dan mampu
melakukan eliminasi dengan baik, menjaga
kebersihan setelah BAB dan BAK dengan
baik. Klien tidak mengetahui tentang
pemakaian obat-obatan, klien mandi 2x
sehari dengan mandiri.
◦ Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien merasa terasingkan diantara keluarga
dan lingkungan karena penyakit yang
dialami klien saat ini.
Masalah dengan dukungan lingkungan:
sebelum dibawa ke Puskesmas klien mau
mengikuti kegiatan di lingkungan, namun
orang-orang tidak menerima kehadirannya
karena emosinya yang tidak terkendali.
◦ Aspek Medik
Diagnosis Medik: Skizofrenia paranoid
Perilaku Kekerasan
Therapy Medik:
Clozapine 1x1
Trihexypenidil 2mg 2x1
Risperidone 2mg 2x1
n Analisa data masalah
o
1. DS: Resiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk memukul dirinya sendiri
- Keluarga klien mengatakan pernah membenturkan
kepalanya ke dinding
- Klien mengatakan saat marah tidak bisa mengontrol
emosinya
- Klien mengatakan pernah memukul istrinya
- Keuarga mengatakan di rumah klien sering merusak dan
melempar-lempar barang.
DO:
Analisa data
- Wajah klien tampak tegang
- Wajah memerah
- Tangan mengepal
no Analisa data Masalah
2 DS: Gangguan persepsi sensori:
- Klien mengatakan mendengar suara-suara yang halusinasi pendengaran
menyuruhnya untuk memukul dirinya sendiri
DO:
Klien tampak berbicara sendiri
3. DS:
- Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang-
orang di sekitarnya
- Klien mengatakan lebih senang hidup menyendiri
- Keluarga mengatakan sewaktu di rumah klien sering
mengurung diri di kamar
DO:
- Klien tampak menyendiri
no Analisa data masalah
5. DS: Penatalaksanaan
- Klien mengatakan saat di rumah tidak teratur minum Regiment Terapeutik
Inefektif
obat
DO:
- Obat yang diberikan tidak diminum teratur oleh klien
- Penyakit klien kambuh lagi
Resiko perilaku kekerasa
isolasi sosial
Pohon masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
Isolasi sosial: Menarik Diri
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
Penatalaksanaan Regiment Terapeutik
Inefektif
2. Selasa, Resiko
SP 2 S:
28 Mei 2019 perilaku
kekerasan Fase orientasi - Klien
kesimpulan
Karakteristik klien dengan perilaku kekerasan
dalam penelitian ini sebagian besar adalah berjenis
kelamin laki-laki. Pada jenjang pendidikan,
sebagian besar tingkat pendidikannya adalah
menengah (SMP-SMA). Pada riwayat pekerjaan,
hampir seluruh tidak bekerja. Sebagian besar ≥
satu tahun lama klien pulang dari rumah sakit
jiwa. Pada frekuensi kekambuhan ≥ 2kali/ tahun
klien mengalami kekambuhan. Karakteristik
berdasarkan usia ditemukan pada kelompok usia
dewasa.
saran