Peritonitis
Peritonitis
E coli (40%)
K pneumoniae (7%)
Pseudomonas
species (5%)
Proteus species (5%)
Third-generation
Primary Gram-negative Streptococcus species
cephalosporin
(15%)
Staphylococcus
species (3%)
Anaerobic species
(<5%)
E coli
Enterobacter species
Gram-negative
Klebsiella species
Proteus species Second-generation
Streptococcus species cephalosporin
Gram-positive
Enterococcus species Third-generation
cephalosporin
Penicillins with
anaerobic activity
Secondary Bacteroides fragilis Quinolones with
Other Bacteroides anaerobic activity
species Quinolone and
Anaerobic Eubacterium species metronidazole
Clostridium species Aminoglycoside and
Anaerobic metronidazole
Streptococcus species
Second-generation cephalosporin
Third-generation cephalosporin
Penicillins with anaerobic
activity
Quinolones with anaerobic
activity
Enterobacter species
Quinolone and metronidazole
Tertiary Gram-negative Pseudomonas species
Aminoglycoside and
Enterococcus species
metronidazole
Carbapenems
Triazoles or amphotericin
(considered in fungal etiology)
(Alter therapy based on culture
results.)
Table 1 : Penyebab Peritonitis Sekunder
Causes
Source Regions
Malignancy
Esophagus Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Membatasi infeksi
Hipovolemia
Juga karena peningkatan suhu tubuh, dehidrasi karena
muntah
E coli (40%)
K pneumoniae (7%)
Pseudomonas
species (5%)
Proteus species (5%)
Third-generation
Primary Gram-negative Streptococcus species
cephalosporin
(15%)
Staphylococcus
species (3%)
Anaerobic species
(<5%)
E coli
Enterobacter species
Gram-negative
Klebsiella species
Proteus species Second-generation
Streptococcus species cephalosporin
Gram-positive
Enterococcus species Third-generation
cephalosporin
Penicillins with
anaerobic activity
Secondary Bacteroides fragilis Quinolones with
Other Bacteroides anaerobic activity
species Quinolone and
Anaerobic Eubacterium species metronidazole
Clostridium species Aminoglycoside and
Anaerobic metronidazole
Streptococcus species
Second-generation cephalosporin
Third-generation cephalosporin
Penicillins with anaerobic
activity
Quinolones with anaerobic
activity
Enterobacter species
Quinolone and metronidazole
Tertiary Gram-negative Pseudomonas species
Aminoglycoside and
Enterococcus species
metronidazole
Carbapenems
Triazoles or amphotericin
(considered in fungal etiology)
(Alter therapy based on culture
results.)
Diagnosis :
• Anamnesis:
– Keluhan nyeri seluruh perut (akut abdomen)
– Keluhan perubahan kesadaran
– Demam
– Anoreksia, vomitus, perut kembung, tidak bisa
b.a.b., flatus.
• Pemeriksaan Fisik:
– Tanda vital : Kesadaran menurun, Tekanan
darah(MAP) , takipneu, takikardi,
subfebris/febris.
Pemeriksaan Fisik:
– Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah
jaringan parut bekas operasi menunjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit
dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada
peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended
• Palpasi
- Defans muskular (perut memapan)
- Nyeri tekan pada seluruh lapangan perut
• Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada
peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dulnesss.
Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, akibat dari perforasi usus yang berisi
udara sehingga udara akan mengisi cavum
peritoneum sehingga pada perkusi hepar terjadi
perubahan redup menjadi timpani dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.
Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah,
dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan
ampula recti berisi udara.
• Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus.
Pasien dengan peritonitis umum,bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak`(ileus paralitik).
Diagnosis :
• Pemeriksaan Laboratorium :
– Leukositosis
– Hematokrit yg meningkat
– Asidosis metabolik
• Diagnostik pencitraan :
– Adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal
– CT-Scan,USG = cairan bebas (abses).
Pemeriksaan Radiologi
• Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan
penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi,
yaitu :
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal
dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau
memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD),
dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
•
• Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab
lain, tanda utama radiologi adalah :
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat
menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan
pada cavum abdomen
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air
subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair
shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial
pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya
antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen.
• Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu
adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal
Tatalaksana
• Operasi untuk mengontrol sumber primer
kontaminasi bakteri
• Pada pasien dengan akut peritonitis
eksplorasi laparatomi perlu segera
dilakukan.
• Terapi suportif: oksigen, dekompresi,
resusitasi cairan dan elektrolit.
• Antibiotika : Spektrum luas : gram positif,
negatif, dan anaerob.
• “Surveillance” infeksi residual
Terapi Empirik pada Peritonitis Akut
• Single drug
– Cefotixin 8-16 g
– Cefotetan 4g
– Ceftizoxime 4-6 g
– Ampicillin/sulbactam 12-18 g
– Ticarcillin/clavulanate 12.4-18.6 g
Terapi Empirik pada Peritonitis Akut
Double drug
Gentamicin + 5 mg/kg
Clindamycin or 2.4-3.6 g
Metronidazole 2g
Triple drug
Gentamicin + 2.4 - 3.6 g
Clindamycin or 2g
Metronidazole 4-6 g
Laparotomi untuk Peritonitis Akut
• Prinsip I : Repair
Kontrol sumber infeksi
• Principle 2: Purge
Evakuasi inokulasi bakteri , pus, dan adjuvants
(peritoneal “toilet”)
Prinsip Laparotomi
• Prinsip 3: Dekompresi
Terapi “abdominal compartment syndrome”
• Prinsip 4 : Kontrol
Pencegahan & terapi infeski yg.
persisten/rekuren atau pembuktian “ repair”
& “ purge”
Pembedahan dilakukan bertujuan
untuk
• Mengeliminasi sumber infeksi.
• Mengurangi kontaminasi bakteri pada
cavum peritoneal
• Pencegahan infeksi intra abdomen
berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan
maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan
bedah :
• Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan
saluran cerna.
• Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
• Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun
monitoring urin.
• Pemberian terapi cairan melalui I.V
• Pemberian antibiotic
Terapi post operasi
• Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan
elektrolit, dan nutrisi.
• Pemberian antibiotic
• Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, peristaltic
usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Komplikasi
• Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
– Komplikasi dini
• Septikemia dan syok septik
• Syok hipovolemik
• Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat
dikontrol dengan kegagalan multi sistem
• Abses residual intraperitoneal
• Portal Pyemia (misal abses hepar)
– Komplikasi lanjut
• Adhesi
• Obstruksi intestinal rekuren
Prognosis
• Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa
lamanya proses peritonitis sudah terjadi.
Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis
akan mempunyai prognosis yang makin buruk.
Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga,
tergantung lamanya peritonitis, yaitu :
– Kurang dari 24 jam : prognosisnya > 90 %
– 24 – 48 Jam : prognosisnya 60 %
– > 48 jam : prognosisnya 20 %
• Adanya beberapa faktor juga dapat
memperparah prognosis suatu peritonitis,
diantaranya adalah adanya penyakit penyerta,
usia, dan adanya komplikasi.
“Terima Kasih…”