KEARIFAN LOKAL
SEBAGAI RESPON
TERHADAP LINGKUNGAN
Nama Anggota:
1.Ade Miskharana
2.Fajar Nataprawira
3.Mu’ammar Syah
PENGERTIA
N
Ciri-cirinya adalah:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
MACAM MACAM
ketersediaan material,
jenis iklim
keadaan lingkungan sekitar,
tapak dan topografi,
kemampuan ekonomi,
penguasaan teknologi,
kebutuhan hidup sehari-hari,
simbolisme dan makna
(Setyowati, 2008).
MACAM MACAM
2.Intangible(Tidak Berwujud),
Kearifan lokal yang tidak
berwujud ini dapat ditemui
seperti dalam petuah-petuah
yang disampaikan secara verbal
dan turun-temurun dapat berupa
nyanyian, kidung yang
mengandung ajaran-ajaran
tradisional.
ELEMEN
1.Geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan yang diapit oleh
dua samudera menjadikan bangsa Indonesia harus
dapat beradaptasi dengan kondisi geografisnya ini.
Respon masyarakat terhadap lautan memunculkan Konstruksi pasak
bangsa Indonesia dikenal sebagai Bangsa Bahari.
Kehandalan membuat kapal kayu ini tentunya
berimbas langsung dengan kemampuan mereka dalam
mengkonstruksikan bangunan-bangunan kayu tempat
tinggal mereka. Penggunaan bahan-bahan organik
(non-logam) dominan digunakan untuk konstruksi,
seperti teknik konstruksi pasak kayu (belum mengenal
paku) dan teknik konstruksi ikatan.
ELEMEN
3.Pergerakan Angin
Kebanyakan bangunan tradisional di
Indonesia didirikan dengan arah bubungan
atap melawan arah pergerakan angin.
Pengetahuan ini didapat berdasarkan
pengalaman hidup masyarakat tradisional
Indonesia dalam membaca fenomena alam.
Kebiasaan mereka dalam memanfaatkan
angin untuk menggerakkan perahu layar
menimbulkan pengetahuan bagi mereka
dalam memanfaatkan pergerakan angin
sebagai pendingin ruangan bangunan
mereka.
5. Rawan Gempa
Bangunan tradisional di Indonesia
didominasi oleh penggunaan material organik
seperti Kayu, Bambu, Rotan, Alang-Alang, dan
Rumbia. Pengetahuan masyarakat bahwa
bahanbahan ini akan mengalami kelapukan
menimbulkan solusi penggantian bahan yang
tercermin dalam teknik membangun mereka.
Misalnya menggunakan teknik konstruksi ikat,
teknik konstruksi pasak, hal ini dimaksudkan agar
memudahkan mereka mengganti bahan bangunan
yang telah lapuk tanpa perlu merobohkan bangunan
keseluruhan.
Keuntungan lain yang diperoleh dengan
menggunakan teknik ini adalah bangunannya lebih
tahan gempa. Bangunan tradisional Indonesia
kebanyakan bukan struktur kaku sepenuhnya (rigid
frame), pondasinya banyak yang tidak ditanam ke
tanah (umpak batu)
Pondasi umpak
RUMOH ACEH
RUMOH ACEH
Kepercayaan individu atau masyarakat dan kondisi alam di mana individu atau
masyarakat hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur
bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh,
Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah
panggung dengan tinggi tiang antara 2,50 - 3 meter, terdiri dari tiga atau lima ruang,
dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh dengan tiga ruang
memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
RUMOH ACEH
Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-
bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali
pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan
tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun.
RUMOH ACEH
1.6m
RUMOH ACEH
dipakai, yaitu:
rumah.
RUMOH ACEH
menumbuhkan semangat.
menyenangkan.
Rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari empat
tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa
susunan balok yang disangga soko guru.
Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu
ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang
dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan
ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.
Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri,
senthong tengah dan senthong kanan.
RUMOH ACEH
RUMOH ACEH
a. Pendopo
Pendopo merupakan bangunan terdepan dari rumah joglo yang
berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau tempat mengadakan
upacara-upacara adat. Secara filosofis, hal ini menggambarkan adanya
prinsip keterbukaan yang dianut oleh tuan rumah. Pada umumnya
pendopo selalu terbuka atau tidak diberi dinding penutup.
RUMOH ACEH
b. Sentong
Bagian ini digunakan sebagai tempat tidur. Tetapi sebelum orang tua
menikahkan anaknya, maka pintu sentong akan selalu tertutup atau terkunci.
Sentong baru dibuka atau dipakai untuk tidur setelah anaknya dinikahkan.
Sentong ini terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Sentong Tengen ( Kanan ) sebagai tempat tidur bagi anak laki-laki yang
telah dinikahkan.
2. Sentong kiwo ( Kiri) sebagai tempat tidur bagi anak perempuan yang telah
dinikahkan.
3. Sentong Tengah dianggap sakral dan digunakan untuk pemujaan.
Masyarakat Jawa yang mayoritas menggantungkan hidupnya pada bidang
pertanian, percaya bahwa Sentong Tengah adalah tempat bersemayamnya roh
nenek moyang yakni Dewi Sri sebagai Dewi.
RUMOH ACEH
c.
Gandok
d.
Pringgitan
Pringgitan merupakan bangunan yang biasanya terletak di antara
pendopo dan dalem. Bangunan ini dipakai untuk pementasan wayang/
ringgit.
RUMOH ACEH
e.
Kuncung.
Kuncung adalah bangunan yang terletak di samping atau depan
pendopo yang berfungsi sebagai tempat bersantai misalnya minum
teh atau membaca Koran
f.
Pawon.
Pawon merupakan bagaian dari suatu rumah joglo yang
dipergunakan sebagai tempat untuk memasak.
RUMOH ACEH