Anda di halaman 1dari 111

Pemicu 4 - Saraf

Jonathan Edbert Afandy (405160200)


Definisi, Derajat Penurunan
Kesadaran dan Klasifikasi
• Kesadaran: kondisi di mana seseorang terjaga, responsif dan sadar
mengenai di sendiri dan lingkungannya
• Derajat kesadaran
• Compos mentis: kesadaran penuh dan respon adekuat
• Confusion: attention menurun, defisit working memory, disorientasi
• Drowsiness (somnolen): ketidakmampuan mempertahankan wakeful state,
kesadaran dapat pulih dengan rangsangan suara
• Stupor: kesadaran harus dirangsang dg stimulus berulang dan stimulus harus cukup
kuat, stl terjaga akan segera tertidur kembali, respon sensorik suspended, respon
motorik menurun
• Coma: tdk merespon thd stimulus external, reflex pupil & kornea masih baik, refleks
babinski positif
Adams & Victor’s principles of neurology. 10th Edition. McGraw-Hill. 2014.
Derajat perubahan kesadaran

https://www.uib.no/filearchive/chapter9_neur
ology.pdf
Adult GCS Pediatric GCS
Klasifikasi

https://www.uib.no/filearchive/cha
pter9_neurology.pdf
Intrakranial
• Infeksi:
• Meningitis
• Ensefalitis
• Abses otak
• Trauma:
• Epidural hemorrhage
• Subdural hemorrhage
• Subarachnoid hemorrhage
• Kejang
• Massa di otak:
• Tumor
• Stroke
Penurunan kesadaran dengan etiologi
Intrakranial
Ekstrakranial
• Obat: • Hiponatremia
• Alkohol • Hipokalsemia
• Sedatif (barbiturates, • Hiperkalsemia
benzodiazepines)
• Defisiensi nutrisi:
• Opiat (morphine, heroin, codeine)
• Vit B12: Neurologic abnormalities may
• Anitikolinergik: Overdosage can precede the development of
produce a confusional state with macrocytic anemia.
agitation
• Vit B1 (tiamin) → wernicke
• Simpatomimetik encephalopathy: neuronal loss,
• Kelainan endokrin: demyelination
• Hypothyroidism: menyebabkan • Kelainan organ:
myxedema • Uremia
• Hyperthyroidism: thyrotoxic crisis • Hepatic encephalopathy
• Hypoglycemia
• Hyperglycemia
• Kelainan vaskular:
• Hypoadrenalism: hypovolemia, • Hipertensi
hypoglycemia, electrolyte • Vaskulitis
disturbances
• Hyperadrenalism:
Raccoon eyes
Pemeriksaan penunjang
Lumbar puncture
Tingkat kesadaran kuantitatif dan
kualitatif
Tingkat Kesadaran Kualitatif
• Menggunakan skala koma
Terdapat beberaoa skala koma :
• GCS (Glasglow Coma Scale)
Paling sering digunakan.krn dapat mendiskripsikan dan menilai derajat
penurunan kesadaran. Dapat menjadi Indikator tingkt keparahan suatu
penyakit.
• Alert Confused Drowsy Unresponsive (ACDU)
• Alert Response to Voice Unresponsive (AVPU)
• Full outline of unresponsive (FOUR)
GCS
Paling sering digunakan. karena dapat
mendiskripsikan dan menilai derajat
penurunan kesadaran. Dapat menjadi
Indikator tingkat keparahan suatu
penyakit.

E + M + V = GCS ( 3 - 15)

Pasien dengan skor :


• GCS 12 – 14 (gg kesadaran ringan )
• GCS 9 – 11 (gg kesadaran sedang)
• GCS 3 – 8 (gg kesadaran Berat)
• GCS ˂ 8 ( koma)
GCS pada anak
FOUR
• FOUR Score dikembangkan untuk mengatasi berbagai keterbatasan
yang dimiliki GCS. Skala ini memberikan lebih banyak informasi
dengan adanya empat komponen penilaian: refleks batang otak,
penilaian mata, respon motorik dengan spektrum luas, pola napas
abnormal serta usaha napas pada pasien yang memakai ventilator,
dengan skala penilaian 0-4 untuk masing-masing komponen.
• Skor four lebih dianjurkan pada pasien penurunan kesadaan dengan
bantuan ventilator di ruang rawat intensif.
FOUR
Komponen
FOUR

http://www.coma.ulg.ac.be/ima
ges/four_e.pdf
Tingkat Kesadaran Kualitatif
Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos
mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma.
• Kompos mentis = keadaan seseorang sadar penuh dan dapat
menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
• Apatis = keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
• Derilium = Menurut DSM IV
1.Gg kesadaran yg ditandai oleh menurunnya kemampuan memusatkan
perhatian
2. Perubahan kemampuan kognitif( defisit memori, disorientasi ,gg
berbahasa)
3. Dlm satu hari ,gg bersifat fluktuatif . Mengalami gangguan orientasi
tempat,waktu dan orang. Paien juga cenderung berlebihan dan mudah
marah terhadap hal sepele.
Tingkat Kesadaran Kualitatif
• Somnolen = seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih
dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara
verbal, namun mudah tertidur kembali.

• Sopor/stupor = kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak


menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri.

• Koma = kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua


rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Karakteristik koma adalah tidak
adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Pada pasien
koma terlihat mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak ada pergerakan sebagai
respons terhadap rangsangan auditori, taktil, dan nyeri.
Meningitis
Bacterial Meningitis
• penyebab utama penurunan kesadaran akut
• diagnosis dini sangat penting untuk prognosis yang baik.
• faktor predisposisi meliputi infeksi sistemik (terutama pernapasan)
atau infeksi parameningeal, trauma kepala, defek meningeal secara
anatomi, riwayat bedah saraf, kanker, alkohol, dan imunodefisiensi.
• Organisme etiologi bervariasi sesuai usia dan biasanya disertai adanya
faktor predisposisi
Patogenesis
• Bakteri biasanya mendapatkan akses ke CNS dengan mengkolonisasi selaput lendir
nasofaring → menyebabkan invasi jaringan lokal → bakteremia → dan penyebaran secara
hematogen dari ruang subarachnoid.
• Listeria mikroorganisme pengecualian yang aksesnya lewat saluran cerna.
• Bakteri juga dapat menyebar ke meningen secara langsung, melalui defek anatomi di
tengkorak atau dari daerah parameningeal yaitu sinus paranasal atau telinga tengah.
• Kapsul bakteri polisakarida, lipopolisakarida, dan protein membran luar dari bakteri
berkontribusi dalam faktor invasi dan virulensi.
• Tingkat antibodi dan komplemen rendah dalam cairan serebrospinal sehingga tidak adekuat
untuk melawan infeksi akhirnya respon inflamasi dihasilkan dengan cara pelepasan sitokin
inflamasi yang dapat menembus permeabilitas blood brain barrier → terjadi juga edema
serebral vasogenik, perubahan aliran darah otak, dan bisa sampai direct sitotoksisitas.
• Meningitis bakteri ditandai dengan infiltrasi leptomeningeal dan
perivaskular disertai leukosit polimorfonuklear dan eksudat inflamasi.
• Gejala diatas dapat terjadi di atas konvexitas serebral pada infeksi
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus dan di atas dasar otak
pada infeksi Neisseria meningitidis.
• Edema otak, hidrosefalus, dan infark serebral dapat terjadi tetapi
jarang
Clinical findings
• kebanyakan pasien
mengalami gejala selama 1
hingga 7 hari termasuk
demam, kebingungan,
muntah, sakit kepala, dan
kekakuan leher
PF
• menunjukkan demam dan tanda-tanda infeksi sistemik atau parameningeal, seperti
abses kulit atau otitis.
• Ruam petekie terlihat pada 50% hingga 60% pasien dengan N. Meningitidis meningitis
• Tanda-tanda iritasi meningeal (meningismus) terlihat pada sekitar 80% kasus, tetapi
sering tidak ada pada orang yang sangat muda, sangat tua, imunosupresi atau pada
pasien dengan kesadaran yang sangat terganggu.
• Tanda-tanda ini termasuk leher kaku pada fleksi pasif, Brudzinski sign +, dan Kernig
sign + (lihat Gambar 1-5).
• Tingkat kesadaran berkisar dari penurunan kesadaran ringan hingga koma.
• Tanda-tanda neurologis fokal, kejang, dan kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi.
• Papilledema jarang terjadi
PP
• Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis polimorfonuklear
pada infeksi sistemik atau leukopenia oleh karena imunosupresi.
• Kultur dengan sampel dari darah untuk mengetahui organisme
penyebab
• Imaging daerah dada, sinus, atau tulang mastoid dapat menunjukkan
tempat utama terjadinya infeksi.
• CT scan otak atau MRI dapat menunjukkan enhancement kontras
pada daerah konveksitas serebral, dasar otak, atau ependyma
ventrikel.
• Pungsi lumbal dan pemeriksaan CSF sangat penting pada semua kasus dugaan meningitis.
• Tekanan CSF meningkat pada sekitar 90% kasus, dan warna cairan berkisar dari sedikit
keruh sampai sangat purulen.
• Jumlah leukosit CSF 1.000 hingga 10.000 / μL, terdiri terutama dari leukosit
polimorfonuklear, kecuali pada Listeria monocytogenes meningitis sel mononuklear yang
mendominasi
• Konsentrasi protein 100 hingga 500 mg / dL
• kadar glukosa CSF kurang dari 40 mg / dL pada sekitar 80% kasus
• Pewarnaan Gram pada CSF dapat mengidentifikasi organisme penyebab. Kultur CSF positif
dapat memberikan diagnosis definitif dan memungkinkan penentuan sensitivitas antibiotik.
• PCR berguna pada hasil kultur bakteri negatif dan untuk mengidentifikasi strain
meningokokus.
DD
• meningitis nonbakterial
• perdarahan subarakhnoid

PENCEGAHAN
• Vaksinasi
• tersedia untuk tiga bakteri yang dapat menyebabkan meningitis: H. influenzae tipe b, N. meningitidis, dan S.
pneumoniae.
• Anak-anak berusia 2 hingga 15 bulan harus diimunisasi secara rutin terhadap H. influenzae dan S. Pneumoniae
• anak-anak berusia 11 hingga 12 tahun terhadap N. meningitidis (dengan dosis booster pada usia 16)
• orang dewasa berusia 65 tahun dan lebih tua terhadap S. pneumoniae.
• Risiko tertular H. influenzae atau N. meningitidis meningitis dapat dikurangi dalam rumah tangga dan kontak
dekat dari pasien yang terkena dengan pemberian profilaksis rifampisin 20 mg / kg / hari diberikan secara oral
sebagai dosis harian tunggal selama 4 hari (H. influenzae ) atau sebagai dua dosis terbagi selama 2 hari (N.
meningitidis).
Tatalaksana
• Terapi dimulai secara
empiris berdasarkan usia
pasien dan faktor
predisposisi
• Setelah tahu etiologi
antibiotik baru disesuaikan
• Pemberian dexamethasone
dapat mempercepat
pemulihan
• Komplikasi meningitis bakterial: sakit kepala, kejang, hidrosefalus, syndrome of
inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), defisit neurologis residual, dan
kematian.
• Infeksi N. meningitidis dapat menjadi rumit jika ada perdarahan adrenal yang terkait
dengan meningococcemia (sindrom Waterhouse-Friderichsen) → mengakibatkan
hipotensi dan sering kematian.
• Morbiditas dan mortalitas dari meningitis bakterial tinggi. Kematian terjadi pada sekitar
20% orang dewasa yang terkena, dan lebih sering di negara-negara berpenghasilan
rendah dan dengan penyebab tersering beberapa patogen berikut (S. pneumoniae, basil
gram negatif)
• Faktor-faktor yang memperburuk prognosis: usia tua, keterlambatan diagnosis dan
perawatan, ada komplikasi, pingsan atau koma, kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal.
Meningitis TB
• harus dipertimbangkan pada pasien yang datang dengan kondisi
penurunan kesadaran, terutama jika ada riwayat tuberkulosis paru,
alkoholisme, pengobatan kortikosteroid, infeksi HIV, atau kondisi lain
yang terkait dengan gangguan respon imun.
• Hal ini juga harus dipertimbangkan pada pasien dari daerah Asia dan
Afrika atau kelompok tertentu seperti pengguna narkoba atau
homeless dengan insidensi tuberkulosis yang tinggi.
Patogenesis
• biasanya hasil dari reaktivasi infeksi laten Mycobacterium
tuberculosis.
• Infeksi primer biasanya diperoleh lewat droplet yang mengandung
bacillus
• Biasanya hasil dari metastasis TB paru kemudian ke meningen dan
permukaan otak.
• Biasanya di meningen dan permukaan otak organisme dalam kondisi
dorman di dalam tuberkel → tuberkel dapat pecah ke ruang
subarachnoid → mengakibatkan meningitis TB.
Clinical findings
• Gejala biasanya muncul kurang dari 4 minggusetelah infeksiseperti
sakit kepala, demam, kekakuan leher, muntah, dan lesu atau
penurunan kesadaran.
• Penurunan berat badan, gangguan penglihatan, diplopia, kelemahan
fokal, dan kejang juga dapat terjadi.
• Demam, tanda-tanda iritasi meningeal, dan penurunan kesadaran
adalah temuan yang paling umum pada pemeriksaan fisik.
• Papilledema, ocular palsi, dan hemiparesis atau paraparesis juga
kadang bisa terlihat.
Diagnosis dan PP
• Diagnosis ditegakkan dengan analisis CSF.
• Tekanan CSF biasanya meningkat, dan cairan biasanya jernih dan
tidak berwarna.
• Pleocytosis sel limfositik dan mononuklear 50 hingga 500 sel / mL
paling sering terlihat, tetapi pleocytosis polimorfonuklear dapat
terjadi pada awal infeksi dan dapat memberikan kesan yang salah
menjadi meningitis bakterial.
• Protein CSF biasanya lebih dari 100 mg / dL dan dapat melebihi 500
mg / dL, terutama pada pasien dengan blok subarachnoid spinal.
• Kadar glukosa biasanya menurun dan mungkin kurang dari 20 mg /
dL.
• Acid-fast bacillus (AFB) smear dari CSF harus dilakukan pada semua
kasus yang dicurigai meningitis tuberkulosis.
• CT scan atau MRI dapat menunjukkan enhancementdi basal cistern
dan meninges kortikal atau hidrosefalus.
Tatalaksana
• Empat obat antituberkulosis digunakan untuk fase inisiasi 2 bulan
terapi: isoniazid 300 mg, rifampisin 600 mg, pirazinamid 1.600 mg, dan
etambutol 1.200 mg, masing-masing diberikan secara oral sekali sehari.
• Selama fase lanjutan 7 hingga 12 bulan berikutnya, hanya isoniazid dan
rifampin yang digunakan, pada dosis yang sama.
• Pyridoxine 50 mg / d dapat menurunkan kemungkinan polineuropati
isoniazid atau kejang.
• Kortikosteroid (misalnya, prednisone, 60 mg / hari secara oral)
diindikasikan pada pasien HIV-negatif.
• Aspirin 75-150 mg / d dapat memberikan efek anti-inflamasi tambahan.
Prognosis
• meskipun dengan pengobatan yang tepat, kira-kira sepertiga pasien
dengan meningitis tuberkulosis meninggal.
• Faktor yang memperburuk prognosis yaitu usia kurang dari 5 atau
lebih dari 50 tahun, koma, kejang, dan infeksi HIV secara bersamaan.
Meningitis virus
Etiologi
• Beberapa virus seperti virus herpes dapat
menyebabkan meningitis atau encephalitis, tetapi
yang lain ada yang hanya mempengaruhi meninges
(misalnya enterovirus) atau parenkim otak (misalnya,
arthropod-borne atau arbo-virus).
Patogenesis
• infeksi virus dalam tiga cara
• penyebaran hematogen dari infeksi virus sistemik (misalnya virus yang dibawa
arthropoda)
• penyebaran neuronal virus oleh transportasi aksonal (misalnya, herpes
simpleks, rabies)
• demielinasi pasca-infeksi autoimun (misalnya, varicella, influenza).
• Perubahan patologis pada viral meningitis terjadi karena reaksi inflamasi
meningeal yang dimediasi oleh limfosit.
Clinical findings
• Manifestasi klinis termasuk demam, sakit kepala, kekakuan leher,
fotofobia, nyeri dengan gerakan mata, dan gangguan kesadaran ringan.
• Pasien biasanya tidak tampak sakit seperti penderita meningitis bakteri.
• Manifestasi sistemik yang dapat terjadi: ruam kulit, faringitis,
limfadenopati, pleuritis, karditis, ikterus, organomegali, diare, atau orkitis.
• Viral encephalitis, yang melibatkan otak secara langsung biasanya
menyebabkan perubahan kesadaran yang lebih nyata daripada viral
meningitis, dan bisa terjadi kejang dan tanda-tanda neurologis fokal.
• Ketika tanda-tanda iritasi meningeal dan disfungsi otak juga terjadi
kondisinya disebut meningoencephalitis.
Diagnosa
• Analisis CSF adalah tes laboratorium yang paling penting.
• Tekanan CSF normal atau meningkat, dan pleocytosis limfositik atau monocytic hadir,
dengan jumlah sel biasanya kurang dari 1.000 / mL tetapi jumlah yang lebih tinggi dapat
dilihat pada keadaan choriomeningitis limfositik atau ensefalitis herpes simplex.
• Pleocytosis polimorfonuklear dapat terjadi pada awal meningitis virus, sedangkan eritrosit
dapat terlihat pada ensefalitis herpes simplex.
• Tingkat protein normal atau sedikit meningkat (biasanya 80-200 mg / dL).
• Glukosa biasanya normal, tetapi mungkin menurun pada gondong, herpes zoster, atau
ensefalitis herpes simpleks.
• Pewarnaan Gram dan kultur bakteri, jamur, dan AFB negatif.
• kelainan elektroforesis protein CSF dapat ditemukan.
• Diagnosis etiologi sering dapat dilakukan dari CSF dengan cara isolasi virus, PCR, atau
deteksi antibodi antiviral
• Pemeriksaan darah tepi menunjukkan jumlah sel darah putih yang normal, leukopenia,
atau leukositosis ringan. Limfosit atipikal dalam apusan darah dan tes heterophile
(Monospot) positif menunjukkan mononukleosis infeksi. Serum amilase sering meningkat
pada mumps; tes fungsi hati yang abnormal dikaitkan dengan virus hepatitis dan
mononukleosis infeksi.
DD
• Meningitis bakteri yang pengobatannya tidak tuntas
• meningitis tuberkulosis, jamur, parasit, sifilis dan neoplastik
• postinfeksi encephalomyelitis setelah infeksi atau vaksinasi
Tatalaksana
• untuk virus varicella-zoster dan Japanese encephalitis tersedia vaksin untuk pencegahan
• profilaksis pasca-paparan terhadap rabies melalui imunisasi aktif oleh vaksin yang
dikombinasikan dengan imunisasi pasif menggunakan globulin imun rabies manusia.
• Tidak ada pengobatan khusus yang tersedia untuk sebagian besar penyebab meningitis virus
atau ensefalitis. Terkecuali herpes simpleks, varicella zoster responsif dengan acyclovir (10-15
mg / kg intravena setiap 8 jam selama 14 hari), dan cytomegalovirus dengan gansiklovir
selama 21 hari (5 mg / kg intravena dua kali sehari) dan foscarnet (60 mg / kg intravena setiap
8 jam), diikuti terapi pemeliharaan selama 3 sampai 6 minggu
• Sakit kepala dan demam dapat diobati dengan acetaminophen atau obat anti-inflamasi
nonsteroid.
• Kejang diobati dengan fenitoin atau fenobarbital.
• Tindakan pendukung pada pasien koma yaitu ventilasi mekanis dan pemberian makan secara
intravena atau nasogastrik.
Prognosis
• Gejala meningitis virus biasanya menghilang secara spontan dalam 2
minggu terlepas dari agen penyebab
Encephalitis
Ensefalitis
• Ensefalitis: proses inflamasi di otak yg menyebabkan
gangguan neurologis
• Mayoritas disebabkan oleh virus
• Tanda & gejala umum sindrom ensefalitik:
 Demam
 Sakit kepala
 Gangguan kesadaran
 Perubahan perilaku & abnormalitas neuropsikososial
 Kejang
 focal neurological deficits.
Etiologi
Etiologi
Tatalaksana
Terapi Empiris: acyclovir (10 mg/kg IV tiap 8 jam untuk anak & dewasa dgn fungsi
ginjal normal; 20 mg/kg Iv tiap 8 jam untuk neonates). Jika gejala klinis sugestif infeksi
riketsia saat musim yg sesuai, bisa ditambahkan doxycycline
Terapi Spesifik:
• HSV: DOC Acyclovir. Dosis pd pasien dgn fungsi ginjal normal 10mg/kg IV tiap 8 jam
selama 14-21 hari, dosis 20mg/kg IV tiap 8 jam untuk neonates menurunkan
mortalitas 5-40%
• Herpes zoster: DOC acyclovir 10–15 mg/kg IV tiap 8 jam selama 10-14 hari, obat
alternative ganciclovir
• CMV: Ganciclovir 5 mg/kg IV tiap 12 jam selama 2-3 minggu. Pasien HIV 
kombinasi ganciclovir (5 mg/kg IV tiap 12 jam) & foscarnet (60 mg/kg IV tiap 8
jamatau 90 mg/kg IV tiap 12 jam) selama 3 minggu, diikuti maintenance therapy
Ensefalitis Viral: Herpes Simplex
• Etiologi: HSV tipe I
• Diagnosis:
 CSF: ditemukan hingga 500 sel/mm3
(terutama limfosit, bisa juga didapatkan
granulosit); CSF kadang berdarah/
xanthochromic
 PCR: DNA virus didapatkan pada CSF pada
beberapa hari pertama penyakit, 2 minggu
kemudian IgG HSV bisa pula ditemukan
 EEG: kelainan fokal
 CT scan: awalnya normal, dalam beberapa
hari kemudian akan tampak area hipodens di
temporal/frontal yg bisa mengandung foci
hemorrhage
 MRI: bisa menemukan perubahan lebih awal
dari CT
Ensefalitis Viral: Early Summer
Meningoencephalitis (ESME)
• Etiologi: arbovirus
• Gejala Klinis: periode inkubasi 1-4 minggu diikuti periode
prodromal nonspesifik (demam, gejala flulike, gejala
GIT). 20% pasien mengalami sakit kepala , meningisme,
focal neurological deficit, peripheral nerve deficits. Ketika
pasien sudah pulih dari fase akut, bisa tersisa residual
paresis & neuropsychological deficit
• Diagnosis: antibody IgM spesifik virus
• Pencegahan: exposure prophylaxis & imunisasi aktif.
Serum Ig yg diberikan dalam 48 jam gigitan bersifat
protektif
Ensefalitis Viral: HIV & Infeksi Oportunistik
• Hampir 50% penderita HIV terbukti secara klinis mengalami infeksi
otak atau bagian lain dari system saraf
• Sistem saraf dapat diinfeksi oleh HIV, pathogen oportunistik atau
keduanya
• Pada kasus berat, pasie dapat mengalami ensefalitis, myelopati,
mononeuropati, polineuropati &/ miopati
• Ensefalitis menyebabkan gejala abnormalitas neuropsikososial
(delirium, perubahan perilaku, dementia)
Ensefalitis Fungal, Parasit & Protozoa
• Fungal:
 Imun kompeten  Cryptococcus neoformans, Coccidioides
immitis, Histoplasma capsulatum & Blastomyces dermatitidis
 Immunocompromise  Candida, Aspergillus, Zygomycetes
• Parasit: Toxoplasma gondii,
• Protozoa: amebae, plasmodia, trypanosomes, cysticerci & echinococci
(Meningo-)ensefalitis Spiroketal: Neurosifilis
• Etiologi: Treponema pallidum  Fase kuartener: proses inflamasi
menyebar ke parenkim otak &
• Gejala Klinis: medulla spinalis yg
 Fase sekunder: penyebaran menyebabkan:
hematogen bisa mengiritasi  Tabes dorsalis: muncul pada 7% sifilis
mengiens atau menyebabkan yg tidak diobati dalam 8-12 tahun
meningitis sifilitik dengan palsy pasca infeksi primer. Karakteristik:
degenerasi progresif funiculus
nervus cranialis (basal mengitis) posterior & radix posterior. Gejala
Klinis: ataxia berat progresif, nyeri
 Fase tersier (1-2 tahun setelah tajam, disfungsi VU, penurunana
infeksi primer & sekunder): sifilis reflex, reaktivitas pupil menurun,
sensitivitas terhadap nyeri menurun,
cerebrospinal utamanya hipotoni & deformitas sendi
menyerang struktur mesenkimal
otak & medulla spinalis  Progressive paralysis: muncul 10-15
tahun pasca infeksi primer &
(pembuluh darah, meningens). disebabkan granuloma kaseosa yg
Perubahan dinding vascular krn dibentuk oleh parenchymal
infeksi menyebabkan stenosis & meningoencephalitis. Gejala klinis:
dementia progresif, impaired
multiple ischemic strokes. Basal judgment, afek datar, depresi,
meningitis menyebabkan sakit schizophreniform phenomena
kepala berfluktuasi & palsy nervus (halusinasi, paranoia)
cranialis • Diagnosis: tes serologis (TPHA, FTA-
ABS),CSF (peningkatan jumlah leukosit &
konsentrasi protein, peningkatan IgG
spesifik treponema)
Ensefalopati
• Istilah untuk penyakit diffuse otak yang mengubah fungsi dan struktur
otak

• Ciri khas: perubahan mental


Tipe
• Hepatic encephalopathy
• Chronic traumatic encephalopathy (CTE)
• Hypoxic-ischaemic encephalopathy
• Hashimoto’s encelopathy
• Lain:
• Infeksi bakteri atau virus
• Masalah metabolisme
• Tumor orak
• Ekspos terhadap substansi toksi spt cat, perlarut, radiasi
• Alcoholic encephalopathy
• Hypertensive encephalopathy
• Metabolic encephalopathy
• Structural encephalopathy: trauma dan stroke
• Uremic encephalopathy : gagal ginjal
• Acute encephalopathy cepat timbul dan hilang
• Chronic encephalopathy timbul perlahan dan tidak hilamh
• Beberapa ensefalopati menyebabkan kerusakan permanen
Etiologi
• Infeksi (bakteri, virus,parasit atau prion)
• Alkohol
• Hepatik (gagal hati atau kanker hati)
• Uremia (gagal ginjal
• Disfungsi metabolik atau mitokondria (hiper/hipokalemi, hiper/hiponatremi, hiper/hipoglikemi)
• Tumor otak atau peningkatan tekanan di tengkotak
• terekspos bahan kimia berkepanjangan (solvent, obat-obatan, radiasi, cat, bahan kimia industri
dan logam)
• Trauma kronik progresif
• Nutrisi yang kurang baik
• Kekurangan oksigen atau darah pada otak
Gejala
• Tergantung jenis dan keparahan ensefalopati
• Gejala neurologis umum
• Kehilangan memori dan kemampuan kognitif yang progresif
• Perbuhan kepribadian halus
• Tidak bisa berkonsentrasi
• Letargi
• Kehilangan kesadaran secara progresif
• Gejala neurologi lain
• Mioklonis
• Nistagimus
• Tremor
• Kelemahan otot dan atrofi
• Demensia
• Kejang
• Kehilangan kemampuan untuk menelan atau bicara
PP
• CBC : infeksi atau kehilangan darah
• Tes metabolik: elektrolit, glukosa, laktat, amonia, enzim hati
• Kreatinin: fungsi ginjal
• Pungsi lumbal
• Imaging: pembengkakan otak, abnormalitas anatomi, infeksi
• CT scan
• MRI
• EEG: kerusakan otak atau gelombang otak yang abnormal
• Autoantibody analysis
Treatment
• Simtomatik, terganting jenis dan tikat keparahan
• Antikonvulsan jika kejang
• Diet dan suplemen nutrisi dibutuhkan bbrp pasien
• Severe cases, mungkin butuh dialisis atau transplantasi organ
• Short term anoxia (biasanya < 2menit): terapi oksigen
• Long term anoxia : rehabilitasi
• Short term alcohol toxicity: IV fluids
• Long term alcohol abuse (sirosis atau gagal hati kronis): laktulosa oral, diet protein
rendah, antibiotik
• Uremic encephalopathy (krn gagal ginjal):perbaiki penyebab fisiologi, dialisis,
transplantasi
• Diabetic encephalopathy: administer gluco u/ hipoglikemi, insulin u/ hiperglikemi
• Hipo/hipertensi ensefalopati: obat untuk menaikan atau menurunkan TD
• Obatin penyebab utama
• Ensefalopati  perubahan struktur permanen dan ireversibel kerusakan otak
ABSES OTAK
(BRAIN ABSCESS)
= pus yang diselubungi kapsul yang bersumber dari infeksi jaringan
sekitar atau hematogen yang menyebabkan adanya massa meluas yang
menimbulkan sakit kepala, perubahan status mental, defek neurologi
fokal dan demam.
• Progresifitasnya cepat dengan rata-rata 8 hari antara onset gejala dan
perawatan di RS.

Clinical neurology. 9th Edition. McGraw-Hill. 2015.


• Infeksi parenkim pada otak bisa terjadi melalui penyebaran
hematogen  terutama dari mulut setelah penanganan gigi, yang
dapat menimbulkan abses multipel
• Risiko pada  pasien dengan kelainan jantung kongenital atau infeksi
pada katup
• Abses juga dapat terjadi sebagai hasil dari penyebaran dari area
terdekat  meningitis atau infeksi pada nasofaring dan sinus (lobus
frontalis), atau telinga tengah dan mastoid (lobus temporal atau
serebelum)
• Penetrasi bisa dari trauma kepala ataupun fraktur tengkorak

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Etiologi
• Metastasis hematogen
• Infeksi sistemik (terutama paru)
• Perluasan langsung dari daerah parameningeal (otitis, osteomielitis
kranial, sinusitis)
• Terkait trauma kepala ataupun craniotomy
• Infeksi terkait CHD sianotik

Clinical neurology. 9th Edition. McGraw-Hill. 2015.


Organisme penyebab
• Paling sering disebabkan virulen Steptococci
• Sering pula ditemukan kombinasi dengan Bacteroides, Fusibacterium, dan
Prevotella
• Jarang  Propionibacterium (diphtheroids) yang mungkin kombinasi
dengan spesies Hemophilus, Enterobacteriaceae (E. coli, Proteus).
• Staphylococci juga umum ditemukan sebagai penyebab abses otak

Adams & Victor’s principles of neurology. 10th Edition. McGraw-Hill. 2014.


Faktor Risiko
• Congenital heart disease
• Diabetes
• Penggunaan alkohol
• Tato
• Imunosupresi
• Poor dentition

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Patogenesis
• Abses dimulai dari serebritis lokal yang menyebabkan nekrosis &
edema.
• Fibroblas membentuk kapsul tebal di luar abses

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Tanda & Gejala
• Manifestasi abses menunjukan
lokasi absesnya.
• Tanda kortikal  berkembang
lambat (hari-minggu), perubahan
perilaku, afasia, hemiparesis,
hemisensory loss, defek lapang
pandang.
• Tanda infratentorial  ataksia,
nistagmus, disfungsi saraf kranial,
mual, muntah.
• Tanda difus  sakit kepala (75%),
demam (>50%), perubahan status
mental (50%)
Clinical neurology. 9th Edition. McGraw-Hill. 2015.
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Diagnosis
• Diagnosis diperkuat dengan ditemukannya lesi massa
dengan penyengatan kontras (rim enhancement) pada
CT Scan ataupun MRI atau ditemukannya massa
avaskular pada angiografi
• Pemeriksaan CSF  peningkatan tekanan >200 mm
water, pleositosis dengan 20-500 atau> leukosit/uL,
dan peningkatan kadar protein (45-500 mg/dL), hasil
kultur negatif
• Punksi lumbal tidak boleh dilakukan pada suspek
abses otak!

Adams & Victor’s principles of neurology. 10th Edition. McGraw-Hill. 2014.


Laboratory
• Abnormalitas sistemik tidak umum  adanya peningkatan LED &
leukositosis ringan (50% pasien)
• Kultur darah
• Biopsi  aman pada abses yang dekat dengan permukaan otak
• Abses yang dalam  needle aspiration dengan stereotactic guidance
• PCR

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Imaging

• CT Scan  lesi densitas lemah dengan batas tak tegas


• MRI  paling sensitif untuk abses  area hipointens
pada abses nekrosis
Adams & Victor’s principles of neurology. 10th Edition. McGraw-Hill. 2014.
Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
DD
“space-occupying lesion”
 Neoplasma  primer maupun metastatis
 Abses non-bakterial (fungi, parasit  toxoplasmosis)
 Stroke aubakut
 Herpes encephalitis
 Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Komplikasi
• Kematian  10-15% dewasa & 25% pada anak, walau pada masa
antibiotik
• Herniasi sentral atau transtentorial  komplikasi dari lobus temporal
atau abses frontal yang besar
• Abses serebelar  herniasi batang otak
• Hidrosefalus  pada ventrikel IV
• Relaps  5-10% pasien setelah perawatan dengan antibiotik

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Farmakoterapi

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Neurosurgical
Biopsi & abscess removal
• Needle biopsy/aspiration  serebritis stadium lanjut  menentukan
bakteri penyebab & mengoreksi penggunaan antibiotik
• Removal  terbatas: loculated abscessestherap, yang membesar
setelah pemberian antibiotik yang tidak sesuai, yang mengalami
herniasi

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Prognosis
• Umumnya baik  angka kematian 10% pada negara berkembang.
• Prognosis buruk pada pasien >60 tahun dan pada pasien yang
memiliki lesi multipel, ruptur abses, atau penurunan kesadaran

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Pencegahan
• Eliminasi infeksi diluar SSP sebelum menyebar ke otak
• Perhatian khusus selama prosedur pembedahan neuro (sarung tangan
steril)
• Vaksinasi

Current diagnosis & treatment neurology. 2nd Edition. Lange, McGraw-Hill. 2012.
Mati Batang Otak
• Kematian batang otak adalah ketika seseorang tidak lagi memiliki
fungsi batang otak, dan secara permanen kehilangan potensi untuk
kesadaran dan kapasitas untuk bernapas.

• Memastikan kematian sekarang lebih rumit, karena mungkin untuk


menjaga jantung berdetak setelah batang otak berhenti berfungsi
secara permanen. Ini dapat dilakukan dengan ventilator, yang
memungkinkan tubuh dan jantung mendapat oksigen buatan. Namun,
orang tsb tidak akan pernah sadar atau bernapas lagi.
Kematian otak dapat terjadi ketika suplai darah dan / atau oksigen ke otak
dihentikan. Ini dapat disebabkan oleh:

• Henti jantung - ketika jantung berhenti berdetak dan otak kekurangan


oksigen
• Serangan jantung
• Stroke - suplai darah ke otak terhalang atau terganggu oleh bekuan darah
• Penyumbatan di pembuluh darah yang mengganggu atau menghalangi
aliran darah di sekitar tubuh
Kematian otak juga dapat terjadi sebagai akibat dari:

• Cedera kepala yang parah


• Perdarahan otak
• Infeksi, seperti ensefalitis
• Tumor otak
Exclusion :
• Syok / hipotensi
• Hipotermia -temperatur <32 ° C
• Obat-obatan yg dpt menurunkan fungsi neurologis, fungsi neuromuskular,
seperti methaqualone, barbiturat, benzodiazepin, amitryptiline,
meprobamate, trichlorethylene.
• Ensefalitis batang otak.
• Sindrom Guillain-Barre.
• Encephlopathy terkait dengan gagal hati, uraemia dan koma hiperosmolar
• Hipofosfatemia berat.
Untuk diagnosis kematian batang otak harus dibuat:

• Pasien harus tidak sadar dan gagal merespon rangsangan dari luar
• Detak jantung dan pernapasan pasien hanya dapat dipertahankan
menggunakan ventilator
• Harus ada bukti yang jelas bahwa kerusakan otak yang serius telah
terjadi dan tidak dapat disembuhkan
Koma
• Koma, sleep like stage dimana pasien
tidak dapat berespon terhadap
lingungan sekitar.
• Kesadaran membutuhkan konten
dorongan maupun mental.
• Koma dapat disebabkan oleh lesi apa
pun — struktural atau metabolik—
yang mengganggu sistem aktivasi
retikular batang otak, hemisfer otak,
atau keduanya.
• Penyebab koma dibagi menjadi lesi
supra dan infratentorial serta
gangguan difus atau metabolik.

Clinical Neurology Lange


• Riwayat onset trauma
• Onset tiba-tiba : Kemungkinan koma akibat gangguan vaskular (stroke
batang otak atau SAH)
• Progresi cepat : Menunjukkan gejala seperti hemiparesis dan afasia
sebelum koma (perdarahan intraserebral)
• Protracted course : Biasanya akibat tumor, abses atau SDH kronik
• Koma didahului delirium : Kemungkinan akibat kelainan metabolik
atau infeksi (meningitis, ensefalitis)

Clinical Neurology Lange


• Pemeriksaan Fisik Umum
• Inspeksi kepala  fraktur basilar, diikuti tanda berikut :
• Mata rakun (ekimosis periorbital)
• Battle sign (pembengkakan dan discoloration pada tulang mastoid
di belakang telinga)
• Hemotimpanum (darah di belakang membran timpani)
• Kebocoran CSF dari hidung atau telinga
• Palpasi kepala  fraktur tulang kepala dan pembengkakan jaringan.

Clinical Neurology Lange


• Pemeriksaan Fisik Umum
• Tekanan Darah
• Peningkatan  HT berkepanjangan  predisposisi perdarahan
intraserebral atau stroke, atau HT ensefalopati.
• Suhu
• Hipotermia pada koma dapat disebabkan karena intoksikasi
ethanol atau obat sedatif, hipoglikemi, ensefalopari dan
myxedema.
• Hipertermia dapat disebabkan heat stroke, status epileptikus,
intoksikasi obat antikolinergik.
• Pemeriksaan Neurologi
• Pupil
• Normal : d = 3-4 mm dan sama di kedua pupil. Kontriksi bila
dirangsang cahaya. Reaksi normal pupil pada koma ditemukan
pada pasien dengan kelainan metabolik.
• Thalamic : d = 2 mm. Biasanya akibat penekanan pada talamus
akibat adanya massa.
• Pupil dilatasi : d = >7 mm dan tidak bereaksi terhadap cahaya.
Biasanya akibat kompresi N.III, akibat herniasi transtentorial pada
lobus temporal medial
• Pupil midsized : d = 5 mm, akibat kerusakan pada batang otak.
• Pupil pinpoint : d = 1-1,5 mm, biasanya akibat overdosis opioid
atau kerusakan di pons.
• Pupil asimetris : Normal pada 20% populasi. Biasanya ada
kerusakan struktural di otak, atau nervus.
Clinical Neurology Lange

• Fase diensefalik awal : Pupil kecil (2mm), reaktif, refleks mata intak dan respon
nyeri lebih baik (lokalisasi)
• Fase diensefalik akhir : Respon nyeri  dekortikasi
• Midbrain : Pupil terfiksasi dan respon nyeri deserebrasi.
• Pons atau medulla atas : Hanya ada fleksi kaki saat diberi rangsang nyeri
• Pemeriksaan Neurologi
• Pergerakan Bola Mata
• Pathways tested
• Tes pergerakan bola mata, dimulai dari N.VIII menuju ke N.VI dan
sampai ke kontralateral N.III.
• Metode
• Stimulasi sistem vestibular dengan rotasi kepala pasif atau irigasi
dengan air dingin ke membran timpani.
• Pergerakan normal
• Pasien koma dengan fungsi otak yang intak memiliki pergerakan
yang baik.
• Pergerakan abnormal
• Lesi N.III  gagal aduksi mata kontralateral tapi abduksi mata
ipsilateral normal.
• Complete unresponsiveness pada tes air dingin  lesi struktural
batang otak atau intoksikasi sedatif
Clinical Neurology Lange

• Fungsi batang otak intak, irigasi air


dingin menghambat vestibulookular
 deviasi tonik mata ke arah yang
diirigasi.
• Rotasi kepala  mata mdeviasi
menjauh dari arah rotasi.
• Pemeriksaan Neurologi
• Respon Motorik Nyeri
• Disfungsi serebral ringan, ps dapat melokalisasi nyeri.
• Respon dekortikasi ditunjukkan apabila lesi mengenai thalamus
atau adanya massa yang mengkompresi thalamus.
• Respon deserebrasi terjadi apabila disfungsi mencapai midbrain
• Postur simetris bilateral  kelainan struktural maupun metabolik
• Postur asimetris atau unilateral  Lesi pada hemisfer
kontralateral.
• Tidak ada respon nyeri biasanya lesi pada pons atau medulla
spinalis.
Clinical Neurology Lange
• Pathophysiologic Assesment
• Supratentorial Structural Lesions
• Gejala biasanya menunjukkan disfungsi satu hemosfer serebral.
• Gajala : hemiparesis kontralateral, hemisensori kontralateral,
afasia (bila di kiri), agnosia.
• Bila ada massa yang meluas (edema)  letargis akibat penekanan
hemisfer kontralateral atau thalamus.
• Massa supratentorial  herniasi medial dari lobus temporal 
penekanan pada batang otak  timbul gejala N.III (dilatasi pupil
ipsilateral dan gangguan aduksi mata.)

• 1 cingulate herniation under the falx


• 2 downward transtentorial (central) herniation
• 3 uncal herniation over the edge of the tentorium
• 4 cerebellar tonsillar herniation into the foramen
magnum.
• Coma and ultimately death result when (2), (3), or
(4) produces brainstem compression.
Clinical Neurology Lange
• Subtentorial Structural Lesions
• Koma dengan onset tiba-tiba dengan
tanda fokal disfungsi batang otak  lesi
Clinical Neurology Lange
subtentorial
• Fungsi pupil abnormal dan gangguan
pergerakan mata  paling sering
• Lesi pada midbrain  midsized pupil dan
tidak reaktif dengan cahaya
• Perdarahan, infark dan kompresi pons 
pupil pinpoint
• Lesi batang otak  deviasai pandangan
menjauh dari sisi lesi
• Pola pernapasan biasanya ataxic atau
gasping

• Cheyne- Stokes dan central hyperventilation


 gangguan metabolik dan lesi struktural
• Ataxic dan gasping  lesi pontomedular
• Diffuse Encephalopathy
• Akibat kelainan metabolik seperti hipoglikemia dan intoksikasi
obat, bisa juga akibat meningitis, SAH dan kejang.
• Asterixis, myoclonus, dan tremor  kelainan metabolik
• Dekortikasi atau deserebrasi simetris  hepatic, uremic, anoxic,
hypoglycemic, atau sedative drug–induced coma.

Clinical Neurology Lange


• Etiologi
• Supratentorial : SDH, EDH, kontusio serebral, ICH, abses, stroke, tumor
• Subtentorial : Trombosis arteri basilar atau emboli, perdarahan pons,
infark atau perdarahan serebelum, hematoma fossa posterior
subdural dan epidural
• Diffuse encephalopathy : Meningitis, ensefalitis, hipoglikemi, SAH,
iskemi global serebral, intoksikasi obat, ensefalopati hepatik,
hiponatremi, hipotermi, hipertermi, kejang dan postictal yang
memanjang.
Current Diagnosis and Treatment Nurology
Current Diagnosis and Treatment Nurology
Current Diagnosis and Treatment Nurology

Anda mungkin juga menyukai