Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Otitis Media Efusi Kronik Auris Sinistra dengan


Rhinitis Alergi Intermiten Derajat Ringan
Oleh:
Abdurrahim
1830912310071

Pembimbing:
dr. Winda Safitri, Sp.THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2021
Pendahuluan

 Salah satu penyebab penurunan pendengaran pada anak adalah otitis media efusi (OME).
OME sering menyerang anak usia 1 tahun hingga 3 tahun, diikuti pada usia masuk sekolah,
yaitu 4 tahun hingga 6 tahun.
 Otitis Media Efusi (OME) adalah suatu penumpukan cairan dalam telinga tengah dengan
membran timpani yang masih utuh tanpa disertai dengan tanda- tanda infeksi akut
 Otitis media efusi (OME) sering timbul pada anal-anak berhubungan dengan infeksi
saluran napas atas seperti rhinitis alergi
 Rhinitis alergi merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di seluruh dunia dan harus
diperiksa dengan baik serta diobati dengan tepat
Definisi

 Otitis media efusi atau otitis media serosa atau otitis media non supuratif adalah keadaan
terdapatnya sekret yang non purulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh.
Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa adanya tanda-tanda
infeksi disebut dengan otitis media efusi.
 Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa Otitis Media Efusi (OME) adalah gangguan
pada telinga tengah yang disebabkan oleh proses inflamasi. Otitis media efusi ditandai
dengan kumpulan cairan pada telinga tengah tanpa gejala infeksi.
Epidemiologi

 Di Amerika Serikat, skrining anak-anak  Berdasarkan laporan WHO mengenai


yang sehat antara bayi dan usia 5 tahun epidemiologi otitis media, prevalensi
menunjukkan prevalensi 15-40% OME di Indonesia adalah 3,8%.
menderita otitis media efusi. Selain itu,
di antara anak-anak yang diperiksa
secara berkala selama 1 tahun, 50-60%
dari peserta penitipan anak dan 25% dari
anak usia sekolah yang ditemukan
memiliki otitis media efusi
Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi Faktor Predisposisi


 Infeksi telinga tengah paling sering disebabkan  Faktor predisposisi terjadinya OME
oleh virus namun, Infeksi akut juga bisa
 Faktor lingkungan
disebabkan oleh bakteri I
 Usia
 infeksi virus pada saluran nafas atas.
 Gangguan Tuba Eustachius
 Tekanan negatif juga dapat terjadi pada
telinga tengah yang sehat karena
peningkatan yang tiba-tiba dari tekanan
udara (barotrauma).
 Tumor yang menutupi muara tuba
eustachius.
 Defisiensi pembukaan aktif tuba oleh otot
tensor veli palatini.
 Adenoiditis, dll
Patofisiologi
Klasifikasi

OME Berdasarkan Sekret OME Berdasarkan Onset

 Otitis Media Serosa Akut


 Otitis Media Serosa

 Otitis Media Serosa Kronik


 Otitis Media Mukoid
(glue ear)
Diagnosis

Anamnesis Pemeriksaan FIsik


Beberapa gejala otitis media efusi Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
 Penurunan pendengaran  Otoskopi
 Rasa penuh / telinga tersumbat  Tes Penala
 Delay speech
 Diplacusis binauralis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang dilakukan dengan
 Merasa ada cairan ditelinga saat posisi
kepala berubah  Timpanometri
Tatalaksana

Otitis Media Serosa Akut Otitis Media Serosa kronik


 Observasi  Medikamentosa
 Medikamentosa  Dekongestan lokal
 Dekongestan lokal  Antihistamin
 Antihistamin  Perasat valsava
 Perasat valsava  Pembedahan
 Pembedahan  Miringotomi
 Miringotomi  Pemasangan Grommet
 Pemasangan Grommet  Timpanostomi
Komplikasi

 Gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang bersifat


sementara. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan bahasa dan
perilaku jika dialami oleh anak-anak.

 Kerusakan kronis pada anatomi membran timpani seperti


timpanosklerosis. Hal ini tergantung pada berapa lama seseorang
menderita otitis media efusi dan tekanan negatif pada telinga tengah.
Prognosis

 Anak-anak dengan otitis media efusi memiliki prognosis yang baik untuk
mencapai tahap resolusi sekitar 60% dalam 1 bulan dan 75% setelah 3 bulan.
Namun otitis media efusi memiliki 30-40% kemungkinan rekurensi kembali
setelah diobservasi beberapa tahun menurut sebuah penelitian
Rhinitis Alergi
Definisi

 Rhinitis alergi didefinisikan sebagai inflamasi kronis berbasis IgE


yang terjadi di nasofaring yang terjadi sebagai respon dari protein
lingkungan yang tidak berbahaya.
Epidemiologi

Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering terjadi. Insidensi yang terjadi

antara 10 hingga 30% yang terjadi pada anak dan dewasa di Amerika Serikat dan

negara maju lainnya. Survei yang secara spesifik menggunakan diagnosis rhinitis

alergi dari dokter melaporkan sekitar 13% pada anak-anak. Kebanyakan gejala

muncul sebelum usia 20 tahun, dengan hampir setengah dari pasien tersebut

mengalami gejala pada usia 6 tahun


Faktor Resiko

 Terlepas dari faktor demografis, kebiasaan merokok dan minum alkohol, adopsi hewan
peliharaan, pendidikan, dan riwayat keluarga merupakan faktor risiko rhinitis alergi,
umumnya dipelajari di negara-negara Asia.

 faktor risiko di negara-negara Barat lebih fokus pada efek serbuk sari, obat- obatan, hewan
peliharaan, dan riwayat keluarga. Perbedaan antara faktor risiko yang dianalisis dapat
disebabkan oleh budaya atau karena perbedaan iklim antara negara-negara Asia dan Barat.
Klasifikasi
Patofisiologi
Diagnosis

Anamnesis Pemeriksaan FIsik


Beberapa gejala rhinitis alergi Pemeriksaan fisik yang khas
 Sering bersin  Allergic shiners
 Hidung gatal  Dennie-morgan lines
 Pilek serta hidung tersumbat  Allergic salute
 Mata berair  Allergic facies
 Cobblestoning
Pemeriksaan Penunjang  Mukosa hidung tampak pucat berwarna
Pemeriksaan Penunjang dilakukan dengan biru
 Skin prick test  Membran timpani abnormal
Tatalaksana

 Non Medikametosa
 Penghindaran/ avoidance: Keberhasilan dalam menghindari penyebab alergen paling
baik diukur dengan mengukur penurunan gejala dan penggunaan obat
 Medikamentosa
 Irigasi hidung
 Antihistamin oral/intranasal
 Steroid intranasal
 Pengubah leukotrien
 Imunoterapi
Komplikasi

 Rhinitis alergi dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Beberapa


diantaranya yaitu sinusitis akut atau kronis, otitis media, gangguan
tidur atau apnea, gangguan gigi, abnormalitas palatum dan disfungsi
tuba eustachius
Prognosis

 Dipercaya bahwa prevalensi rhinitis alergi memuncak pada masa remaja dan
secara bertahap menurun seiring bertambahnya usia. Dalam sebuah studi
longitudinal, follow up setelah 23 tahun, 54,9% pasien mengalami perbaikan
gejala dengan 41,6% diantaranya bebas gejala. Pasien yang mengalami gejala
pada usia yang lebih muda cenderung menunjukkan perbaikan
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MRR


Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Banjar
Alamat : Jalan Veteran KM 5,5 Banjarmasin
Tengah
ANAMNESIS
Keluhan utama: Penurunan pendengaran di telinga kiri sejak 3 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan penurunan pendengaran telinga kiri sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien mengaku keluhan dirasakan muncul perlahan-lahan, terus menerus dan
semakin lama semakin memberat, menurut pasien masih merasa mendengar suara orang
dari jarak 2-3 meter dengan suara yang lebih keras, pasien juga mengaku saat disekolah
pasien memutuskan untuk duduk dibaris depan karena kesulitan mendengar. Keluhan ini
sebelumnya disertai dengan rasa penuh ditelinga yang muncul perlahan-lahan keluhan ini
juga semakin lama semakin memberat, selain itu pasien juga merasa ada suara grebek-
grebel terutama saat menggerakkan kepala , keluhan keluar cairan telinga, nyeri telinga,
dan gatal pada telinga kiri disangkal , untuk telinga kanan pasien tidak ada keluhan.
ANAMNESIS
Selain keluhan telinga, pasien juga mengaku sering bersin sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan sudah sering dirasakan sejak kecil. 1 minggu terakhir keluhan muncul selama 3
hari. Muncul ketika terpapar udara dingin atau debu. Setelah terpapar udara dingin atau
debu, bersin muncul 5 kali. Keluhan ini disertai pilek dengan cairan jernih seperti air,
tidak berbau, tidak bercampur darah. Selain itu juga disertai dengan hidung yang gatal
dan buntu pada kedua sisi hidung. Pasien mengatakan keluhan pada hidung ini tidak
menggangu aktivitas. Keluhan keluar darah dari hidung, penurunan penciuman,
hilangnya penciuman, nyeri pada wajah dan nyeri pada kepala disangkal.
Keluhan tenggorokan seperti nyeri menelan, sulit menelan, suara serak dan batuk
disangkal. Keluhan lain seperti demam, pusing, mual dan muntah disangkal. Menurut ibu
pasien, pasien memiliki alergi terhadap makanan, seperti ayam.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke RS Swasta dan diberikan obat (pasien lupa nama
obatnya), tetapi keluhan tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami infeksi telinga kurang lebih 2 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien menyatakan tidak memiliki keluhan yang sama. Riwayat darah
tinggi, kencing manis, dan keganansan disangkal. Asma (+) pada ayah pasien
Riwayat Kebiasaan
Pasien suka mengorek telinganya menggunakan cotton bud secara berlebihan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan GCS E4V5M6
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg RR : 20 kali/menit
HR : 89 kali/menit T : 36,8’C

Status generalis
Telinga:
Inspeksi : Tidak ada kelainan kongenital, massa dan fistula
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan preaurikular, nyeri tekan mastoid,
nyeri tekan tragus maupun nyeri tarik aurikular
MAE : serumen (-), sekret (-), hiperemi(-/-) , udem(/-),
furunkel (-/-)
MT : Intak (+/+), retraksi MT (-/+), refleks cahaya (+/-), suram (-/+),
hiperemis (-/-)
Test pendengaran
Test Rinne : +/- Test Swabach: Normal/ Memanjang
Test Weber : lateralisasi ke kiri Kesimpulan: Tuli Konduktif kiri
PEMERIKSAAN FISIK
Hidung
 Inspeksi : Tidak ada deformitas, hiperemis dan massa,
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan krepitasi
 Sinus Paranasalis : Tidak ada nyeri tekan sinus frontalis,
maxillaris dan ethmoidalis
 Rhinoskopi Anterior
Vestibulum : Normal, tidak ada hiperemis.
Kavum nasi : Edema konka (+/+), sekret (+/+), ukuran konka
(hipertrofi/hipertrofi), konka livide/pucat (+/+)
 Rhinoskopi Posterior : Tidak dilakukan
 Transluminasi : Tidak dilakukan
Rongga mulut
 Bibir : Simetris, mukosa kering, tidak hiperemis, tidak ada ulkus
 Gingiva : Tidak ada hiperemis, ulkus, massa maupun perdarahan
 Gigi geligi: Berlubang (-), karies (-)
 Lidah : tidak deviasi, tidak ada massa, ulkus, dan pseudomembran
 Palatum : tidak ada massa, ulkus, dan hiperemis
 Uvula : tidak ada deviasi, tidak ada pseudomembran, tidak hiperemi
 Orofaring : tidak hiperemis dan udem, tidak ada massa
 Tonsil : T1/T1, tidak ada hiperemis, kripta dan detritus
Leher
 Inspeksi : Tidak tampak massa dan hiperemis
 Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba KGB yang membesar, massa (-),
pembesaran tiroid (-)
Diagnosis Kerja
Otitis Media Efusi Kronik Auris Sinistra dengan
Rhinitis Alergi Intermiten Derajat Ringan
Planning
 Pemeriksaan timpanometri
 Pemeriksaan audiometri
 Pemasangan grommet tube pada auris sinistra

Tatalaksana
Non Medikamentosa
Menjaga telinga tetap bersih dan kering
Selama pengobatan, hindari untuk mengorek telinga baik
dengan
cotton bud ataupun alat lainnya
jangan berenang dan berhati-hati saat mandi agar air tidak
masuk ke dalam telinga
Untuk hidung, hindari pajanan alergi
Rujuk dokter spesialis THT-KL
Tatalaksana
Medikamentosa
Simpatomatik : analgetik  paracetamol 3x500 mg jika
nyeri
Dekongestan tetes hidung/spray ephedrine 1% untuk
mengurangi gejala pilek dan buntu hidung
Antihistamin oral : cetirizine 10 mg jika pruritus
Antibiotik apabila ada tanda-tanda ISPA : amoxicillin
500mg/8jam selama 7 hari
PEMBAHASAN

FAKTA TEORI

Keluhan utama:
Pada OME
Penurunan pendengaran pada telinga
• Penurunan pendengaran
kiri
• Rasa penuh / telinga tersumbat
• Delay speech
• Diplacusis binauralis
Keluhan lain ditelinga:
• Telinga terasa penuh • Merasa ada cairan ditelinga saat posisi
• Merasa ada cairan pada telinga kepala berubah
FAKTA TEORI

– Pasien ada Riwayat alergi  Faktor predisposisi terjadinya OME


– Pasien termasuk usia yang  Faktor lingkungan
cukup sering  Usia
 Gangguan Tuba Eustachius
FAKTA TEORI
– MAE : Serumen obturan (+/+), sekret
(-/-), hiperemi(-/-) , udem(-/-),
– MT : Intak (+/+), refleks cahaya (+/-),
Pemeriksaan Fisik
Pada otitis media efusi yang sudah lama,
Suram (-/+), Hiperemis (-/-) membran timpani yang terlihat pada
Test pendengaran otoskopi masih utuh tetapi suram, berwarna
– Test Rinne kuning kemerahan atau keabu- abuan. Pada
: +/-
tes penala dapat ditemukan tuli konduktif
– Test Swabach : Normal/memanjang
pada pasien dengan otitis media efusi,
– Test Weber : lateralisasike kiri dengan tes Rinne negatif, tes Weber
– Kesimpulan : Tuli konduktif kiri lateralisasi ke telinga yang sakit
FAKTA TEORI

Pemeriksaan dan
tindakan yang diusulkan: – Timpanometri: dengan
– Pemeriksaan mengukur kompliens dari
timpanometri mekanisme transformer
telinga tengah,
timpanometri
menyediakan
pemeriksaan objektif
untuk status telinga
tengah.
FAKTA TEORI

Dekongestan tetes  Medikamentosa


hidung/spray ephedrine  Dekongestan lokal
1% untuk mengurangi  Antihistamin
gejala pilek dan buntu  Perasat valsava
hidung  Pembedahan
Antihistamin oral :
 Miringotomi
cetirizine 10 mg jika
pruritus  Pemasangan Grommet
 Timpanostomi
PEMBAHASAN

FAKTA TEORI

Keluhan lain dihidung:


• Sering bersin sejak kecil
• 1 minggu terakhir muncul selama 3 Rhinitis alergi memiliki gejala sering
bersin, hidung buntu, hidung gatal dan
hari bersin dirasakan saat udara
rinore. Selain itu keluhan ini muncul
dingin ata debu
• Bersin muncul 5 kali dengan cairan setelah terpapar udara dingin dan debu
yang merupakan alergen pencetus dari
jernih
rhinitis alergi,
FAKTA TEORI

– Pasien ada Riwayat alergi  Terlepas dari faktor demografis,


– Orang tua memiliki Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol,
asma (ayah pasien) adopsi hewan peliharaan, pendidikan,
dan riwayat keluarga merupakan faktor
risiko rhinitis alergi
FAKTA TEORI

– Pasien memiliki gejala


kurang dari 4x dalam
seminggu dan tidak
mengganggu aktivitas pasien
FAKTA TEORI
Hidung
 Inspeksi : Tidak ada
deformitas, hiperemis dan massa,
 Palpasi : Tidak ada nyeri Dengan rinoskopi anterior, mukosa
tekan dan krepitasi hidung mungkin tampak pucat dan
 Sinus Paranasalis : Tidak ada nyeri
tekan sinus frontalis, maxillaris dan berwarna biru dengan edema.
ethmoidalis Mungkin disertai dengan rinore yang
 Rhinoskopi Anterior
Vestibulum : Normal, tidak ada hiperemis. jelas terlihat (anterior atau posterior di
Kavum nasi : Edema konka (+/+), sekret (+/+), orofaring).
ukuran konka (hipertrofi/hipertrofi), konka
livide/pucat (+/+)
 Rhinoskopi Posterior : Tidak dilakukan
 Transluminasi : Tidak
dilakukan
FAKTA TEORI
Untuk hidung,  Non Medikametosa
hindari pajanan  Penghindaran/ avoidance: Keberhasilan
alergi dalam menghindari penyebab alergen paling
Antihistamin oral : baik diukur dengan mengukur penurunan
cetirizine 10 mg gejala dan penggunaan obat
jika pruritus  Medikamentosa
 Irigasi hidung
 Antihistamin oral/intranasal
 Steroid intranasal
 Pengubah leukotrien
 Imunoterapi
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus An. MRR berusia usia 12 tahun dengan penurunan

pendengaran telinga kiri,telinga kiri tersumbat, menganggu komunikasi dan

aktivitas. Selain itu, pasien juga memiliki keluhan sering bersin, hidung gatal,

terasa buntu, dan rinore. Pasien didiagnosis Otitis Media Efusi Kronik Auris

Sinistra dengan Rhinitis Alergi Intermiten Derajat Ringandengan diberikan terapi

medikamentosa berupa denkongestan, antihistamin oral dan antibiotic oral apabila

terdapat tanda-tanda ISPA. Selain itu, pada pasien ini direncanakan untuk

pemeriksaan timpanometri, pemeriksaan audiometri, dan pemasangan grommet.


THANK YOU

16

Anda mungkin juga menyukai