Anda di halaman 1dari 20

PROSES KREATIF

PENULISAN ESAI/ARTIKEL

Tirto Suwondo
Balai Bahasa Daerah Istimewa
Yogyakarta

1
Esai bukan karangan ilmiah, bukan
karangan sastra

 Karangan ilmiah  subjek diabaikan dan


objek diutamakan.

 Karangan sastra  objek diabaikan dan


subjek diutamakan.

 subjek dan objek


 Karangan esai
sama-sama hadir dan
tidak boleh diabaikan.

2
Kaidah Penulisan
 Karangan  Ditulis
ilmiah berdasarkan
(makalah, kaidah penulisan
skripsi, tesis, ilmiah
disertasi) (positivistik)

 Karangan  Ditulis
sastra (novel, berdasarkan
cerpen, puisi, kaidah penulisan
drama) sastra (idealistik)

 Karangan esai  Tanpa kaidah


apa-apa
(fenomenologik) 3
Penalaran
 Karangan  Penalaran vertikal
ilmiah (yang logis)

 Karangan  Penalaran lateral


esai (penulis dapat
bermain-main
dengan gagasan,
objek, data,
eksperimen, dan
sebagainya)
4
Jenis Karangan

 Argumentatif  Meyakinkan
 Persuasif  Memengaruhi
 Ekspositif  Menjelaskan
 Deskriptif  Memaparkan
 Naratif  Mengisahkan

5
Esai Sangat
dipengaruhi
unsur
subjektivitas/
personalitas

6
Esai = Artikel
• Sesuai • Sketsa tokoh
dengan • Wawancara
elemen yang • Naratif
ditonjolkan
• Penyingkapan
• Pengakuan (true story)
• Kolom
• Ulasan
• dll

7
Sedikit Perbedaan Esai-Artikel
• Esai • Artikel
– Eksposisi-persuasi – Eksposisi-argumentasi
– Membuat pencerahan – Membuat pencerahan
– Topik dipicu oleh hal – Topik dipicu oleh hal
yang pragmentaris yang aktual
– Pantulan pribadi penulis – Pantulan pribadi penulis
– Menyajikan persoalan – Memecahkan persoalan
– Dapat ringkas-padat – Ringkas-padat
– Gaya ringan, segar, – Gaya tegas, lugas,
bebas, akrab, longgar serius

8
Syarat Menulis
Esai/Artikel
 Banyak membaca (bacaan, kehidupan)

 Tekun berlatih

 Selalu mencatat hal-hal/peristiwa


penting

9
Tahapan  Prapenulisan
Penulisan  Menentukan topik
 Merumuskan masalah
Artikel/  Menentukan tujuan
Esai  Menyusun kerangka/ragangan
 Mengumpulkan bahan/rujukan
 Penulisan
 Mengembangkan kerangka
 Mencari rujukan tambahan
 Memilih gaya penulisan
 Pascapenulisan
 Membaca ulang
 Menyunting/Mengedit 10
Jangan Anda Lewatkan

Memahami selera media


Mengerti selera redaktur
Memprediksi selera pembaca

11
STRUKTUR ARTIKEL/ESAI

 Teras (Lead)

 Tubuh (Body)

 Penutup (Ending)

12
Alinea Pembuka (Lead)
 Model 5W 1H  Model figuratif
 Model kisahan  Model literer
 Model pertanyaan  Model penggoda
 Model kutipan langsung  Model ringkasan
 Model deskriptif  Model stakato
 Model ucapan populer  Model dialog
 Model menuding  Model kumulatif
 Model sapaan  Model kontras
 Model parodi  Model epigram

13
Alinea Tubuh (Body)
 Model spiral  Merinci pokok persoalan ke dalam
alinea-alinea

 Model rekatan  Mengawali alinea dengan ungkapan


penghubung

 Model blok  Membagi-bagi pokok-pokok pikiran ke


dalam alinea
 Model tematik
 Pokok pikiran dalam setiap alinea
menegaskan pokok pikiran
 Model kronologis
 Mengembangkan alinea dengan sebab-
akibat

14
Alinea Penutup (Ending)
 Model simpulan  Merumuskan antiklimaks
dari seluruh persoalan
yang telah diuraikan
dalam tubuh.
 Model menggantung
 Sengaja membuat
pertanyaan atau
pernyataan yang tidak
selesai.
 Model ringkasan  Meringkas inti sari
persoalan yang semuanya
bermuara pada teras.

15
Telah dimuat JAWA POS, 21 Maret 2010

KONGRES BAHASA JAWA V


Oleh TIRTO SUWONDO

Pelaksanaan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) V masih sekitar 1,5 tahun


lagi: kira-kira pertengahan 2011 di Jawa Timur (Surabaya). Tetapi, bagi
hajatan akbar lima tahunan itu waktu 1,5 tahun tak dapat dikatakan
longgar, malahan boleh dibilang mepet. Sebab banyak hal yang harus
disiapkan dengan matang: anggaran, program, kegiatan, persembahan, dll.
Kalau KBJ V ingin lebih bergengsi dan membawa kemaslahatan masyarakat,
Pemda Jatim selaku penyelenggara mesti banyak belajar dari pengalaman
KBJ sebelumnya. Harus diakui KBJ sebelumnya masih banyak kekurangan.
Karena itu, beberapa catatan berikut patut menjadi pertimbangan.
Pertama, perlu evaluasi kritis terhadap keputusan/rekomendasi KBJ
yang lalu. Sudahkah poin-poin keputusan/rekomendasinya diakomodasi
Pemda Jatim, Jateng, dan DIY? Sudahkah masyarakat merasakan
manfaatnya? Kalau dilihat masa 4 tahun terakhir tampak bahwa sebagian
besar keputusan/rekomendasi KBJ IV (2006) belum dapat direalisasikan. Di
bidang pendidikan formal, misalnya, rekomendasi tentang muatan lokal
wajib Bahasa Jawa di SLTA belum sepenuhnya ditindak-lanjuti. Juga
rekomendasi pengadaan buku ajar bahasa Jawa. Bahkan sampai kini belum
terdengar ada kegiatan seleksi buku ajar oleh tim penilai independen.
16
Hal serupa terjadi di bidang pendidikan informal, nonformal, dan kearifan
lokal. Rekomendasi pengembangan sanggar, paguyuban, dan upaya peningkatan
kegiatan lomba, sarasehan, pelatihan, dan kursus belum juga dilakukan serius dan
berkelanjutan. Aktualisasi dan apresiasi aset budaya lokal sebagai wujud kearifan
lokal juga belum tampak hasilnya. Yang sedikit kelihatan barulah di bidang
pemberdayaan. Di DIY misalnya, dalam kerangka pemberdayaan bahasa Jawa,
Gubernur dan Bupati/Walikota telah mengeluarkan instruksi pemakaian bahasa
Jawa pada hari Sabtu di seluruh instansi Pemda. Instruktusi itu berlaku sejak
Agustus 2009. Sementara rekomendasi lain seperti pembuatan laman (website)
tentang bahasa, sastra, dan budaya Jawa malahan belum tersentuh. Kalau Melayu
Online dapat digarap dengan baik, kenapa Jawa Online tidak?
Kedua, perlu ada semacam laporan pertanggungjawaban masing-masing Pemda
(Jatim, Jateng, DIY) berkait tindak lanjut rekomendasi tersebut. Dinas Pendidikan
selaku pemegang rekomendasi pendidikan formal perlu melaporkan hasilnya
kepada sidang (kongres): bagaimana pelaksanaan muatan lokal wajib di sekolah,
bagaimana realitas penyediaan guru bahasa Jawa, dan apa saja kendala
pengadaan sarana, media, buku ajar, dan sejenisnya. Dinas Kebuda-yaan juga
demikian. Selaku pelaksana rekomendasi pendidikan informal/ nonformal perlu
membuat laporan sejauh mana implementasinya di lapangan. Begitu juga
lembaga-lembaga lain yang bertugas menindaklanjuti rekomendasi di bidang
kearifan lokal dan pemberdayaan.
17
Dengan laporan semacam itu hasil evaluasi tentu akan segera
diketahui: benarkah selama ini keputusan/rekomendasi kongres itu
aplikatif? Kalau ternyata tidak aplikabel, perlu dilakukan rekonstruksi
program, agenda, dan langkah-langkah kongres. Selain itu juga perlu
kalkulasi matang yang berorientasi pada praktik lapangan beserta
kemanfaatannya bagi masyarakat (rakyat). Dengan pertimbangan itu
diharapkan tak akan lahir keputusan dan rekomendasi yang sama dari
kongres ke kongres. Dan evaluasi itu sangat penting sebagai upaya
mengurangi derasnya tuduhan bahwa KBJ hanya menghabiskan
milyaran uang rakyat tapi tak membawa manfaat bagi rakyat.
Ketiga, perlu dibangun sikap akomodatif dan kebersamaan
atas berbagai komponen/kepentingan. Sikap ini dibangun sebagai
upaya menghindari timbulnya dikotomi seperti yang terjadi di
Semarang dengan munculnya KSJ (Kongres Sastra Jawa). Di satu sisi
KSJ memang dinilai positif. Tetapi pengalaman Semarang menunjukkan
ada kesan KSJ diselenggarakan hanya untuk ”tandingan” KBJ. Terlepas
benar atau tidak, hal itu menjadi suatu keniscayaan karena saat itu
mereka (para pengarang dan pencinta sastra Jawa) merasa ”tidak
diakomodasi” oleh KBJ. Untuk itu perlu langkah nyata agar tak muncul
kecenderungan dikotomis yang memecah-belah.

18
Langkah nyata itu, misalnya, walau tidak secara aktif (fisik), mereka
dapat dilibatkan secara mental (emosional) dan profesional. Wujudnya boleh
apa saja, di antaranya dengan memberi peluang kompetitif bagi karya (sastra)
mereka untuk dipersembahkan pada kongres. Hal ini tentu harus dilakukan
sebelum kongres melalui ajang lomba/sayembara penulisan buku (guritan,
cerkak, novel, drama). Kemudian karya para pemenang dicetak, diterbitkan, dan
disebarluaskan ke seluruh peserta kongres. Dengan cara ini diyakini para
sastrawan Jawa akan merasa terlibat secara emosional sehingga KBJ menjadi
momen penting sekaligus menjadi ”tujuan” untuk membuktikan profesionalisme
kesastrawanan mereka.
Keempat, sebagai forum internasional KBJ V perlu mempersem-bahkan produk-
produk unggulan. Produk unggulan ini berupa buku yang dapat langsung
dimanfaatkan masyarakat (rakyat). Kalau selama ini KBJ hanya menyuguhi tas
berisi setumpuk makalah dan sekeping CD, KBJ V mendatang perlu menyuguhi
kamus, tata bahasa, ejaan, ensiklopedi, glosarium, dan sejenisnya, selain tentu
saja buku-buku sastra terbaik (guritan, cerkak, novel, sandiwara) dari sastrawan
setempat. Cara ini dinilai tepat sebagai bukti keseriusan Pemda dalam upaya
membina, mengem-bangkan, dan melindungi bahasa daerah (Jawa)
sebagaimana diamanatkan oleh pasal 42 UU No. 24 Tahun 2009.

19
Perlu diketahui selama ini lembaga kebahasaan yang ada di
Jatim, Jateng, dan DIY telah menyusun buku praktis bahasa dan
sastra Jawa: pedoman, kodifikasi, pembakuan, sejarah, dan lain-lain.
Balai Bahasa Yogyakarta, misalnya, telah menyusun dan
menerbitkan Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) (2001), Tata Bahasa
Jawa Mutakhir (2006), Ejaan Bahasa Jawa yang Disempurnakan
(2006), Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern (2001), Antologi
Biografi Pengarang Sastra Jawa (2001), Glosarium Sastra Jawa (2007),
Ensiklopedi Sastra Jawa (2010), dan masih banyak lagi.
Selain sebagai acuan/referensi, buku-buku itu dapat
digunakan sebagai pedoman bagi peningkatan keterampilan
berbahasa dan bersastra masyarakat, tidak terkecuali para guru dan
siswa di sekolah. Betapa KBJ V di Surabaya akan menjadi forum
bergensi yang tak terlupakan sepanjang sejarah jika bersedia
mewujudkan sikap akomodatif terhadap kebutuhan rakyat dengan
menyuguhkan produk unggulan berupa buku-buku tersebut.***

*) Tirto Suwondo, Kepala Balai Bahasa Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai