Anda di halaman 1dari 57

MK.

Ekominawisata

Ekominawisata: merupakan salah satu pemanfaatan


ekosistem (mangrove, lamun, terumbu
karang dan lain-lain) dengan pendekatan
edukasi dan ekonomi untuk mencapai
suatu tujuan.

Ekowisata : merupakan salah satu kegiatan


pariwisata yang berwawasan
lingkungan (Taqwa, 2015)

Wisata : adalah bepergian secara bersama-sama


dengan tujuan untuk bersenang-senang,
menambah pengetahuan, dan lain-lain.
Selain itu juga dapat diartikan sebagai
bertamasya atau piknik.
1. Observasi Lapang Pendahuluan
2. Bagi Kelompok Terumbu Karang
Berdasarkan Karakter Tertentu
(i.e. kedalaman)
3. Tentukan Plot-plot Atau Transek
Garis Pengambilan Contoh di
Atas Peta
4. Buat Plot atau Transek Garis di
Lapang
5. Pengukuran Parameter di Lapang
PARAMETER YANG DITELITI

1. Luas Kawasan Terumbu


Karang
2. Jenis Hewan Karang
3. Penutupan Per Jenis
Karang (% Penutupan)
4. Jenis Substrat
5. Kecerahan Air
6. Oksigen Terlarut di Air
7. Suhu Air
LAUT LEPAS

DALAM > 10 M

MANGROVE DALAM 5-10 M

DALAM < 5 M

LAUT TANPA KARANG


The manta tow technique was developed in 1969 to
assess crown-of-thorns starfish densities on reefs in
Micronesia (Chesher 1969). Similar studies were
done in the Red Sea (Roads & Ormond 1971),
Micronesia (Goreau et al. 1972) and on the Great
Barrier Reef (Endean & Stablum 1973). Since the
1970's, the manta tow technique has been used
extensively on the Great Barrier Reef for broadscale
surveys (at the scale of entire, or large part of, reef).
http://www.aims.gov.au/pages/research/reef-
monitoring/ltm/mon-sop1/mon-sop1-05.html#figure1
Penentuan Stasiun Pengambilan Contoh
 Lokasi yang ditentukan harus
mewakili bagian wilayah kajian, dan
didasarkan pada tingkat keterbukaan
pada gelombang di wilayah kajian
atau berdasarkan kedalaman air.

 Penentuan stasiun di lakukan


berdasarkan observasi pendahuluan

Bengen, 2002
 Pada setiap stasiun pengambilan
contoh, tetapkan transek-transek
garis. Transek garis diletakkan
sejajar dengan garis pantai, dan
mengikuti kontur dasar
 Pengambilan contoh atau
pengamatan karang dilakukan oleh
minimal 2 orang yang menyelam
bersama sepanjang transek garis.
 Pada setiap transek, ukur parameter
lingkungan yang ditentukan

Bengen, 2002
 Pada setiap transek garis,
identifikasi setiap spesies karang,
lifeform karang, hitung jumlah
individu (koloni yang tumbuh bebas)
dari setiap spesies, dan estimasi
persentase penutupan karang
hidup.
 Apabila belum diketahui nama
spesies karang yang ditemukan,
potonglah sebagian kecil dari
karang untuk selanjutnya
diidentifikasi

Bengen, 2002
Analisis Data Terumbu Karang

 Penutupan Spesies (PCi) adalah


persentase penutupan spesies dalam
suatu unit area :

PCi = (Ci /A) x 100

dimana, Ci adalah penutupan karang spesies


i (cm), dan A adalah ukuran transek (cm).
 Persentase tutupan karang

 Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan persen


penutupan karang (Kepmen No. 04 Tahun 2001 tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang)

Luas Area
Kriteria
Kerusakan (%)
Baik Sekali 75-100
Baik
Baik 50-74.9
Sedang 25-49.9
Rusak
Buruk 0 -24.9
Struktur dan Pembentukan Terumbu
Karang
• Terumbu terbentuk dari endapan-endapan
masif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan
oleh organisme karang pembentuk terumbu
(karang hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo
Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan
zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae
berkapur serta organisme lain yang menyekresi
kalsium karbonat.

• Karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) hidup berkoloni, dan tiap individu
karang yang disebut polip menempati mangkuk kecil yang dinamakan koralit. Tiap
mangkuk koralit mempunyai beberapa septa yang tajam dan berbentuk daun
yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini merupakan dasar
penentuan spesies karang. Tiap polip adalah hewan berkulit ganda, dimana kulit
luar yang dinamakan epidermis dipisahkan oleh lapisan jaringan mati (mesoglea)
dari kulit dalamnya yang disebut gastrodermis.

• Dalam gastrodermis terdapat tumbuhan renik bersel tunggal yang dinamakan


zooxantellae yang hidup bersimbiosis dengan polip. Zooxantellae dapat
menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis, yang kemudian
disekresikan sebagian ke dalam usus polip sebagai pangan.
REPRODUKSI HEWAN KARANG
• Terumbu karang berbiak baik
secara seksual maupun aseksual

• Pembiakan seksual; terjadi


melalui penyatuan gamet jantan
dan betina untuk membentuk
larva bersilia yang disebut
planula. Planula akan menyebar
kemudian menempel pada
substrat yang keras dan tumbuh
menjadi polip. Kemudian polip
tersebut akan melakukan
pembiakan aseksual

• Pembiakan aseksual; dilakukan


dengan cara fragmentasi
sehingga terbentuk polip-polip
baru yang saling menempel
sampai terbentuk koloni yang
besar dengan bentuk yang
beragam sesuai jenisnya
Faktor-faktor Pembatas
Perkembangan Terumbu Karang

• Suhu air > 18oC, tapi bagi


perkembangan optimal diperlukan
suhu rata-rata tahunan berkisar
antara 23 - 25oC, dengan suhu
maksimal yang masih dapat
ditolerir berkisar antara 36 - 40oC.
• Kedalaman perairan < 50 m,
dengan kedalaman bagi
perkembangan optimal pada 25 m
atau kurang.
• Salinitas air yang konstan berkisar
antara 30 - 36 o/oo.
• Perairan yang cerah,
bergelombang besar dan bebas
dari sedimen.
Kajian Aspek Ekologi, Sosial, Budaya, Ekonomi, Hukum, Kelembagaan dan
Kebijakan serta Teknologi dan Infrastruktur Untuk Pengelolaan Terumbu
Karang:

1. Hubungan antara laju degredasi (luas, waktu dan kecepatan)


terhadap tingkat kerusakan ekosistem wilayah pesisir
2. Hubungan antara kerusakan ekosistem terhadap tingkat
kerusakan lingkungan (kualitas air, abrasi, dan lain)
3. Hubungan perubahan iklim terhadap degredasi ekosistem
wilayah pesisir
4. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku masyarakat
dalam pengelolaan terhadap tingkat kerusakan wilayah
pesisir
5. Hubungan antara tingkat kerusakan ekosistem dengan
tingkat pendapatan (produksi prikanan tangkap,
budidaya dan lain-lain), kesejahteraan dan kualitas hidup
7. Hubungan kesiapan kelembagaan masyarakat
dan pemerintah dalam pengendalian
kerusakan wilayah pesisir
8. Hubungan ketersediaan dan efektivitas
kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam
pengendalian kerusakan wilayah pesisir
9. Hubungan jenis dan tingkat pemanfaatan
teknologi dengan pengendalian kerusakan
wilayah pesisir
10. Hubungan ketersedian dan kualitas infrastruktur
dengan pengendalian kerusakan wilayah
pesisir
11. Aspirasi dan rekomendasi pelestarian dan
rehabilitasi ekosistem wilayah pesisir
MANFAAT TERUMBU KARANG

1. Keanekaragaman hayati
2. Manfaat ekologis (habitat
biota, spawning ground,
feeding ground, nursery
ground)
3. Produksi perikanan
4. Ekowisata
5. Perlindungan pantai
Perbandingan produktifitas primer ekosistem
tropis

No Tipe ekosistem PP (g.c./m2/th)

1 Mangrove (bakau) 2.300 – 5.074

2 Padang lamun 4.650

3 Terumbu karang 4.200

4 Perairan Peru 3.650

5 Kebun tebu 3.450

6 Padang rumput darat 5.00

7 Plankton 50 (laut lepas)


250 (pesisir)
8 Rumput laut 500-1.000
STATUS TERUMBU KARANG INDONESIA

• Species dari 700 jenis karang di dunia, 400 jenis ada di Indonesia,
diantaranya sudah masuk kategori langka Appendix II CITES
(Convention on International Trade in Endangered ).
• Jenis karang yang masuk Appendix II adalah dari genus Pocillopora,
Acropora, Pavona, Fungia, Halomitra, Polyphyllia, Favia, Platygyra,
Merulina, Lobophyllia dan Factinia

• Kondisi karang di Indonesia (Suharsono, 1995):


- 6,48% sangat baik
- 22,53% baik
- 28,39% sedang
- 42,59% buruk
i
n High
t tide
e
r
t
i
d
a Low
l tide
KARANG TUBIR/LAUT LEPAS
Coral and reef fish at strong current of South
coast

Lokasi : SC2 Pantai Rantung, April 2004

Lokasi : SC3 Pantai Senunu, April 2004

Lokasi : SC2 Pantai Rantung, April 2004


Coral at the shallow waters
(a gulf)
Permasalahan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan terumbu karang

ASPEK EKOLOGI:

1. Keterbatasan data ilmiah yang akurat


2. Penambangan karang dan penangkapan ikan hias yang tidak
berwawasan lingkungan
3. Pencemaran lingkungan (domestik, pariwisata, industri,
pertambangan, transportasi, pertanian, dll.)
4. Reklamasi dan Pengerukan, serta aktifitas pembangunan
lainnya
5. Prioritas yang rendah terhadap kawasan terumbu jika terjadi
konflik kepentingan dengan sektor lain
Biodiversity
Ecological Function
Fishery
Eco-tourism
Permasalahan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan terumbu karang

ASPEK EKONOMI:

1. Keuntungan jangka pendek menjadi pertimbangan utama


dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang
2. Permintaan pasar global terhadap karang dan ikan hias
merupakan pemicu distorsi pasar terbesar.
3. Selisih keuntungan yang begitu besar mulai dari
pengambil (nelayan) hingga pengusaha dan penjual
Permasalahan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan terumbu karang

ASPEK SOSIAL:

1. Ketidakjelasan hak pengelola karena pengelolaan


terumbu karang terkait dengan hak-hak pengelolaan
perikanan baik yang bersifat adat maupun umum
2. Konflik antara nelayan penangkap ikan dengan nelayan
penambang karang dan masyarakat setempat, serta
pelaku dari sektor terkait
3. Kesenjangan kekuatan tawar dan kultur sosial
masyarakat nelayan
4. Pemahaman masyarakat terhadap kelestarian terumbu
karang sangat kurang
Permasalahan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan terumbu karang

ASPEK HUKUM LINGKINGAN:

1. Kriteria penetapan kerusakan terumbu karang (KEPMEN


LH No 4 Tahun 2001) belum efektif diaplikasikan.
2. Kriteria pelanggaran dalam proses pengelolaan dan
pemanfaatan terumbu karang tidak jelas
3. Belum adanya kejelasan institusi yang berhak dan
berwenang dalam menetapkan kebijakan dan
pengawasan
4. Penegakan hukum yang lemah
PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG

• Pengembangan wilayah pesisir………> kekeruhan


• Penambangan pasir dan karang batu
• Tangkap lebih
• Penangkapan yang merusak: bahan peledak,
bahan kimia beracun, bubu, alat tangkap pukat
dasar atau muroami
• Pemanfaatan rekreasi intensif
• Pencemaran
• Sedimentasi
• Pemanasan global
• Aliran drainase
ANCAMAN
WISATA

• Perubahan lingkungan
• Kerusakan sumberdaya
(terumbu karang dan
biotalaut)
• Pembangunan perhotelan
dan infra struktur
• Pembuangan limbah
wisata
• Konflik sosial-ekonomi,
INDUSTRI

• Gangguan habitat pesisir


(terumbu karang, lamun dan
mangrove)
• Pencemaran perairan dan biota
• Penurunan keanekaragaman
hayati dan produktifitas
TRANSPORTASI LAUT
DAN PELABUHAN

• Air balast
(hidrokarbon/kerosin,
minyak/lemak dan
logam)
• Tumpahan/ceceran
minyak
• Pencemaran perairan • Pembuangan jangkar
(minyak/lemak dan logam
berat)
• Penurunan keanekaragaman
hayati dan produktifitas
• Penurunan nilai estetika
perairan
• Penurunan penetrasi cahaya
LIMBAH DOMESTIK

• Penurunan oksigen
• Kerusakan lingkungan
• Limbah organik & anorganik
• Limbah sampah
PASCA PENCEMARAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK
DI PANTAI BELAKANG PADANG DAN BATAM
(9 Desember 2004)
PENCEMARAN SLUDGE MINYAK
DI PANTAI NONGSA
(15 Desember 2004)
Kerusakan karang oleh penduduk lokal
KERUSAKAN KARANG KARENA
PEMASANGAN BUBU
KERUSAKAN KARANG KARENA PENGEBOMAN
CORAL
TRANSPLANTATION 5 Years

2 Years
BUDIDAYA KARANG HIAS

Tahap persiapan dan Tahap pembuatan rak dan Tahap persiapan penanaman
sosialisasi substrat untuk tahap F0 Fragmen untuk tahap F0
Tahap pemotongan fragmen
Kepada nelayan mitra
F0 (induk)

Fragmen F0 yang telah Fragmen F0 yang telah Fragmen F0 yang telah Fragmen F0 yang
Berumur 4 bulan Berumur 3 bulan ditanam Ditempatkan pada rak

Contoh fragmen F0 berumur 4 bulan


JENIS-JENIS KARANG HIAS HASIL BUDIDAYA
Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Terumbu Buatan

Terumbu buatan adalah


struktur atau kerangka
yang sengaja dipasangkan
ke dalam laut yang
ditujukan sebagai tempat
berlindung dan habitat
bagi organisme laut atau
sebagai pelindung pantai.
Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Terumbu Buatan
Modul Beton
Jangka panjang berperan sebagai
habitat penyusun terumbu karang

Dapat ditempatkan pada lokasi


dengan kondisi arus deras
Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Terumbu Buatan

Modul Ban

Jangka pendek berperan


dalam pengumpulan ikan

Sangat sesuai pada lokasi-


lokasi yang terlindung dari
angin dan arus laut lemah
Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Terumbu Buatan
Thank You

Anda mungkin juga menyukai