Anda di halaman 1dari 22

PAJAK

PENGHASILAN
PASAL 22 DAN 23
Kelompok 4

Chalbu Mussafa
Dede Rohmadin
Muhammad Faizal Haq
POKOK
BAHASAN
Dasar Hukum
Penjelasan PPh 22 dan 23
Teori
Insentif PPh 22 dan 23 di Tanggung
Penerapan Strategi Gross Up
pemerintah (Covid 19)

Kasus
Analisa dan Pembahasan

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


Dasar Hukum
Definisi
PPh Pasal 22 PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 Pajak Penghasilan PPh Pasal
adalah pajak yang dibebankan 23 adalah pajak yang
kepada badan usaha, baik milik dipotong atas penghasilan
Pemerintah (BUMN) maupun yang berasal dari modal,
swasta, yang melakukan penyerahan jasa, atau hadiah
kegiatan perdagangan ekspor, dan penghargaan, selain yang
impor, ataupun re-impor. telah dipotong PPh Pasal 21.
PEMOTONG PPH 22
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut pajak atas objek Pajak
Penghasilan Pasal 22 impor barang.

Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran

Bendahara pengeluaran

Kuasa Pengguna Anggaran

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Industri dan eksportir

Industri atau badan usaha lain yang melakukan pembelian dari badan usaha atau orang
perorangan yang memegang izin usaha pertambangan.
Badan pemerintah

Subjek pajak badan dalam negeri

Penyelenggaraan kegiatan
PPH 23

PEMO
TONG

Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak
sesuai dengan KEP-50/PJ/199
• Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
• Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain
tanah dan bangunan saja.
OBJEK PAJAK PPh 22
OBJEK PAJAK PPh 22
• Impor Barang dan Eksporo
• Pembayaran atas Pembelian Barang
• Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan
• Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
• Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya BUMN
• Penjualan hasil produksi kepada distributor
• Penjualan kendaraan bermotor
• Penjualan bahan bakar minyak
• Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
• Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
TARIF PAJAK PPh 22
TARIF PAJAK PPh 22

Atas impor:
• Bagi yang menggunakan API = 2,5% x nilai impor
• Bagi non-API = 7,5% x nilai impor
• Bagi yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

Atas pembelian barang


• 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)

Atas penjualan hasil produksi


• Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
• Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
• Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
• Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri


• 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir


• 0,5% x nilai impor
OBJEK dan TARIF PAJAK PPh
15% dari jumlah bruto atas:
23 termasuk dividen dari perusahaan asuransi
 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
 Royalti
 Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

2% dari jumlah bruto atas:


 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat 2.
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21.
 Jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No 141/PMK.03/2015
Penerapan Strategi Gross Up
Strategi Gross Up Menghadapi Kondisi Khusus PPh Pasal 23

Langkah yang sesuai dengan regulasi disebut dengan istilah gross up. Metode ini adalah
langkah yang dilakukan dengan memasukan jumlah potongan PPh Pasal 23 pada nilai jasa
yang hendak dibayarkan. Artinya, perusahaan Anda menanggung beban potongan PPh
Pasal 23 dan menyetorkan kepada kas negara. Hal ini perlu dilakukan agar pembukuan
tetap konsisten. Setiap dokumen yang terbit setelah perhitungan gross up harus
mencantumkan nilai konsisten atau nilai sebesar yang telah dilakukan perhitungan gross
up.
Contoh Kasus
PT Kayu Makmur melakukan pembayaran atas jasa akuntansi kepada CV
Hitung Mandiri, keduanya merupakan PKP. Nilai transaksi ini adalah
Rp20.000.000 pada tanggal 1 Juli 2018. Namun demikian CV Bayar
Mandiri tidak mau penghasilannya dipotong PPh 23 sehingga PT Kayu
Makmur melakukan gross up atas nilai sewa menjadi Rp20.408.163 dari
hasil Rp 0.000.000 x 100% (100%-2%). Maka jurnal dari sisi PT Kayu
Makmur akan menjadi sebagai berikut.

Uraian Debit Kredit


Beban Jasa Akuntansi
Rp20.408.163 –
(gross up)
PPN Masukan (1-% x
Rp2.040.816 –
Rp20.408.163)
Hutang PPh 23 (2% x
– Rp408.163
Rp20.408.163)
Kas – Rp22.040.816
Gross up yang dilakukan PT Kayu Makmur memungkinkan
pembebanan secara fiskal biaya jasa akuntansi dari CV Hitung Mandiri
untuk kemudian disetorkan ke kas negara. Secara akuntansi,
pembukuan ini seimbang, walau tidak dalam waktu yang sama.
Intensif PPh Pasal 22 Ditanggung Pemerintah-Covid 19
Terkait pandemi Covid-19 pemerintah telah mengeluarkan aturan terkait
pemberian insentif tersebut melalui PMK No. 23/PMK.03/2020 yang
ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2020.

Insentif PPh Pasal 22 Impor diberikan dalam bentuk Surat Keterangan


Bebas Pemungutan PPh pasal 22 Impor yang diterbitkan oleh Kepala KPP
terdaftar berlaku sejak SKB diterbitkan hingga tanggal 30 September
2020 yang diajukan secara online

Pelaporan Realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor yaitu dengan


mengisi form pada lampiran M di PMK No. 44 2020 kemudian dilampirkan
bersama dengan SSP saat pelaporan SPT PPh 22. Laporan realisasi
pembebasan PPh pasal 22 Impor tersebut disampaikan setiap tiga bulan.
Adapun penyampaian pada masa pajak April-Juni 2020 disampaikan
paling lambat pada tanggal 20 Juli 2020, dan penyampaian realisasi pada
masa pajak Juli- September 2020 disampaikan paling lambat pada
tanggal 20 Oktober 2020.
Intensif PPh Pasal 23 Ditanggung Pemerintah-Covid 19
PEMBEBASAN pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan salah satu dari
sekian banyak insentif yang disediakan pemerintah dalam rangka
penanganan pandemi virus Corona atau Covid-19. Insentif tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 28/2020.

Dengan insentif itu, penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong dalam PPh
Pasal 21, bebas dari potongan PPh Pasal 23.

Seperti insentif pajak Covid-19 lainnya, pembebasan PPh Pasal 23 juga


mengharuskan wajib pajak untuk melaksanakan pelaporan realisasi
insentif paling lambat 20 Juli untuk periode masa pajak April 2020
hingga masa pajak Juni 2020.

Kemudian, pelaporan realisasi untuk periode masa pajak Juli 2020


sampai dengan masa pajak September 2020, paling lambat 20 Oktober
2020.
KASUS PPh 22
Pada tanggal 5 Juli 2017 PT XYZ mengimpor barang dari USA dengan
harga faktur US$150.000. Biaya asuransi sebesar 3% dari nilai faktur,
biaya angkut sebesar 10% dari nilai faktur. Bea masuk sebesar 15% dan
bea masuk tambahan sebesar 10%. Asumsi US$1 = Rp13.000. PT XYZ
memiliki API

Pertanyaan:

Bagaimanakah perhitungan PPh 22 jika PT XYZ yang API dan Non API
dalam penghitungan PPh 22 nya?
PEMBAHASAN PPh 22
MEMILIKI API

PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen


Bea Cukai jika PT XYZ memiliki API

= 2,5% x Rp2.966.250.000 = Rp74.156.250

TIDAK MEMILIKI API

PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh Ditjen


Bea Cukai jika PT XYZ tidak memiliki API

= 7,5% x Rp2.966.250.000 = Rp224.718.750


ANALISA PPh 22
Pemungut MEMILIKI API TIDAK MEMILIKI API
Ditjen Bea Cukai 2,5% x Rp2 966 250 000 7,5% x Rp2 966 250 000
Rp 74.156.250 Rp 224.718.750

Karena PT XYZ Memiliki API, maka tarif yang digunakan adalah


2,5 % sehingga pajak yang dibayarkan oleh PT XYZ lebih kecil
jika PT XYZ tidak memiliki API
KASUS PPh 23
Contoh Soal PT Gajah Diri (pihak pertama) melakukan kontrak dengan PT
Buzzer selaku perusahaan agen periklanan (pihak kedua) untuk membuat iklan
sekaligus memasang iklan pada PT Perusahaan Media (pihak ketiga). Nilai
kontrak yang telah disepakati adalah sebesar Rp255.000.000,00.

Rincian tagihan Iklan Promo kepada Jumbo terdiri dari:


• Jasa pembuatan materi iklan sebesar Rp 100.000.000,00;
• Fee agen Rp 5.000.000,00;
• Biaya pemasangan iklan Rp150.000.000,00.

Atas biaya pemasangan iklan tersebut, PT Perusahaan Media menagih kepada PT


Buzzer sebesar Rp 150.000.000,00 yang kemudian akan dilakukan
reimbursement (penggantian) oleh PT Gajah Diri kepada PT Buzzer.
PEMBAHASAN PPh 23
Pemotongan PPH Pasal 23 yang dilakukan PT. Buzzer atas pembayaran saja

A
pemasangan Iklan kepada PT. Media

150.000.000 X 2%  Rp. 3.000.000

Pemotongan PPH Pasal 23 yang dilakukan PT. Gajah Diri atas pembayaran jasa

B
pembuatan materi iklan dan jasa agen kepada PT. Buzzer
Jasa Pembuatan Materi Iklan
 100.000.000 X 2%  Rp. 2.000.000
Jasa Agen PT. Buzzer
 5.000.000 X 2%  Rp. 100.000
Pemotongan PPH Pasal 23 oleh PT. Gajah Diri kepada PT. Buzzer

C Dalam hal ini tidak ada faktur tagihan atau bukti pembayaran dari PT. Buzzer kepada PT. Media atas tagihan biaya
pemasangan, maka jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPH Pasal 23 adalah Rp. 255.000.000 (Sesuai nilai
Kontrak)
PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. Gajah Diri atas pembayaran kepada PT. Buzzer
sebesar:
 255.000.000 X 2%  Rp. 5.100.000
Simpulan
 Dari nilai penghitungan PPh 22 tersebut, PT
XYZ mengeluarkan biaya lebih kecil yaitu
2,5% karena PT XYZ telah memiliki API.
 Dari perhitungan atas PPh 23 diperoleh
kesimpulan bahwa metode gross up
menguntungkan karyawan , sebab
perusahaan menanggung beban potongan
PPh Pasal 23 dan menyetorkan kepada kas
negara.
Saran
 Dengan memiliki API, tentu sedikit
menguntungkan karena persentase lebih
kecil yaitu diangka 2,5% dibandingkan jika
tidak memiliki API.
 Dengan Metode gross up dapat menjadi
pilihan yang menguntungkan bagi karyawan
dan perusahaan dalam menghitung Pajak
penghasilan Ps 23.
Daftar Pustaka

1. https://www.jogloabang.com/ekbis/permenkeu-23pmk032020-insentif-pajak-wajib-paj
ak-terdampak-wabah-virus-corona
2. https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-
032020

Anda mungkin juga menyukai