Anda di halaman 1dari 52

Pemantauan terapi obat (PTO)

Pemantauan terapi obat (PTO)


Suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup: pengkajian
pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,
reaksi obat yang tidak dikehendaki (rotd),)dan
rekomendasi perubahan atau alternatif terapi.
Hasil penelitian
(Direktorat bina farmasi komunitas dan klinik Depkes RI 2009)
Amerika Serikat : Pasien rawat inap
didapatkan hasil angka kejadian ROTD yang
serius sebanyak 6,7% dan ROTD yang fatal
sebanyak 0,32%
Perancis : Pemberian obat yang
kontraindikasi dengan kondisi pasien
(21,3%), cara pemberian yang tidak tepat
(20,6%), pemberian dosis yang sub
terapeutik (19,2%), dan interaksi obat
(12,6%).
Indonesia : 78,2% pasien geriatri selama
menjalani rawat inap mengalami masalah
terkait obat
PTO
1. Seleksi pasien
2. Pengumpulan data pasien
3. Identifikasi masalah terkait obat
4. Rekomendasi terapi
5. Rencana pemantauan (SOAP)
6. Dokumentasi
A. Seleksi pasien
1. Kondisi Pasien.
• Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi
penyakit sehingga menerima polifarmasi.
• Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
• Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati
dan ginjal.
• Pasien geriatri dan pediatri.
• Pasien hamil dan menyusui.
• Pasien dengan perawatan intensif.
Seleksi pasien
2. Obat
Jenis Obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti :
i. obat dengan indeks terapi sempit (contoh:digoksin,fenitoin),
ii. obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan hepatotoksik
(contoh: OAT),
iii. sitostatika (contoh: metotreksat),
iv. antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
v. obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS),
vi. obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
Kompleksitas regimen
i. Polifarmasi
ii. Variasi rute pemberian
iii. Variasi aturan pakai
iv. Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
B. Pengumpulan Data Pasien
Pengumpulan Data Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam
proses PTO.
Data tersebut dapat diperoleh dari:
• rekam medik,
• profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,
• wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga
kesehatan lain.
C. Identifikasi Masalah Terkait Obat
1. Ada indikasi tetapi tidak di terapi
2. Pemberian obat tanpa indikasi
3. Pemilihan obat yang tidak tepat.
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
7. Interaksi obat
8. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab
D. Rekomendasi Terapi
• Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)
• Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh:
nyeri)
• Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi
ginjal)
• Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi
antara lain: derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau
kronis).
Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan
berdasarkan: efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah
dipatuhi.
E. Rencana Pemantauan
1. Menetapkan parameter farmakoterapi
2. Menetapkan sasaran terapi (end point)
3. Menetapkan frekuensi pemantauan

• Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam


PTO adalah
• Subjective Objective Assessment Planning (SOAP).
F. Dokumentasi
• Setiap langkah kegiatan pemantauan terapi obat yang
dilakukan harus didokumentasikan. Hal ini penting karena
berkaitan dengan bukti otentik pelaksanaan pelayanan
kefarmasian yang dapat di gunakan untuk tujuan
akuntabilitas/pertanggungjawaban, evaluasi pelayanan,
pendidikan dan penelitian.
KASUS PTO RSPI Prof. DR. Sulianti saroso
Tanggal Riview : 21 feb 2018
Demografi pasien
Nama : Tn XXXXXXX
Umur Pasien : 34 Tahun
Berat Badan : 40 Kg
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Riwayat Sosial : Merokok, Cemas, jarang mengkonsumsi
sayur dan buah
Riwayat penyakit terdahulu :

• B20 (Rujukan dari puskesmas kembangan)


• TB paru

Riwayat Penggunaan Obat

• Obat ARV
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal
TD : 110/70 130/90 mmHg 22-2-2018
N : 84 70-80 x/menit 22-2-2018
RR : 20 16-20 x/menit 22-2-2018
S : 36,5 36,6 -37,2 °C 22-2-2018
Hb : 10,9 13,2 – 17,3 g/dL 8-2-2018
Albumin : 1,90 3,4 – 4,8 g/dL 4-2-2018
Natrium darah : 127 135-147 mmol/L 4-2-2018
SGOT : 84 0-50 u/L 4-2-2018
SGPT : 43 0-50 u/L 4-2-2108
Haemoglobin : 10,9 13,2 – 17,3 g/dL 8-2-2018
No
Hasil Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
Fisik
Tanggal

1 Badan Kurus/Malnutrisi 21/2/2018

2 Mulut jamuran 21/2/2018

3 Batuk, mual, muntah 21/2/2018

4 Diare akut 21/2/2018


Hasil pemeriksaan Diagnostik

Bercak tersebar di paru kanan & kiri


Penggunaan Obat Saat Ini
Nama Obat Regimen Dosis Indikasi Tanggal
OMZ 40 mg 1x1 Nyeri lambung (4-12)
Ondansentron Inj 4mg/2ml 3x1 Mual, muntah (4-13)
PCT tab 500 mg 3x1 analgesik (4-13)
New Diatab 3x2 Diare (4-13)
Leshicol tab 300 mg 3x1 Fungsi hati (4-6)
Vit B6 1x1
Cotrimoxazol tab 480 mg 1x1 antibiotik (8-22)
Mycostatin Inj 4x1 antijamur (7)
R/H/E 450/300/1000 1x1 TBC (7-22)
Cotrimoxazol Inj 80mg/5ml 1x2 antibiotik (4-7)
Pemantauan SOAP
tgl Subjective Objective Assesment Plan

22/ Jamur pada mulut TD : 125/89 Malnutrisi Mengobati kandidiasis


2 pada rongga mulut
(Mycostatin Inj),
Diare, lemas N : 10,4 Ganguan Terapi diare (new diatab)
pola nafas 3x2 sehari
Antibiotik (Cotrimoxazol
tab)
Kurus, Tidak nafsu RR : 22 B20 , TB paru Stop pemberian PCT
makan

Sesak, sakit dada S : 36,9 Kemungkina


n penurunan
berat badan

Albumin : 1,90

SGOT : 84

SGPT : 43
Pemantauan SOAP
tgl Subjective Objective Assesment Plan
23/2 Jamur pada TD : 110/80 Obat diberikan Infus NacL
mulut sesuai diagnosa ARV tidak diberikan karena
berkurang gangguan hati
kurus N : 90 Kemungkinan (Hepatotoksitas)
penurunan Pemberian Albumin
berat badan sebagai terapi protein
tubuh
Nafas cepat RR : 26 Obat diberikan Cotrimoxazol inj (antibitik)
sesuai diagnosa Lesichol (vitamin hati)
S : 36,8
Na.darah :
127
tgl
Pemantauan
Subjective Objective
SOAP
Assesment Plan Keterangan
26/2 Tidak ada TD : 110/70 Obat Infus NacL Setelah uji
keluhan diberikan Pemberian ARV hasil lab,
sesuai setelah SGOT mengetahui
diagnosa dan SGPT ARV
normal dapat/tidak
Motivasi pasien diberikan
Jamur N : 84 Test lab ulang
mulut
sudah
kering
RR : 20
S : 36,5
DRP (drug related problem)
1.Pemberian Obat Tidak Tepat
•Pemberian Obat ARV dengan hasil laboratorium menunjukan

Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal


SGOT : 84 0-50 u/L 4-2-2018
SGPT : 43 0-50 u/L 4-2-2108

•Obat memiliki efek samping Hepatotoksitas, dalam keadaan ini


obat akan diberikan kembali setelah hasil SGOT dan SGPT
normal. Didukung pemberian vitamin hati agar hati dapat
bekerja dengan normal.
•2. pemberian obat yang tanpa indikasi
•Pemeberian Paracetamol selama 9 hari, yang mana dengan
dosis berlebih dapat merusak organ hati.
Pharmaceutical care network europe
foundation (PCNE)
No INTERVENSI (I)
1 Pada tingkat obat 3.5 Obat Harus Dihentikan
ACCEPTANCE (A)
2 Intervensi Diterima 1.1 Diteima dan diimplementasikan
sepenuhnya
OUTCOME (O)
3 Terselesaikan 1.1 Masalah Terselesaikan sepenuhnya
Problem (P)
4 Keefektifan terapi 1.2 Efek terapi tidak maksimal
5 Lain-lain 3.2 Pengobatan yang tidak perlu
COUSE (C)
6 Pemilihan Obat 1.1 Obat tidak sesuai dengan tata laksana
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN FUNGSI HATI
HATI
Hati merupakan organ
intestinal paling besar dalam
tubuh manusia. Di dalamnya
terjadi proses metabolisme
tubuh dan juga proses penting
lainnya seperti penyimpanan
energi, pembentukan protein
dan asam empedu, pengaturan
metabolisme kolesterol dan
detoksifikasi racun atau obat
yang masuk dalam tubuh.
GANGGUAN FUNGSI HATI
• Gangguan fungsi atau penyakit hati dibagi
menjadi dua yaitu :

• penyakit hati akut berlangsung sampai


dengan 6 bulan
• penyakit hati kronis berlangsung lebih
dari 6 bulan
PENYEBAB PENYAKIT HATI

ALKOHOL ATAU
OBAT – OBATAN GENETIK
TERTENTU

INVEKSI VIRUS
HEPATITIS

GANGGUAN
KANKER
IMUNOLOGIS
KLASIFIKASI PENYAKIT HATI

HEPATITIS ATAU PERADANGAN PADA HATI

Disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C, D, E,F dan G


SIROSIS HATI ATAU PERADANGAN HATI DAN BENGKAK

Hati mencoba memperbaiki diri dengan membentuk bekas luka atau parut
kecil. Parut ini yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Jika
semakin banyak parut yang terbentuk dan menyatu, maka fase selanjutnya
disebut SIROSIS
KANKER HATI

Kanker hati Yang banyak terjadi


adalah Hepaticellular
carcinoma (HCC).

HCC merupakan komplikasi


akhir yang serius dari hepatitis
kronis.
PERLEMAKAN HATI

Perlemakan hati terjadi bila


penimbunan lemak melebihi 5%
dari berat hati atau mengenai lebih
dari separuh jaringan sel hati.

(BERAT HATI : rata – rata 1,2 –


1,8 kg atau kira – kira 2,5%
berat orang dewasa )
Kolestasis dan Jaundice

Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan


produksi dan/atau pengeluaran empedu.
Jaundice merupakan adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah
dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan
bola mata (pada lapisan sklera)
Hemochromatosis

Hemochromatosis merupakan
kelainan metabolisme besi yang
ditandai dengan adanya
pengendapan besi secara berlebihan
di dalam jaringan.
Kelebihan zat besi akan disimpan
dalam organ tubuh, terutama hati,
jantung dan pankreas dan
berujung pada kerusakan organ.
ABSES HATI

Abses hati dapat disebabkan


oleh infeksi bakteri atau
amuba.
Kondisi ini disebabkan karena
bakteri berkembang biak
dengan cepat, menimbulkan
gejala demam dan menggigil
Penatalaksanaan Dosis Obat pada Pasien Kerusakan Fungsi Hati

1. Mengurangi dosis obat tetapi interval dosis


normal

2. Mengunakan dosis normal tetapi


memperpanjang interval obat
OBAT – OBAT YANG MEMERLUKAN
PERHATIAN KHUSUS PD PENDERITA
GANGGUAN HATI:
1. Sedatif (benzodiazepin) dapat menimbulkan koma

2. Paracetamol, halotan dan INH pada dosis tinggi


mempertinggi kerusakan

3. Obat – obat lain seperti Propanolol, Furosemid,


Lansoprazol, Warfarin, Fenitoin , Diazepam, Klorpromasin,
Kloramfenikol, Digitoksin dan Teofilin juga harus di
perhatikan penggunaanya
Lanjutan..

4. Obat-obat Yang Dimetabolisme Terutama Pada Organ Hati


1. Lidokain
2. Procainamide
3. Quinidine
4. Phenytoin
5. Carbamazepine
6. Valproic acid
7. Phenobarbital
8. Ethosuximide
9. Cyclosporine
11. Theophyline
12. Diazepam
Lanjutan..
5. Obat – obatan dengan indeks terapi sempit yang >60% dieliminasikan pada hati
1. Aminophylline
2. Carbamazepine
3. Clindamycin
4. Clonidine
5. Valproic Acid
6. Warfarin sodium
7. Theophylline
8. Guanethidine
9. Quinidine gluconate
10. Isoproterenol
11. Levoxyine
12. Prazosin
13. Procainamide
14. Phenytoin
15.Minoxidil
16. Oxytriphylline
Metode pelaksanaan PTO adalah dengan
menggunakan kerangka SOAP sebagai berikut

S = Subjektif
O = Objektif
A = Assessment
P = Plans
Metode pelaksanaan PTO adalah dengan
menggunakan kerangka SOAP

SUBJEKTIF

OBJEKTIF

ASSESSMENT

PLANS
SUBJEKTIF
Data subjektif adalah gejala yang dikeluhkan
oleh pasien.

Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.


OBJEKTIF

Data objektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan.


Tanda - tanda objektif mencakup tanda vital :
• tekanan darah,
• suhu tubuh,

• denyut nadi,
• kecepatan pernafasan,
• hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
ASSESSMENT

Berdasarkan data subjektif dan objektif


dilakukan analisis terkait obat.
PLANS
• Setelah dilakukan SOAP maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang dapat

dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

• Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait obat

(Hepler dan Strand). Masalah yang dapat ditemukan antara lain sebagai berikut.

• Ada indikasi tetapi tidak di terapi :Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan

membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua

keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.

• Pemberian obat tanpa indikasi ,pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.

• Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk

kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi

• Dosis terlalu tinggi

• Dosis terlalu rendah

• Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)


LANJUTAN..
1. Ada indikasi tetapi tidak di terapi : Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan

dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa

tidak semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.

2. Pemberian obat tanpa indikasi : pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.

3. Pemilihan obat yang tidak tepat : Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan

terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, kontra indikasi

4. Dosis terlalu tinggi

5. Dosis terlalu rendah

6. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

7. Interaksi obat
Lanjutan..

Dalam PTO, perlu pahami jenis-jenis efek samping obat sebagai

berikut :

• Efek samping yang dapat diperkirakan:


• Aksi farmakologik yang berlebihan

• Respons karena penghentian obat

• Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama

• Efek samping yang tidk  dapat diperkirakan:


• Reaksi alergi

• Reaksi karena faktor genetik

• Reaksi idiosinkratik
CONTOH PEMATAUAN TERAPI OBAT
PADA PASIEN HEAPTITIS B
PENGOBATAN HEPATITIS B

• LAMIVUDIN

• Indikasi : Hepatitis B kronik.

• Dosis : Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari.

Anak usia 2 – 11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum

100 mg/hari).

• Efek samping : diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah,

demam, anemia, neutropenia, trombositopenia,

neuropati, jarang pankreatitis.


LANJUTAN..

• Interaksi obat : Trimetroprim menyebabkan


peningkatan kadar Lamivudine dalam plasma.
• Perhatian : pankreatitis, kerusakan ginjal
berat, penderita sirosis berat, hamil dan laktasi.
LANJUTAN..

Penatalaksanaan :

• Tes untuk HBeAg dan anti HBe di akhir pengobatan selama 1 tahun dan
kemudian setiap 3 -6 bulan.

• Durasi pengobatan optimal untuk hepatitis B belum diketahui, tetapi


pengobatan dapat dihentikan setelah 1 tahun jika ditemukan adanya
serokonversi HBeAg.

• Pengobatan lebih lanjut 3 – 6 bulan setelah ada serokonversi HBeAg


untuk mengurangi kemungkinan kambuh.

• Monitoring fungsi hati selama paling sedikit 4 bulan setelah penghentian


terapi dengan Lamivudine.
Kesimpulan
• Dilaksanakan Pemantauan Terapi obat (PTO)
dilakukan dengan tujuan memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien sehingga masyarakat pada umumnya
dan pasien pada khususnya serta pihak-pihak
terkait akan lebih merasakan peran dan fungsi
pelayanan kefarmasian.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai