Anda di halaman 1dari 48

PERITONITIS

Rizky Saniyyah Wahyuni


712019066
Anatomi
Anatomi
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar
dan paling komleks yang terdapat dalam tubuh.
Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung
tertutup (coelom) dengan batas-batas:
* anterior dan lateral : permukaan bagian dalam
dinding abdomen
* posterior : retroperitoneum
* inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
* superior : bagian bawah dari diafragma
Anatomi
Peritoneum dibagi atas :
 peritoneum parietal
 peritoneum viseral
 peritoneum penghubung yaitu mesenterium,
mesogastrin, mesocolon, mesosigmidem, dan
mesosalphinx.
 peritoneum bebas yaitu omentum
Definisi
• Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat
peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum
parietale atau visceral pada rongga abdomen. Penyebab
tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon,
kandung empedu dan apendiks. Infeksi dapat juga
menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.
• Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan
tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan
merembes dari peredaran darah ke dalam rongga
peritoneum.
• Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit.
• Selanjutnya dapat terjadi komplikasi utama seperti
kegagalan paru-paru, ginjal, hati dan bekuan darah yang
menyebar
Epidemiologi
• WHO → kasus peritonitis di dunia adalah 5,9 juta.
• Prevalensi peritonitis pada laki-laki (68,4%) lebih
tinggi dibandingkan perempuan (31,6%).
Kelompok usia terbanyak adalah 10-19 tahun
(24,5%). Peritonitis sekunder umum akibat
perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis
yang terbanyak (53,1%)
Klasifikasi (agent)
• Peritoniitis kimiawi
misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung, cairan
empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat
perforasi.
• Peritonitis septik
merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya karena ada
perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke peritonium
dan menimbulkan peradangan.
Klasifikasi (sumber kuman)
• Peritonitis Primer
– Peritonitis primer atau peritonitis spontan terjadi melalui
penyebaran limfatik dan hematogen.
– Kejadiannya jarang dan angka insidensinya kurang dari 1 %
dari seluruh angka kejadian peritonitis.
– Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis
yang disebabkan karena bakteri yang muncul secara spontan
(spontaneous bacterial peritonitis) yang sering terjadi karena
penyakit kronis.
– Peritonitis primer dibedakan menjadi
(1) spesifik yaitu peritonitis yang disebabkan oleh infeksi kuman
yang spesifik seperti kuman TB.
(2) (2) Non Spesifik yaitu peritonitis yang disebabkan oleh infeksi
kuman yang non spesifik seperti pneumonia.
• Peritonitis Sekunder
– Peritonitis Sekunder terjadi akibat proses patologik
yang terjadi dalam abdomen.
– Peritonitis ini tipe yang paling sering terjadi.
– Berbagai macam jalur patologis dapat berakibat
terjadinya peritonitis sekunder. Yang paling sering
mengakibatkan terjadinya tipe ini termasuk perforasi
apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus,
perforasi usus besar akibat divertikulitis, volvulus,
kanker, dan lain-lain.
 Peritonitis Tersier
– Peritonitis tersier adalah peritonitis yang sudah ditangani
lewat operasi tetapi mengalami kekambuhan kembali.
Tabel 2. Etiologi
Peritonitis Primer, Sekunder, dan Tersier
Etiologic Organisms
Peritonitis Antibiotic Therapy
(Type) (Suggested)
Class Type of Organism

E coli (40%)
K pneumoniae (7%)
Pseudomonas
species (5%)
Proteus species (5%)
Third-generation
Primary Gram-negative Streptococcus species
cephalosporin
(15%)
Staphylococcus
species (3%)
Anaerobic species
(<5%)
E coli
Enterobacter species
Gram-negative
Klebsiella species
Proteus species Second-generation
Streptococcus species cephalosporin
Gram-positive
Enterococcus species Third-generation
cephalosporin
Penicillins with
anaerobic activity
Secondary Bacteroides fragilis Quinolones with
Other Bacteroides anaerobic activity
species Quinolone and
Anaerobic Eubacterium species metronidazole
Clostridium species Aminoglycoside and
Anaerobic metronidazole
Streptococcus species
Second-generation cephalosporin
Third-generation cephalosporin
Penicillins with anaerobic
activity
Quinolones with anaerobic
activity
Enterobacter species
Quinolone and metronidazole
Tertiary Gram-negative Pseudomonas species
Aminoglycoside and
Enterococcus species
metronidazole
Carbapenems
Triazoles or amphotericin
(considered in fungal etiology)
(Alter therapy based on culture
results.)
Table 1 : Penyebab Peritonitis Sekunder
Causes
Source Regions
Malignancy
Esophagus Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*

Peptic ulcer perforation


Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma,
Stomach gastrointestinal stromal tumor)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Peptic ulcer perforation
Duodenum Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic*
Cholecystitis
Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or
common duct
Biliary tract Malignancy
Choledochal cyst (rare)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)
Pancreas Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic*
Ischemic bowel
Incarcerated hernia (internal and external)
Closed loop obstruction
Small bowel Crohn disease
Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Ischemic bowel
Diverticulitis
Malignancy
Ulcerative colitis and Crohn disease
Large bowel and appendix
Appendicitis
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo-
ovarian abscess, ovarian cyst)
Uterus, salpinx, and ovaries
Malignancy (rare)
Trauma (uncommon)

*Trauma iatrogenik diantaranya dikarenakan prosedur endoskopi, post operasi


terjadi anastomosis dan luka pada usus, mungkin dikarenakan efek mekanik atau
termal atau adanya kebocoran hingga menimbulkan adhesi dan lainnya.
Lokasi Penyebab Peritonitis sekunder
Patofisiologi
• Peritonitis oleh bakteri  Respon fisiologis 
ada beberapa factor
– Virulensi kontaminan
– Status kekebalan tubuh
– Kesehatan host secara keseluruhan
Bakteri gram
Isi lumen
negative dan
Perforasi tumpah ke
bakteri
peritonium
anaerob

Sitokin merusak sel


• Kerusakan sel
• Shock septik Endotoksin
• Sindrom disfungsi organ
multipel
Respon peritonium
Invasi Bakteri

Keluar eksudat fibrinosa

Terbentuk abses di anatara perlekatan fibrinosa

Menempel menjadi satu dengan permukaan sekitar

Membatasi infeksi

Infeksi hilang  Perlekatan hilang

Dapat menetap sebagai pita-pitafobrosa

Dapat menyebabkan obstruksi


Peradangan  kebocoran kapiler dan membran  akumulasi
cairan

defisit cairan dan elektrolit  kematian sel

pelepasan mediator (interleukin)  respon hiperinflamasi 


kegagalan multi organ
Tubuh berusaha utk mengkompensasi dgn cara retensi cairan
& elektrolit oleh ginjal, shg toksin2 juga menumpuk

takikardia, juga karena hipovolemia


Permiabilitas pb. kapiler meningkat  organ2 dlm cav
abdomen oedema

Pengumpulan cairan dlm rongga peritoneum & lumen2


usus, oedema seluruh org. intra peritoneal dan lumen
usus

Hipovolemia
Juga karena peningkatan suhu tubuh, dehidrasi karena
muntah

Peningkatan tekanan intraabdomen, usaha respirasi


terganggu  ggn perfusi
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang.
Tabel 2. Etiologi
Peritonitis Primer, Sekunder, dan Tersier
Etiologic Organisms
Peritonitis Antibiotic Therapy
(Type) (Suggested)
Class Type of Organism

E coli (40%)
K pneumoniae (7%)
Pseudomonas
species (5%)
Proteus species (5%)
Third-generation
Primary Gram-negative Streptococcus species
cephalosporin
(15%)
Staphylococcus
species (3%)
Anaerobic species
(<5%)
E coli
Enterobacter species
Gram-negative
Klebsiella species
Proteus species Second-generation
Streptococcus species cephalosporin
Gram-positive
Enterococcus species Third-generation
cephalosporin
Penicillins with
anaerobic activity
Secondary Bacteroides fragilis Quinolones with
Other Bacteroides anaerobic activity
species Quinolone and
Anaerobic Eubacterium species metronidazole
Clostridium species Aminoglycoside and
Anaerobic metronidazole
Streptococcus species
Second-generation cephalosporin
Third-generation cephalosporin
Penicillins with anaerobic
activity
Quinolones with anaerobic
activity
Enterobacter species
Quinolone and metronidazole
Tertiary Gram-negative Pseudomonas species
Aminoglycoside and
Enterococcus species
metronidazole
Carbapenems
Triazoles or amphotericin
(considered in fungal etiology)
(Alter therapy based on culture
results.)
Diagnosis :
• Anamnesis:
– Keluhan nyeri seluruh perut (akut abdomen)
– Keluhan perubahan kesadaran
– Demam
– Anoreksia, vomitus, perut kembung, tidak bisa
b.a.b., flatus.
• Pemeriksaan Fisik:
– Tanda vital : Kesadaran menurun, Tekanan
darah(MAP) , takipneu, takikardi,
subfebris/febris.
Pemeriksaan Fisik:
– Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah
jaringan parut bekas operasi menunjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit
dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada
peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended
• Palpasi
- Defans muskular (perut memapan)
- Nyeri tekan pada seluruh lapangan perut
• Perkusi
 Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada
peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dulnesss.
 Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, akibat dari perforasi usus yang berisi
udara sehingga udara akan mengisi cavum
peritoneum sehingga pada perkusi hepar terjadi
perubahan redup menjadi timpani dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.
 Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah,
dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan
ampula recti berisi udara.
• Auskultasi
 Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus.
 Pasien dengan peritonitis umum,bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak`(ileus paralitik).
Diagnosis :
• Pemeriksaan Laboratorium :
– Leukositosis
– Hematokrit yg meningkat
– Asidosis metabolik
• Diagnostik pencitraan :
– Adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal
– CT-Scan,USG = cairan bebas (abses).
Pemeriksaan Radiologi
• Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan
penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi,
yaitu :
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal
dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau
memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD),
dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
•  
• Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab
lain, tanda utama radiologi adalah :
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat
menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan
pada cavum abdomen
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air
subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair
shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial
pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya
antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen.
• Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu
adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal
Tatalaksana
• Operasi untuk mengontrol sumber primer
kontaminasi bakteri
• Pada pasien dengan akut peritonitis
eksplorasi laparatomi perlu segera
dilakukan.
• Terapi suportif: oksigen, dekompresi,
resusitasi cairan dan elektrolit.
• Antibiotika : Spektrum luas : gram positif,
negatif, dan anaerob.
• “Surveillance” infeksi residual
Terapi Empirik pada Peritonitis Akut

Antibiotics choice Dosing/d

• Single drug
– Cefotixin 8-16 g
– Cefotetan 4g
– Ceftizoxime 4-6 g
– Ampicillin/sulbactam 12-18 g
– Ticarcillin/clavulanate 12.4-18.6 g
Terapi Empirik pada Peritonitis Akut

Double drug
Gentamicin + 5 mg/kg
Clindamycin or 2.4-3.6 g
Metronidazole 2g
Triple drug
Gentamicin + 2.4 - 3.6 g
Clindamycin or 2g
Metronidazole 4-6 g
Laparotomi untuk Peritonitis Akut

 Disertai pembilasan sebersih mungkin


 Debridement
 Penutupan sumber kontaminasi :
simple closure, diversi, reseksi +
reanastomosis.
 Lavase peritoneal pasca bedah
Prinsip Laparotomi

• Prinsip I : Repair
Kontrol sumber infeksi

• Principle 2: Purge
Evakuasi inokulasi bakteri , pus, dan adjuvants
(peritoneal “toilet”)
Prinsip Laparotomi

• Prinsip 3: Dekompresi
Terapi “abdominal compartment syndrome”

• Prinsip 4 : Kontrol
Pencegahan & terapi infeski yg.
persisten/rekuren atau pembuktian “ repair”
& “ purge”
Pembedahan dilakukan bertujuan
untuk
• Mengeliminasi sumber infeksi.
• Mengurangi kontaminasi bakteri pada
cavum peritoneal
• Pencegahan infeksi intra abdomen
berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan
maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan
bedah :
• Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan
saluran cerna.
• Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
• Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun
monitoring urin.
• Pemberian terapi cairan melalui I.V
• Pemberian antibiotic
Terapi post operasi
• Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan
elektrolit, dan nutrisi.
• Pemberian antibiotic
• Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, peristaltic
usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Komplikasi
• Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
– Komplikasi dini
• Septikemia dan syok septik
• Syok hipovolemik
• Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat
dikontrol dengan kegagalan multi sistem
• Abses residual intraperitoneal
• Portal Pyemia (misal abses hepar)
– Komplikasi lanjut
• Adhesi
• Obstruksi intestinal rekuren
Prognosis
• Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa
lamanya proses peritonitis sudah terjadi.
Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis
akan mempunyai prognosis yang makin buruk.
Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga,
tergantung lamanya peritonitis, yaitu :
– Kurang dari 24 jam : prognosisnya > 90 %
– 24 – 48 Jam : prognosisnya 60 %
– > 48 jam : prognosisnya 20 %
• Adanya beberapa faktor juga dapat
memperparah prognosis suatu peritonitis,
diantaranya adalah adanya penyakit penyerta,
usia, dan adanya komplikasi.
“Terima Kasih…”

Anda mungkin juga menyukai