Anda di halaman 1dari 39

ARSITEKTUR LINGKUNGAN

KEARIFAN LOKAL
SEBAGAI RESPON
TERHADAP LINGKUNGAN
Nama Anggota:
1.Ade Miskharana
2.Fajar Nataprawira
3.Mu’ammar Syah
PENGERTIA
N

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada


dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada
lokalitas dan komunitas tertentu. Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar
dan Syarifudin (2007) kearifan lokal merupakan suatu tatanan nilai atau perilaku
hidup bermasyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempat hidup
secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama di setiap tempat dan waktu
yang berbeda dan suku yang berbeda.
TIPOLOGI

Kearifan lokal dipandang sebagai kehidupan setiap orang atau


kelompok orang yang selalu mengubah alam, dan merupakan aktivitas yang
dapat diarahkan dan direncanakan (Van Peursen, 1976). Dengan melihat
kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan, maka ia akan mengalami
penguatan secara terus-menerus sehingga menjadi yang lebih baik.
BAGIAN

Jim Ife (2002) menyatakan bahwa kearifan lokal terdiri dari 5


bagian yaitu :
1. Pengetahuan Lokal.
2. Nilai Lokal.
3. Keterampilan Lokal.
4. Sumber daya Lokal.
5. Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal.
FUNGSI

Fungsi kearifan lokal, yaitu:

1. Berfungsi untuk pelestarian sumber daya alam.


2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Berfungsi sebagai kepercayaan dan sastra
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga


sulit dibatasi oleh ruang. Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan
lokalitas dari kearifan daerah tersebut sehingga telah diwariskan dari
generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa muncul dalam suatu komunitas
sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya
dengan masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak
selalu bersifat tradisional karena dia dapat mencakup kearifan masa kini dan
karena itu pula lebih luas maknanya daripada kearifan tradisional.
CIRI - CIRI

Ciri-cirinya adalah:
 
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
MACAM MACAM

Wujud dari kearifan lokal ada dua macam, yaitu:


1. Tangible (Berwujud Fisik),
Arsitektur tradisional sangat terkait erat dengan konteks lingkungan setempat dan
berasal dari kearifan lokal masyarakatnya. Arsitektur tradisional dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:

 ketersediaan material,
 jenis iklim
 keadaan lingkungan sekitar,
 tapak dan topografi,
 kemampuan ekonomi,
 penguasaan teknologi,
 kebutuhan hidup sehari-hari,
 simbolisme dan makna
(Setyowati, 2008).
MACAM MACAM

2.Intangible(Tidak Berwujud),
Kearifan lokal yang tidak
berwujud ini dapat ditemui
seperti dalam petuah-petuah
yang disampaikan secara verbal
dan turun-temurun dapat berupa
nyanyian, kidung yang
mengandung ajaran-ajaran
tradisional.
ELEMEN

Elemen Manusia Beserta Pola


Pikirnya
Manusia dengan pola pikirannya gagasan
sedemikian rupa membangun
pengetahuannya melalui proses yang
cukup panjang dan rumit. Selanjutnya
pengetahuan tersebut akan menjadi
ekspresi manusia dalam mengembangkan
peradaban komunitasnya, termasuk
didalamnya bangunan bangunan untuk prilaku
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan
manusia tersebut (Sutrisno, 2005;
Syamsiyatun et al, 2013).

Pola pikir manusia Indonesia artefak


mengandung etika, berbudi luhur,
konsepsi spiritual dan metafisik, yang
mendorong terbentuknya kearifan lokal
dari etnis-etnis di Indonesia. Menurut
poerwanto Hal ini dapat terbaca melalui
tiga ekspresi kebudayaannya yaitu:
ELEMEN

Alam Indonesia sebagai elemen pendorong


terbentuknya kearifan-kearifan lokal di Indonesia dapat
diidentifikasikan ke dalam beberapa kondisi, yaitu:

1.Geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan yang diapit oleh
dua samudera menjadikan bangsa Indonesia harus
dapat beradaptasi dengan kondisi geografisnya ini.
Respon masyarakat terhadap lautan memunculkan Konstruksi pasak
bangsa Indonesia dikenal sebagai Bangsa Bahari.
Kehandalan membuat kapal kayu ini tentunya
berimbas langsung dengan kemampuan mereka dalam
mengkonstruksikan bangunan-bangunan kayu tempat
tinggal mereka. Penggunaan bahan-bahan organik
(non-logam) dominan digunakan untuk konstruksi,
seperti teknik konstruksi pasak kayu (belum mengenal
paku) dan teknik konstruksi ikatan.
ELEMEN

2. Kelembaban Kondisi geografis


Indonesia yang berada di dekat garis
ekuator membuatnya beriklim tropis,
namun karena diapit oleh dua
samudera mengakibatkan Indonesia
berkelembaban tinggi sehingga
digolongkan masuk ke dalam negara
beriklim tropis lembab. Pada
bangunan, respon mereka terhadap
kelembaban ini adalah dengan
menyediakan ruang yang teduh dan
berdinding terbuka (beranda,
serambi, kolong) untuk di siang hari
dan ruang yang tertutup rapat oleh
dinding pada malam hari guna
menghindari udara yang dingin. Pada rumah adat acehdan tradisional
lainnya yang bersifat panggung terdapat
ruang teduh di bagian bawah yang juga
bisa digunakan untuk berteduhn atau
beristrirahat di sing hari
ELEMEN

3.Pergerakan Angin
Kebanyakan bangunan tradisional di
Indonesia didirikan dengan arah bubungan
atap melawan arah pergerakan angin.
Pengetahuan ini didapat berdasarkan
pengalaman hidup masyarakat tradisional
Indonesia dalam membaca fenomena alam.
Kebiasaan mereka dalam memanfaatkan
angin untuk menggerakkan perahu layar
menimbulkan pengetahuan bagi mereka
dalam memanfaatkan pergerakan angin
sebagai pendingin ruangan bangunan
mereka.

4.Musim Kemarau dan Penghujan Iklim tropis lembab


Kedua musim ini tidak terdapat perbedaan suhu yang ekstrim sehingga
kebanyakan bangunan tradisional di Indonesia cenderung bersifat terbuka,
yaitu memiliki serambi dan menggunakan kolong. Serambi dimaksudkan
untuk tempat berteduh dan berangin-angin saat cuaca panas, kolong
dimaksudkan agar lantai bangunan tidak menjadi basah ketika hujan turun
dan air mengalir mengikuti kontur lahannya.
ELEMEN

5. Rawan Gempa
Bangunan tradisional di Indonesia
didominasi oleh penggunaan material organik
seperti Kayu, Bambu, Rotan, Alang-Alang, dan
Rumbia. Pengetahuan masyarakat bahwa
bahanbahan ini akan mengalami kelapukan
menimbulkan solusi penggantian bahan yang
tercermin dalam teknik membangun mereka.
Misalnya menggunakan teknik konstruksi ikat,
teknik konstruksi pasak, hal ini dimaksudkan agar
memudahkan mereka mengganti bahan bangunan
yang telah lapuk tanpa perlu merobohkan bangunan
keseluruhan.
Keuntungan lain yang diperoleh dengan
menggunakan teknik ini adalah bangunannya lebih
tahan gempa. Bangunan tradisional Indonesia
kebanyakan bukan struktur kaku sepenuhnya (rigid
frame), pondasinya banyak yang tidak ditanam ke
tanah (umpak batu)

Pondasi umpak
RUMOH ACEH
RUMOH ACEH

Kepercayaan individu atau masyarakat dan kondisi alam di mana individu atau
masyarakat hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur
bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh,
Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah
panggung dengan tinggi tiang antara 2,50 - 3 meter, terdiri dari tiga atau lima ruang,
dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh dengan tiga ruang
memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
RUMOH ACEH

Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan


terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh
Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh
masyarakat Aceh.  Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat
dari bentuk Rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya ang terbuat
dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia.
RUMOH ACEH

Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-
bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali
pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan
tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. 
RUMOH ACEH

Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat


dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat,
yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral
berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk
membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Selain itu,
pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya
yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak
tangganya yang berjumlah ganjil.

1.6m
RUMOH ACEH

Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap


lingkungannya, keberadaan Rumoh Aceh juga untuk menunjukan status
sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada Rumoh Aceh,maka pastilah
penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan
berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak
ada sama sekali. 
RUMOH ACEH

Sistim Ikat pada Konstruksi


Rumah Tradisional Aceh

Pola Penyambungan dan Hubungan


Tiang pada Rumah
RUMOH ACEH

Untuk membuat Rumoh Aceh, bahan-bahan yang diperlukan di antaranya adalah:


Kayu. Kayu merupakan bahan utama untuk membuat Rumoh Aceh. Kayu digunakan
untuk membuat tameh (tiang), toi, roek, bara, bara linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng,
indreng, dan lain sebagainya.
Papan, digunakan untuk membuat lantai dan dinding.  
Trieng (bambu). Bambu digunakan untuk membuat gasen (reng), alas
lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain sebagainya. 
Enau (temor). Selain menggunakan bambu, adakalanya untuk membuat lantai dan
dinding Rumoh Aceh menggunakan enau.
Taloe meu-ikat (tali pengikat). Tali pengikat biasanya dibuat dari tali ijuk, rotan, kulit
pohon waru, dan terkadang menggunakan tali plastik.
Oen meuria (daun rumbia), digunakan untuk membuat atap.
Daun enau. Selain mengunakan  oen meuria, terkadang untuk membuat atap
menggunakan daun enau.
Peuleupeuk meuria (pelepah rumbia). Bahan ini digunakan untuk membuat dinding
rumah, rak-rak, dan sanding.
RUMOH ACEH

Pada rumah tradisional Aceh, ada

beberapa motif hiasan ornamen yang

dipakai, yaitu:

1. Motif keagamaan. Hiasan Rumah

Aceh yang bercorak keagamaan

merupakan ukiran-ukiran yang

diambil dari ayat-ayat al-Quran;


RUMOH ACEH

2. Motif flora. Motif flora yang digunakan

adalah stelirisasi tumbuh- tumbuhan baik

berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-

bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-

tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada,

warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam.

Ragam hias ini biasanya terdapat pada (tangga),

dinding, tulak angen, kindang, dan jendela

rumah.
RUMOH ACEH

(3) Motif fauna. Motif binatang yang

biasanya digunakan adalah

binatang- binatang yang sering

dilihat dan disukai, umumnya

bermotifknan binatang unggas

seperti merpati, balam, perkutut.


RUMOH ACEH

(4) Motif alam. Motif alam yang

digunakan oleh masyarakat Aceh di

antaranya adalah: langit dan awannya,

langit dan bulan, dan bintang dan laut

(5) Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan


lain sebagainya.
RUMOH ACEH
Warna Kesan

Merah Emosi yang berubah-ubah, naik turun, hidup


 

menggairahkan dan menyenangkan,

menumbuhkan semangat.

Kuning Memiliki karakter kuat, hangat, dan memberi


 

nuansa cerah. Menciptakan suasana nyaman dan

menyenangkan.

Putih Bersifat netral, tanpa perasaan dan memliki


 
kesan suci.

Orange Menunjukkan kehangatan, kesehatan pikiran


 
dan kegembiraan.

Hitam Melambangkan perlindungan.


RUMAH JOGLO
RUMAH JOGLO

Arsitektur Joglo merupakan salah satu bentuk


arsitektur Jawa yang paling populer dan begitu
lazim diposisikan menjadi arsitektur tradisional,
karena itu harus berhadapan dengan arsitektur
modern yang selalu diwacanakan oleh dunia Barat,
sebagaimana positivisme mengafirmasi kebenaran
sebagai ‘paradoksal’. Realitas ini pada kenyataan
telah merebut kesadaran bahwa arsitektur Joglo
sebagai produk budaya Jawa eksistensinya sangat
terikat pada masa lalu dan tidak mampu mengikuti
perkembangan zaman. Sebaliknya, arsitektur
modern karena sifat kebaruannya sehingga selalu
sejalan dengan selera dan kodrat manusia yang
selalu menghendaki yang serba baru dan bergerak
ke masa depan termasuk dalam bidang seni rancang
bangun. Dengan demikian, arsitektur modern
berhasil membangun kesadaran baru dan
mendominasi kesadaran manusia Jawa dalam
berarsitektur dengan terjebak stereo-type
‘tradisional’.
RUMAH JOGLO

Akibatnya, hampir seluruh aktivitas kearsitekturan Jawa berorientasi


ke dunia Barat, tempat budaya modern berasal. Apabila dominasi
kesadaran arsitektur modern ini dibiarkan berkembang semakin dalam di
benak manusia Jawa, maka Joglo sebagai produk arsitektur Jawa akan
mengalami kesulitan mengelola kelangsungan hidupnya karena dianggap
tidak mampu mengembangkan diri dan telah mati sebagai artefak
kebanggaan masa lalu.
RUMAH JOGLO

Rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari empat
tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa
susunan balok yang disangga soko guru.
Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu
ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang
dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan
ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.
Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri,
senthong tengah dan senthong kanan.
RUMOH ACEH
RUMOH ACEH

a. Pendopo
 
 
Pendopo merupakan bangunan terdepan dari rumah joglo yang
berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau tempat mengadakan
upacara-upacara adat. Secara filosofis, hal ini menggambarkan adanya
prinsip keterbukaan yang dianut oleh tuan rumah. Pada umumnya
pendopo selalu terbuka atau tidak diberi dinding penutup.
RUMOH ACEH

b. Sentong
Bagian ini digunakan sebagai tempat tidur. Tetapi sebelum orang tua
menikahkan anaknya, maka pintu sentong akan selalu tertutup atau terkunci.
Sentong baru dibuka atau dipakai untuk tidur setelah anaknya dinikahkan.
Sentong ini terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Sentong Tengen ( Kanan ) sebagai tempat tidur bagi anak laki-laki yang
telah dinikahkan.
2. Sentong kiwo ( Kiri) sebagai tempat tidur bagi anak perempuan yang telah
dinikahkan.
3. Sentong Tengah dianggap sakral dan digunakan untuk pemujaan.
Masyarakat Jawa yang mayoritas menggantungkan hidupnya pada bidang
pertanian, percaya bahwa Sentong Tengah adalah tempat bersemayamnya roh
nenek moyang yakni Dewi Sri sebagai Dewi.
RUMOH ACEH
c.
 
Gandok

Gandok merupakan bangunan yang terletak di samping (pavilium). Biasanya


menempel dengan bangunan bagian belakang. Arah membujur gandok melintang
pada rumah belakang. Gandok berfungsi sebagai tempat penyimpanan perabot
dapur, ruang makan dan terkadang berfungsi sebagai dapur.
RUMOH ACEH

d.
  Pringgitan
Pringgitan merupakan bangunan yang biasanya terletak di antara
pendopo dan dalem. Bangunan ini dipakai untuk pementasan wayang/
ringgit.
RUMOH ACEH

e.
  Kuncung.
Kuncung adalah bangunan yang terletak di samping atau depan
pendopo yang berfungsi sebagai tempat bersantai misalnya minum
teh atau membaca Koran

f.
  Pawon.
Pawon merupakan bagaian dari suatu rumah joglo yang
dipergunakan sebagai tempat untuk memasak.
RUMOH ACEH

Ornamen pada bangunan Joglo banyak mengandung makna dan simbolis.


Ornamen ini bermacam ragamnya, misalnya gunungan, tlacapan, ayam jago, ular
naga, banyu- tetes, banaspati dan sebagainya.
 

A. Ukiran pada dinding

Ukiran pintu gebyok


sekian

Anda mungkin juga menyukai