https://www.uib.no/filearchive/chapter9_neur
ology.pdf
Adult GCS Pediatric GCS
Klasifikasi
https://www.uib.no/filearchive/cha
pter9_neurology.pdf
Intrakranial
• Infeksi:
• Meningitis
• Ensefalitis
• Abses otak
• Trauma:
• Epidural hemorrhage
• Subdural hemorrhage
• Subarachnoid hemorrhage
• Kejang
• Massa di otak:
• Tumor
• Stroke
Penurunan kesadaran dengan etiologi
Intrakranial
Ekstrakranial
• Obat: • Hiponatremia
• Alkohol • Hipokalsemia
• Sedatif (barbiturates, • Hiperkalsemia
benzodiazepines)
• Defisiensi nutrisi:
• Opiat (morphine, heroin, codeine)
• Vit B12: Neurologic abnormalities may
• Anitikolinergik: Overdosage can precede the development of
produce a confusional state with macrocytic anemia.
agitation
• Vit B1 (tiamin) → wernicke
• Simpatomimetik encephalopathy: neuronal loss,
• Kelainan endokrin: demyelination
• Hypothyroidism: menyebabkan • Kelainan organ:
myxedema • Uremia
• Hyperthyroidism: thyrotoxic crisis • Hepatic encephalopathy
• Hypoglycemia
• Hyperglycemia
• Kelainan vaskular:
• Hypoadrenalism: hypovolemia, • Hipertensi
hypoglycemia, electrolyte • Vaskulitis
disturbances
• Hyperadrenalism:
Raccoon eyes
Pemeriksaan penunjang
Lumbar puncture
Tingkat kesadaran kuantitatif dan
kualitatif
Tingkat Kesadaran Kualitatif
• Menggunakan skala koma
Terdapat beberaoa skala koma :
• GCS (Glasglow Coma Scale)
Paling sering digunakan.krn dapat mendiskripsikan dan menilai derajat
penurunan kesadaran. Dapat menjadi Indikator tingkt keparahan suatu
penyakit.
• Alert Confused Drowsy Unresponsive (ACDU)
• Alert Response to Voice Unresponsive (AVPU)
• Full outline of unresponsive (FOUR)
GCS
Paling sering digunakan. karena dapat
mendiskripsikan dan menilai derajat
penurunan kesadaran. Dapat menjadi
Indikator tingkat keparahan suatu
penyakit.
E + M + V = GCS ( 3 - 15)
http://www.coma.ulg.ac.be/ima
ges/four_e.pdf
Tingkat Kesadaran Kualitatif
Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos
mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma.
• Kompos mentis = keadaan seseorang sadar penuh dan dapat
menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
• Apatis = keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
• Derilium = Menurut DSM IV
1.Gg kesadaran yg ditandai oleh menurunnya kemampuan memusatkan
perhatian
2. Perubahan kemampuan kognitif( defisit memori, disorientasi ,gg
berbahasa)
3. Dlm satu hari ,gg bersifat fluktuatif . Mengalami gangguan orientasi
tempat,waktu dan orang. Paien juga cenderung berlebihan dan mudah
marah terhadap hal sepele.
Tingkat Kesadaran Kualitatif
• Somnolen = seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih
dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara
verbal, namun mudah tertidur kembali.
PENCEGAHAN
• Vaksinasi
• tersedia untuk tiga bakteri yang dapat menyebabkan meningitis: H. influenzae tipe b, N. meningitidis, dan S.
pneumoniae.
• Anak-anak berusia 2 hingga 15 bulan harus diimunisasi secara rutin terhadap H. influenzae dan S. Pneumoniae
• anak-anak berusia 11 hingga 12 tahun terhadap N. meningitidis (dengan dosis booster pada usia 16)
• orang dewasa berusia 65 tahun dan lebih tua terhadap S. pneumoniae.
• Risiko tertular H. influenzae atau N. meningitidis meningitis dapat dikurangi dalam rumah tangga dan kontak
dekat dari pasien yang terkena dengan pemberian profilaksis rifampisin 20 mg / kg / hari diberikan secara oral
sebagai dosis harian tunggal selama 4 hari (H. influenzae ) atau sebagai dua dosis terbagi selama 2 hari (N.
meningitidis).
Tatalaksana
• Terapi dimulai secara
empiris berdasarkan usia
pasien dan faktor
predisposisi
• Setelah tahu etiologi
antibiotik baru disesuaikan
• Pemberian dexamethasone
dapat mempercepat
pemulihan
• Komplikasi meningitis bakterial: sakit kepala, kejang, hidrosefalus, syndrome of
inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), defisit neurologis residual, dan
kematian.
• Infeksi N. meningitidis dapat menjadi rumit jika ada perdarahan adrenal yang terkait
dengan meningococcemia (sindrom Waterhouse-Friderichsen) → mengakibatkan
hipotensi dan sering kematian.
• Morbiditas dan mortalitas dari meningitis bakterial tinggi. Kematian terjadi pada sekitar
20% orang dewasa yang terkena, dan lebih sering di negara-negara berpenghasilan
rendah dan dengan penyebab tersering beberapa patogen berikut (S. pneumoniae, basil
gram negatif)
• Faktor-faktor yang memperburuk prognosis: usia tua, keterlambatan diagnosis dan
perawatan, ada komplikasi, pingsan atau koma, kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal.
Meningitis TB
• harus dipertimbangkan pada pasien yang datang dengan kondisi
penurunan kesadaran, terutama jika ada riwayat tuberkulosis paru,
alkoholisme, pengobatan kortikosteroid, infeksi HIV, atau kondisi lain
yang terkait dengan gangguan respon imun.
• Hal ini juga harus dipertimbangkan pada pasien dari daerah Asia dan
Afrika atau kelompok tertentu seperti pengguna narkoba atau
homeless dengan insidensi tuberkulosis yang tinggi.
Patogenesis
• biasanya hasil dari reaktivasi infeksi laten Mycobacterium
tuberculosis.
• Infeksi primer biasanya diperoleh lewat droplet yang mengandung
bacillus
• Biasanya hasil dari metastasis TB paru kemudian ke meningen dan
permukaan otak.
• Biasanya di meningen dan permukaan otak organisme dalam kondisi
dorman di dalam tuberkel → tuberkel dapat pecah ke ruang
subarachnoid → mengakibatkan meningitis TB.
Clinical findings
• Gejala biasanya muncul kurang dari 4 minggusetelah infeksiseperti
sakit kepala, demam, kekakuan leher, muntah, dan lesu atau
penurunan kesadaran.
• Penurunan berat badan, gangguan penglihatan, diplopia, kelemahan
fokal, dan kejang juga dapat terjadi.
• Demam, tanda-tanda iritasi meningeal, dan penurunan kesadaran
adalah temuan yang paling umum pada pemeriksaan fisik.
• Papilledema, ocular palsi, dan hemiparesis atau paraparesis juga
kadang bisa terlihat.
Diagnosis dan PP
• Diagnosis ditegakkan dengan analisis CSF.
• Tekanan CSF biasanya meningkat, dan cairan biasanya jernih dan
tidak berwarna.
• Pleocytosis sel limfositik dan mononuklear 50 hingga 500 sel / mL
paling sering terlihat, tetapi pleocytosis polimorfonuklear dapat
terjadi pada awal infeksi dan dapat memberikan kesan yang salah
menjadi meningitis bakterial.
• Protein CSF biasanya lebih dari 100 mg / dL dan dapat melebihi 500
mg / dL, terutama pada pasien dengan blok subarachnoid spinal.
• Kadar glukosa biasanya menurun dan mungkin kurang dari 20 mg /
dL.
• Acid-fast bacillus (AFB) smear dari CSF harus dilakukan pada semua
kasus yang dicurigai meningitis tuberkulosis.
• CT scan atau MRI dapat menunjukkan enhancementdi basal cistern
dan meninges kortikal atau hidrosefalus.
Tatalaksana
• Empat obat antituberkulosis digunakan untuk fase inisiasi 2 bulan
terapi: isoniazid 300 mg, rifampisin 600 mg, pirazinamid 1.600 mg, dan
etambutol 1.200 mg, masing-masing diberikan secara oral sekali sehari.
• Selama fase lanjutan 7 hingga 12 bulan berikutnya, hanya isoniazid dan
rifampin yang digunakan, pada dosis yang sama.
• Pyridoxine 50 mg / d dapat menurunkan kemungkinan polineuropati
isoniazid atau kejang.
• Kortikosteroid (misalnya, prednisone, 60 mg / hari secara oral)
diindikasikan pada pasien HIV-negatif.
• Aspirin 75-150 mg / d dapat memberikan efek anti-inflamasi tambahan.
Prognosis
• meskipun dengan pengobatan yang tepat, kira-kira sepertiga pasien
dengan meningitis tuberkulosis meninggal.
• Faktor yang memperburuk prognosis yaitu usia kurang dari 5 atau
lebih dari 50 tahun, koma, kejang, dan infeksi HIV secara bersamaan.
Meningitis virus
Etiologi
• Beberapa virus seperti virus herpes dapat
menyebabkan meningitis atau encephalitis, tetapi
yang lain ada yang hanya mempengaruhi meninges
(misalnya enterovirus) atau parenkim otak (misalnya,
arthropod-borne atau arbo-virus).
Patogenesis
• infeksi virus dalam tiga cara
• penyebaran hematogen dari infeksi virus sistemik (misalnya virus yang dibawa
arthropoda)
• penyebaran neuronal virus oleh transportasi aksonal (misalnya, herpes
simpleks, rabies)
• demielinasi pasca-infeksi autoimun (misalnya, varicella, influenza).
• Perubahan patologis pada viral meningitis terjadi karena reaksi inflamasi
meningeal yang dimediasi oleh limfosit.
Clinical findings
• Manifestasi klinis termasuk demam, sakit kepala, kekakuan leher,
fotofobia, nyeri dengan gerakan mata, dan gangguan kesadaran ringan.
• Pasien biasanya tidak tampak sakit seperti penderita meningitis bakteri.
• Manifestasi sistemik yang dapat terjadi: ruam kulit, faringitis,
limfadenopati, pleuritis, karditis, ikterus, organomegali, diare, atau orkitis.
• Viral encephalitis, yang melibatkan otak secara langsung biasanya
menyebabkan perubahan kesadaran yang lebih nyata daripada viral
meningitis, dan bisa terjadi kejang dan tanda-tanda neurologis fokal.
• Ketika tanda-tanda iritasi meningeal dan disfungsi otak juga terjadi
kondisinya disebut meningoencephalitis.
Diagnosa
• Analisis CSF adalah tes laboratorium yang paling penting.
• Tekanan CSF normal atau meningkat, dan pleocytosis limfositik atau monocytic hadir,
dengan jumlah sel biasanya kurang dari 1.000 / mL tetapi jumlah yang lebih tinggi dapat
dilihat pada keadaan choriomeningitis limfositik atau ensefalitis herpes simplex.
• Pleocytosis polimorfonuklear dapat terjadi pada awal meningitis virus, sedangkan eritrosit
dapat terlihat pada ensefalitis herpes simplex.
• Tingkat protein normal atau sedikit meningkat (biasanya 80-200 mg / dL).
• Glukosa biasanya normal, tetapi mungkin menurun pada gondong, herpes zoster, atau
ensefalitis herpes simpleks.
• Pewarnaan Gram dan kultur bakteri, jamur, dan AFB negatif.
• kelainan elektroforesis protein CSF dapat ditemukan.
• Diagnosis etiologi sering dapat dilakukan dari CSF dengan cara isolasi virus, PCR, atau
deteksi antibodi antiviral
• Pemeriksaan darah tepi menunjukkan jumlah sel darah putih yang normal, leukopenia,
atau leukositosis ringan. Limfosit atipikal dalam apusan darah dan tes heterophile
(Monospot) positif menunjukkan mononukleosis infeksi. Serum amilase sering meningkat
pada mumps; tes fungsi hati yang abnormal dikaitkan dengan virus hepatitis dan
mononukleosis infeksi.
DD
• Meningitis bakteri yang pengobatannya tidak tuntas
• meningitis tuberkulosis, jamur, parasit, sifilis dan neoplastik
• postinfeksi encephalomyelitis setelah infeksi atau vaksinasi
Tatalaksana
• untuk virus varicella-zoster dan Japanese encephalitis tersedia vaksin untuk pencegahan
• profilaksis pasca-paparan terhadap rabies melalui imunisasi aktif oleh vaksin yang
dikombinasikan dengan imunisasi pasif menggunakan globulin imun rabies manusia.
• Tidak ada pengobatan khusus yang tersedia untuk sebagian besar penyebab meningitis virus
atau ensefalitis. Terkecuali herpes simpleks, varicella zoster responsif dengan acyclovir (10-15
mg / kg intravena setiap 8 jam selama 14 hari), dan cytomegalovirus dengan gansiklovir
selama 21 hari (5 mg / kg intravena dua kali sehari) dan foscarnet (60 mg / kg intravena setiap
8 jam), diikuti terapi pemeliharaan selama 3 sampai 6 minggu
• Sakit kepala dan demam dapat diobati dengan acetaminophen atau obat anti-inflamasi
nonsteroid.
• Kejang diobati dengan fenitoin atau fenobarbital.
• Tindakan pendukung pada pasien koma yaitu ventilasi mekanis dan pemberian makan secara
intravena atau nasogastrik.
Prognosis
• Gejala meningitis virus biasanya menghilang secara spontan dalam 2
minggu terlepas dari agen penyebab
Encephalitis
Ensefalitis
• Ensefalitis: proses inflamasi di otak yg menyebabkan
gangguan neurologis
• Mayoritas disebabkan oleh virus
• Tanda & gejala umum sindrom ensefalitik:
Demam
Sakit kepala
Gangguan kesadaran
Perubahan perilaku & abnormalitas neuropsikososial
Kejang
focal neurological deficits.
Etiologi
Etiologi
Tatalaksana
Terapi Empiris: acyclovir (10 mg/kg IV tiap 8 jam untuk anak & dewasa dgn fungsi
ginjal normal; 20 mg/kg Iv tiap 8 jam untuk neonates). Jika gejala klinis sugestif infeksi
riketsia saat musim yg sesuai, bisa ditambahkan doxycycline
Terapi Spesifik:
• HSV: DOC Acyclovir. Dosis pd pasien dgn fungsi ginjal normal 10mg/kg IV tiap 8 jam
selama 14-21 hari, dosis 20mg/kg IV tiap 8 jam untuk neonates menurunkan
mortalitas 5-40%
• Herpes zoster: DOC acyclovir 10–15 mg/kg IV tiap 8 jam selama 10-14 hari, obat
alternative ganciclovir
• CMV: Ganciclovir 5 mg/kg IV tiap 12 jam selama 2-3 minggu. Pasien HIV
kombinasi ganciclovir (5 mg/kg IV tiap 12 jam) & foscarnet (60 mg/kg IV tiap 8
jamatau 90 mg/kg IV tiap 12 jam) selama 3 minggu, diikuti maintenance therapy
Ensefalitis Viral: Herpes Simplex
• Etiologi: HSV tipe I
• Diagnosis:
CSF: ditemukan hingga 500 sel/mm3
(terutama limfosit, bisa juga didapatkan
granulosit); CSF kadang berdarah/
xanthochromic
PCR: DNA virus didapatkan pada CSF pada
beberapa hari pertama penyakit, 2 minggu
kemudian IgG HSV bisa pula ditemukan
EEG: kelainan fokal
CT scan: awalnya normal, dalam beberapa
hari kemudian akan tampak area hipodens di
temporal/frontal yg bisa mengandung foci
hemorrhage
MRI: bisa menemukan perubahan lebih awal
dari CT
Ensefalitis Viral: Early Summer
Meningoencephalitis (ESME)
• Etiologi: arbovirus
• Gejala Klinis: periode inkubasi 1-4 minggu diikuti periode
prodromal nonspesifik (demam, gejala flulike, gejala
GIT). 20% pasien mengalami sakit kepala , meningisme,
focal neurological deficit, peripheral nerve deficits. Ketika
pasien sudah pulih dari fase akut, bisa tersisa residual
paresis & neuropsychological deficit
• Diagnosis: antibody IgM spesifik virus
• Pencegahan: exposure prophylaxis & imunisasi aktif.
Serum Ig yg diberikan dalam 48 jam gigitan bersifat
protektif
Ensefalitis Viral: HIV & Infeksi Oportunistik
• Hampir 50% penderita HIV terbukti secara klinis mengalami infeksi
otak atau bagian lain dari system saraf
• Sistem saraf dapat diinfeksi oleh HIV, pathogen oportunistik atau
keduanya
• Pada kasus berat, pasie dapat mengalami ensefalitis, myelopati,
mononeuropati, polineuropati &/ miopati
• Ensefalitis menyebabkan gejala abnormalitas neuropsikososial
(delirium, perubahan perilaku, dementia)
Ensefalitis Fungal, Parasit & Protozoa
• Fungal:
Imun kompeten Cryptococcus neoformans, Coccidioides
immitis, Histoplasma capsulatum & Blastomyces dermatitidis
Immunocompromise Candida, Aspergillus, Zygomycetes
• Parasit: Toxoplasma gondii,
• Protozoa: amebae, plasmodia, trypanosomes, cysticerci & echinococci
(Meningo-)ensefalitis Spiroketal: Neurosifilis
• Etiologi: Treponema pallidum Fase kuartener: proses inflamasi
menyebar ke parenkim otak &
• Gejala Klinis: medulla spinalis yg
Fase sekunder: penyebaran menyebabkan:
hematogen bisa mengiritasi Tabes dorsalis: muncul pada 7% sifilis
mengiens atau menyebabkan yg tidak diobati dalam 8-12 tahun
meningitis sifilitik dengan palsy pasca infeksi primer. Karakteristik:
degenerasi progresif funiculus
nervus cranialis (basal mengitis) posterior & radix posterior. Gejala
Klinis: ataxia berat progresif, nyeri
Fase tersier (1-2 tahun setelah tajam, disfungsi VU, penurunana
infeksi primer & sekunder): sifilis reflex, reaktivitas pupil menurun,
sensitivitas terhadap nyeri menurun,
cerebrospinal utamanya hipotoni & deformitas sendi
menyerang struktur mesenkimal
otak & medulla spinalis Progressive paralysis: muncul 10-15
tahun pasca infeksi primer &
(pembuluh darah, meningens). disebabkan granuloma kaseosa yg
Perubahan dinding vascular krn dibentuk oleh parenchymal
infeksi menyebabkan stenosis & meningoencephalitis. Gejala klinis:
dementia progresif, impaired
multiple ischemic strokes. Basal judgment, afek datar, depresi,
meningitis menyebabkan sakit schizophreniform phenomena
kepala berfluktuasi & palsy nervus (halusinasi, paranoia)
cranialis • Diagnosis: tes serologis (TPHA, FTA-
ABS),CSF (peningkatan jumlah leukosit &
konsentrasi protein, peningkatan IgG
spesifik treponema)
Ensefalopati
• Istilah untuk penyakit diffuse otak yang mengubah fungsi dan struktur
otak
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Etiologi
• Metastasis hematogen
• Infeksi sistemik (terutama paru)
• Perluasan langsung dari daerah parameningeal (otitis, osteomielitis
kranial, sinusitis)
• Terkait trauma kepala ataupun craniotomy
• Infeksi terkait CHD sianotik
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Patogenesis
• Abses dimulai dari serebritis lokal yang menyebabkan nekrosis &
edema.
• Fibroblas membentuk kapsul tebal di luar abses
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Tanda & Gejala
• Manifestasi abses menunjukan
lokasi absesnya.
• Tanda kortikal berkembang
lambat (hari-minggu), perubahan
perilaku, afasia, hemiparesis,
hemisensory loss, defek lapang
pandang.
• Tanda infratentorial ataksia,
nistagmus, disfungsi saraf kranial,
mual, muntah.
• Tanda difus sakit kepala (75%),
demam (>50%), perubahan status
mental (50%)
Clinical neurology. 9th Edition. McGraw-Hill. 2015.
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Diagnosis
• Diagnosis diperkuat dengan ditemukannya lesi massa
dengan penyengatan kontras (rim enhancement) pada
CT Scan ataupun MRI atau ditemukannya massa
avaskular pada angiografi
• Pemeriksaan CSF peningkatan tekanan >200 mm
water, pleositosis dengan 20-500 atau> leukosit/uL,
dan peningkatan kadar protein (45-500 mg/dL), hasil
kultur negatif
• Punksi lumbal tidak boleh dilakukan pada suspek
abses otak!
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Imaging
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Komplikasi
• Kematian 10-15% dewasa & 25% pada anak, walau pada masa
antibiotik
• Herniasi sentral atau transtentorial komplikasi dari lobus temporal
atau abses frontal yang besar
• Abses serebelar herniasi batang otak
• Hidrosefalus pada ventrikel IV
• Relaps 5-10% pasien setelah perawatan dengan antibiotik
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Farmakoterapi
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Neurosurgical
Biopsi & abscess removal
• Needle biopsy/aspiration serebritis stadium lanjut menentukan
bakteri penyebab & mengoreksi penggunaan antibiotik
• Removal terbatas: loculated abscessestherap, yang membesar
setelah pemberian antibiotik yang tidak sesuai, yang mengalami
herniasi
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Prognosis
• Umumnya baik angka kematian 10% pada negara berkembang.
• Prognosis buruk pada pasien >60 tahun dan pada pasien yang
memiliki lesi multipel, ruptur abses, atau penurunan kesadaran
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Pencegahan
• Eliminasi infeksi diluar SSP sebelum menyebar ke otak
• Perhatian khusus selama prosedur pembedahan neuro (sarung tangan
steril)
• Vaksinasi
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Mati Batang Otak
• Kematian batang otak adalah ketika seseorang tidak lagi memiliki
fungsi batang otak, dan secara permanen kehilangan potensi untuk
kesadaran dan kapasitas untuk bernapas.
• Pasien harus tidak sadar dan gagal merespon rangsangan dari luar
• Detak jantung dan pernapasan pasien hanya dapat dipertahankan
menggunakan ventilator
• Harus ada bukti yang jelas bahwa kerusakan otak yang serius telah
terjadi dan tidak dapat disembuhkan
Koma
• Koma, sleep like stage dimana pasien
tidak dapat berespon terhadap
lingungan sekitar.
• Kesadaran membutuhkan konten
dorongan maupun mental.
• Koma dapat disebabkan oleh lesi apa
pun — struktural atau metabolik—
yang mengganggu sistem aktivasi
retikular batang otak, hemisfer otak,
atau keduanya.
• Penyebab koma dibagi menjadi lesi
supra dan infratentorial serta
gangguan difus atau metabolik.
• Fase diensefalik awal : Pupil kecil (2mm), reaktif, refleks mata intak dan respon
nyeri lebih baik (lokalisasi)
• Fase diensefalik akhir : Respon nyeri dekortikasi
• Midbrain : Pupil terfiksasi dan respon nyeri deserebrasi.
• Pons atau medulla atas : Hanya ada fleksi kaki saat diberi rangsang nyeri
• Pemeriksaan Neurologi
• Pergerakan Bola Mata
• Pathways tested
• Tes pergerakan bola mata, dimulai dari N.VIII menuju ke N.VI dan
sampai ke kontralateral N.III.
• Metode
• Stimulasi sistem vestibular dengan rotasi kepala pasif atau irigasi
dengan air dingin ke membran timpani.
• Pergerakan normal
• Pasien koma dengan fungsi otak yang intak memiliki pergerakan
yang baik.
• Pergerakan abnormal
• Lesi N.III gagal aduksi mata kontralateral tapi abduksi mata
ipsilateral normal.
• Complete unresponsiveness pada tes air dingin lesi struktural
batang otak atau intoksikasi sedatif
Clinical Neurology Lange