Anda di halaman 1dari 29

ISLAMIC DAILY HABITS

#2
Adab makan
Riyadus Shalihin
ADAB SEBELUM MAKAN

• Hendaknya berusaha (memilih untuk) mendapatkan makanan dan


minuman yang halal dan baik serta tidak mengandung unsur-unsur
yang haram,

َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬


ِ ‫ين آ َمنُوا ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
• ‫ت َما َر َز ْقنَا ُك ْم‬

• “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-


baik yang Kami berikan kepadamu…” [Al-Baqarah/2: 172]
• Meniatkan tujuan dalam makan dan minum untuk menguatkan badan,
agar dapat melakukan ibadah, sehingga dengan makan minumnya
tersebut ia akan diberikan ganjaran oleh Allah.

• Mencuci kedua tangannya sebelum makan, jika dalam keadaan kotor


atau ketika belum yakin dengan kebersihan keduanya.
• Meletakkan hidangan makanan pada sufrah (alas yang biasa dipakai
untuk meletakkan makanan)
• Hendaknya duduk dengan tawadhu’
• Hendaknya merasa ridha dengan makanan apa saja yang telah terhidangkan
dan tidak mencela-nya.

• “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan,


apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berselera, (menyukai makanan
yang telah dihidangkan) beliau memakannya, sedangkan kalau tidak suka
(tidak berselera), maka beliau meninggalkannya.”
• Hendaknya makan bersama-sama dengan orang lain.

“Berkumpullah kalian dalam menyantap makanan kalian (bersama-sama), (karena)


di dalam makan bersama itu akan memberikan berkah kepada kalian.” [HR. Abu
Dawud no. 3764, hasan. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 664]

• Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Makanan dua orang
cukup untuk tiga orang dan makan tiga orang cukup untuk empat orang.” (Muttafaq
‘alaih)
• Dari Wahsyi bin Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, para shahabat mengadu kepada
Nabi Saw.;
• “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tetapi tidak merasa kenyang?”.
Beliau bersabda, ‘Mungkin karena kalian makan secara terpisah-pisah (sendiri-
sendiri)?.” Mereka menjawab “Ya benar.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian
makan secara bersama-sama dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan mendapat
keberkahan pada makanan kalian.”
UCAPAN ORANG YANG BEPUASA
KETIKA DISUGUHI MAKANAN

• Abu Hurairah ra. Berkata, “Rasulullah saw. Besabda,


‘Apabila salah seorang di antara kamu mendapat undangan
untuk makan, ia harus datang. Jika ia berpuasa, doakanlah,
dan jika dia tidak berpuasa, makanlah.’” (h.r. Muslim)
UCAPAN ORANG YANG
MENGHADIRI UNDANGAN MAKAN

• Abu Mas’ud Al-Badry ra. Berkata, “Seseorang


mengundang Nabi saw. Untuk menikmati makanan yang
dibuatnya cukup untuk lima orang. Namun, ada seorang
menyertai mereka. Ketika sampai di pintu, Nabi saw.
Berkata kepada Abu Mas’ud, ‘Orang ini menyertai kami.
Jika kamu menginzinkan, ia masuk, dan jika tidak, ia
kembali.’ ia menjawab, ‘ Aku mengizinkannya ya
Rasulullah.’” (Muttafaq’alaih)
ADAB KETIKA SEDANG MAKAN

• Memulai makan dengan mengucapkan, ‘Bismillaah.’ dan


mengakhiri dengan “Hamdalah”

• “Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan,


maka ucapkanlah: ‘Bismillaah’, dan jika ia lupa untuk
mengucapkan bismillaah di awal makan, maka hendaklah ia
mengucapkan: ‘Bismillaah awwaalahu wa aakhirahu’
(dengan menyebut Nama Allah di awal dan akhirnya).”[4]
LARANGAN MAKAN DENGAN
BERSANDAR
• Abu Juhaifah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda
“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR.
Bukhari no. 5399)
• Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

• “Jika seseorang memasuki rumahnya lantas ia menyebut nama Allah saat


memasukinya, begitu pula saat ia makan, maka setan pun berkata (pada
teman-temannya), “Kalian tidak ada tempat untuk bermalam dan tidak ada
jatah makan.” Ketika ia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah
ketika memasukinya, setan pun mengatakan (pada teman-temannya), “Saat
ini kalian mendapatkan tempat untuk bermalam.” Ketika ia lupa menyebut
nama Allah saat makan, maka setan pun berkata, “Kalian mendapat tempat
bermalam dan jatah makan malam.” (HR. Muslim no. 2018).
• Aisyah ra. Berkata. “Suatu ketika, Rasulullah saw. Makan
bersama enam orang shabat. Tiba-tiba, orang Badui datang
dan menghabiskan makanan dengan dua kali suapan.
Melihat itu, Rasulullah saw. Bersabda, “Ketahuilah,
seandainya ia membaca basmallaah, tentu cukup untuk
kalian semua.’” (h.r. Tirmidzi)
MAKAN DENGAN MENGGUNAKAN
TANGAN KANAN
• Salamah bin Al-Akwa’ra berkata bahwa ada seseorang yang makan
bersama Rasulullah asw. dengan tangan kirinya. Lalu beliau bersabda,
“Makanlah dengan tangan kananmu,’ ia berkata, “Aku tidak bisa.”
Beliau bersabda lagi, “Tidak, kamu pasti bisa! Yang meghalangi orang
makan degnan tangan kanan adalah kesombongan!”
• Akhirnya, orang tersebut tidak dapat mengangkat tangannya ke
mulutnya. (h.r. Muslim)
LARANGAN MEMAKAN DUA
BUTIR KURMA SEKALIGUS
• Jabalah bin Suhaim berkata, “Kami pernah ditimpa musim paceklik
selama setahun bersama Ibnu Zubair. Kemudian, kami diberi kurma.
Ketika itu, Abdullah bin Umar ra. Melintas saat kami sedang makan
bersama. Ia berkata, ‘Janganlah kamu makan dua butir kurma sekaligus
karena Nabi saw. Melarangnya. ‘Lalu beliau melanjutkan, ‘Kecuali bila
ia mendapa izin dari saudaranya.’”
MENYEDIKITKAN SUAPAN, MEMPERBANYAK
KUNYAHAN, MAKAN DENGAN APA YANG
TERDEKAT DARINYA DAN TIDAK MEMULAI
MAKAN DARI BAGIAN TENGAH PIRING,

• Hendaknya makan dengan menggunakan tiga jari tangan kanan.


• Kaab bin Malik. Berkata, ”Aku melihat Rasulullah saw. Makan dengan tiga
jari. Setelah selesai, beliau menjilati jari-jarinya.” (h.r. Muslim)

“Wahai anak muda, sebutlah Nama Allah (bismillaah), makanlah dengan


tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” [7]

• “Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari


pinggir-piring dan janganlah memulai dari bagian tengahnya.” [8]
MAKAN BERSAMA

• Dari Wahsyi bin Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, para shahabat
mengadu kepada Nabi Saw.;
• “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tetapi tidak merasa
kenyang?”. Beliau bersabda, ‘Mungkin karena kalian makan secara
terpisah-pisah (sendiri-sendiri)?.” Mereka menjawab “Ya benar.”
Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama dan
sebutlah nama Allah, maka kalian akan mendapat keberkahan pada
makanan kalian.”
HENDAKNYA MENJILATI JARI-
JEMARINYA SEBELUM DICUCI
TANGANNYA
• “Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai makan, maka
janganlah ia mengusap tangannya hingga ia menjilatinya atau minta
dijilatkan (kepada isterinya, anaknya).”[9]

• “Sesungguhnya, kamu tidak mengerti pada bagian makanan yang mana


berkah itu berada.” (h.r. Muslim)
MENGAMBIL MAKANAN YANG
JATUH
• “Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang di antara kalian
terjatuh, maka hendaklah dia membersihkan bagiannya yang kotor,
kemudian memakannya dan jangan meninggalkannya untuk
syaitan.”[10]
TIDAK MENIUP MAKANAN DAN
MINUMAN YANG PANAS
• “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk
meniup (dalam gelas) ketika minum.”[12]
• Anas r.a berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bernafas tiga kali (di luar gelas) ketika minum.”[11]
TIDAK BERLEBIH-LEBIHAN

• “Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari
perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat
menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika
tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga
makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”[14]
MENGUTAMAKAN ORANG YANG
BERADA DI SEBELAH KANAN
• Sahl bin Sa’d ra. Berkata bahwa Rasulullah saw. Diberi minum dan
meminumnya. Sementara itu, di sebelah kanan beliau terdapat anak
kecil dan di sebelah kiri beliau terdapat orang-orang tua. Beliau
bertanya kepada anak kecil tersebut, “Apakah kamu mengizinkanku
untuk memberikannya kepada mereka?” Anak kecil itu menjawab,
“Tidak. Demi Allah, aku tidak akan membrikan bagianku darimu
kepada siapa pun. “Kemudian Rasulullah saw meletakkan minuman itu
di tangannya. (Muttafaq ‘Alaih)
LARANGAN MINUM AIR
LANGSUNG DARI TEKO
• Abu Hurairah ra. Berkata, “Rasulullah saw melarang minum langsung
dari bibir teko. “(Muttafaq’alaih)

• Ummu Tsabit, Kabsyah binti Tsabit, saudara perempuan Hassan bin


Tsabit ra. Berkata, “Rasulullah saw. Masuk ke rumahku dan minum
secra langsung dari bibir teko sambil berdiri. “kemudian aku bangkit
dan memotong bibir teko tersebut.” (ht. Tirmidzi)
MINUM SAMBIL BERDIRI?

• Anas ra berkata bahwa Nabi saw melarang seseornag minum sambil


berdiri. Qatadah berkata, “Lalu aku bertanya kepada Anas, ‘Bagaimana
kalau makan?’ Anas menjawab, ‘Hal itu lebih buruk atau lebih kotor,’”
(hr. Muslim)
• Ibnu Abbas ra. Berkata, “Aku pernah memberi minum air zam-zam
kepada Nabi saw. Lalu beliau meminumnya sambil berdiri. “(Muttafaq
Alaih)
PEMBERI MINUM MENJADI
ORANG YANG TERAKHIR MINUM

• Qatadah ra berkata bahwa Nabi saw bersabda,


“Hendaknya pemberi minum menjadi orang yang
terakhir minum.” (hr. Tirmidzi
LARANGAN MENGGUNAKAN WADAH
DARI EMAS DAN PERAK UNTUK
MINUM
• Hudzaifah ra. Berkata, “Sungguh, Nabi saw. Telah
melarang kami menggunakan sutra, wool, dan minum dari
wadah yang terbuat dari emas dan perak. Beliau bersabda,
‘Barang-barang itu untuk orang-orang kafir di dunia dan
untuk kalian di akhirat.’” (Muttafaq’alaih)
TIDAK MELAKUKAN SESUATU YANG DALAM
PANDANGAN MANUSIA DIANGGAP
MENJIJIKKAN

• membersihkan tangannya dalam piring,


• menundukkan kepalanya hingga dekat dengan piring ketika sedang makan,
• mengunyah makanannya agar tidak jatuh dari mulutnya,
• tidak boleh berbicara dengan ungkapan-ungkapan yang kotor dan
menjijikkan karena hal itu dapat mengganggu teman (ketika sedang makan).
ADAB SETELAH MAKAN

• Menghentikan makan dan minum sebelum sampai kenyang


• Hendaknya menjilati tangannya kemudian mengusapnya atau mencuci
tangannya.
• Memungut makanan yang jatuh ketika saat makan
• Membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di sela-sela giginya, dan
berkumur untuk membersihkan mulutnya
WALLAHU’ALAM
• Footnote
[1]. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
• ‫َكانَ إِ َذا أَ َرا َد أَ ْن يَنَا َم َو هُ َو ُجنُبٌ تَ َوضَّأ َ َوإِ َذا َأ َرا َد أَ ْن يَأْ ُك َل َغ َس َل يَ َديْ ِه‬
• “Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’ terlebih dahulu dan apabila hendak makan, maka
beliau mencuci kedua tangannya terlebih dahulu.” [HR. An-Nasa-i I/50, Ahmad VI/118-119. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 390, shahih]
• [2]. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitab Syamaa-il Muhammadiyyah hal. 88 no. 127 memberikan pengertian tentang sukurrujah yaitu piring kecil yang biasa
dipakai untuk menempatkan makanan yang sedikit seperti sayuran lalap, selada dan cuka. Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (IX/532) berkata: “Guru kami berkata dalam Syarah at-
Tirmidzi, “Sukurrujah itu tidak digunakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya karena kebiasaan mereka makan bersama-sama dengan menggunakan
shahfah yaitu piring besar untuk makan lima orang atau lebih. Dan alasan yang lainnya adalah karena makan dengan sukurrujah itu menjadikan mereka merasa tidak kenyang.”-
penj.
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3563), Muslim (no. 2064) dan Abu Dawud (no. 3764).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3767), at-Tirmidzi (no. 1858), Ahmad (VI/143), ad-Darimi (no. 2026) dan an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 281).
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 1965)
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4023), at-Tirmidzi (no. 3458), Ibnu Majah (no. 3285), Ahmad (III/439) dan al-Hakim (I/507, IV/192) serta Ibnu Sunni dalam
‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 467). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 1984).
[6]. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
• ‫ ِفَإ َذا فَ َر َغ لَ ِعقَهَا‬،‫صابِ َع‬ ِ َ‫صلَّى هللاُ َعلَيْ ِه َو َسلَّ َم َكانَ يَأْ ُكلُ بِثَال‬
َ َ‫ث أ‬ َ ِ‫إِنَّ َرسُوْ َل هللا‬.
• “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa makan dengan meng-gunakan tiga jari tangan (kanan) apabila sudah selesai makan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjilatinya.” [HR. Muslim no. 2032 (132), Abu Dawud no. 3848].-penj.
• Tiga jari yang dimaksud adalah jari tengah, jari telunjuk dan ibu jari, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fat-hul Baari IX/577.-penj.
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5376), Muslim (no. 2022), Ibnu Majah (no. 3267), ad-Darimi (II/100) dan Ahmad (IV/26).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2031 (129)), Abu Dawud (no. 3772) dan Ibnu Majah (no. 3269). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul
Jaami’ (no. 379)
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5456) dan Muslim (no. 2031 (129)).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2033 (135)), Abu Dawud (no. 3845) dan Ahmad (III/301). Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (no. 1404), karya Syaikh al-Albani.
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5631), Muslim (no. 2028), at-Tirmidzi (no. 1884), Abu Dawud (no. 3727).
[12]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1887), hasan. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1977), karya Syaikh al-Albani.
[13]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1888), Abu Dawud (no. 3728), Ibnu Majah (no. 3429), (Ahmad I/220, 309). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1977) , karya Syaikh al-
Albani.
[14]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/132), Ibnu Majah (no. 3349), al-Hakim (IV/ 121). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1983), karya Syaikh al-Albani rahimahullah.
[15]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3730), at-Tirmidzi (no. 3451) dan an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 286-287). Dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin
al-Albani rahimahullah dalam Shahiih Jami’ush Shaghiir (no. 381). Lafazh ini terdapat dalam kitab Ihyaa’ ‘Uluumiddiin (II/6).
[16]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3854) dan Ibnu Majah (no. 1747). Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiih Abi Dawud (II/703).

Anda mungkin juga menyukai