Individu
kata “individu” yang diturunkan dari kata Latin,
“individuum” itu berarti yang tak terbagi. Kata
“individu” tadi merupakan suatu sebutan yang
dapat dipakai untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Arti lain dari individu, bukan berarti manusia
sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat
dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang
terbatas, yaitu sebagai “manusia
perseorangan”, atau “orang seorang”.
Masyarakat
Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani,
menyatakan bahwa manusia itu sebagai Zoon
Politicon, yang artinya bahwa manusia itu selalu
hidup bersama, sejak lahir hingga saat
meninggal dunia berada dalam pergaulan
dengan yang lainnya.
Hukum
Thomas Hobbes pernah meyatakan bahwa tanpa
adanya
kesadaran pengendalian manusia terhadap
sesamanya akan
bersifat sebagai serigala, Homo homoni lupus,
dalam hal ini
mereka yang kuat selalu bersifat rakus, tamak, dan
selalu
berusaha untuk mengalahkan dan menguasai yang
lemah
hukum dapat mengatur segala kepentingan manusia
mulai dari jabang bayi yang masih dalam kandungan
ibunya sampai seseorang itu meninggal dunia.
Menurut Dasar Pembentukan, Bentuk
Masyarakat:
1. Masyarakat teratur, yaitu masyarakat yang diatur dengan
tujuan tertentu. Contoh perkumpulan olah raga.
2. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya, yaitu
masyarakat yang tidak dengan sengaja dibentuk, tetapi
masyarakat itu ada karena kesamaan kepentingan. Contoh:
penonton pertandingan sepak bola, penonton bioskop.
3. Masyarakat tidak teratur, adalah masyarakat yang terjadi
dengan sendirinya tanpa dibentuk. Contoh: sekumpulan
manusia yang membaca surat kabar di tempat umum.
Menurut Dasar Hubungan, Masyarakat
Dibedakan:
1. Masyarakat peguyuban (gemeinschaft) adalah
masyarakat yang antara anggota yang satu dengan
lainnya ada hubungan pribadi, sehingga menimbulkan
ikatan batin. Contoh: perkumpulan kematian, rumah
tangga.
2. Masyarakat patembayan (gesselschaft) adalah
masyarakat yang hubungan antara anggota yang satu
dengan lainnya bersifat lugas dan mempunyai tujuan
yang sama untuk mendapat keuntungan material.
Contoh: Firma, Perseroan Terbatas.
Menurut Dasar Perikehidupan/kebudayaan
masyarakat dibedakan:
1. Masyarakat primitif dan masyarakat modern. Masyarakat primitif adalah masyarakat
yang masih serba sederhana baik cara hidup, cara berpakaian, peraturan tingkah
lakunya dan lain sebagainya. Masyarakat modern adalah masyarakat yang sudah lebih
maju dibandingkan dengan masyarakat yang primitif mengenai segalanya.
2. Masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat desa adalah sekelompok orang
yang hidup bersama di desa. Masyarakat kota adalah sekelompok orang yang hidup
bersama di kota.
3. Masyarakat teritorial, adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal dalam satu
daerah tertentu.
4. Masyarakat genealogis adalah masyarakat yang anggota-anggotanya ada pertalian
darah.
5. Masyarakat teritorial genealogis, adalah masyarakat yang para anggotanya
mempunyai pertalian darah dan bersama-sama bertempat tinggal dalam satu daerah
tertentu.
Menurut Hubungan Keluarga, bentuk
Masyarakat dapat dibedakan:
1. Keluarga inti yang anggotanya hanya terdiri atas
suami, isteri, dan anaknya.
2. Keluarga luas yang anggotanya lebih luas dari
keluarga inti, meliputi orang tua, saudara sekandung,
saudara sepupu, paman, bibi dan sanak saudara
lainnya yang masih ada hubungan darah satu sama
lain.
3. Suku bangsa.
4. Bangsa.
Pengertian masyarakat dan hukum
4. Norma hukum
Norma hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi
oleh penguasa dapat dipaksakan oleh penguasa,. Dengan adanya kaidah hukum
diharapkan keamanan dan ketenteraman masyarakat dapat diwujudkan.
Contoh-contoh kaidah hukum barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain
tanpa hak, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun (pasal 338 KUHP).
Soerjono Soekanto, faktor-faktor
anggota masyarakat mematuhi hukum
1. Kepentingan-kepentingan para anggota masy. yang terlindung oleh hukum;
2. Compliance atau pemenuhan keinginan, orang akan patuh pada hukum
karena didasarkan pada harapan akan sesuatu imbalan atau sebagai usaha
untuk menghindarkan diri dari sanksi yang dijatuhkan manakala kaidah hukum
itu dilanggar.
3. Identification atau identifikasi, pematuhan akan kaidah hukum itu bukan nilai
yang sesungguhnya dari kaidah tersebut melainkan karena keinginan para
anggota masyarakat lainnya yang sekelompok atau segolongan, atau dengan
para pemimpin kelompok atau dengan para pejabat hukum.
4. Internalization atau internalisasi, bahwa kepatuhan manusia/anggota
masyarakat kepada hukum karena kaidah-kaidah hukum tersebut ternyata
sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan sebagian besar para anggota
masyarakat. Kepatuhan yaitu adanya penjiwaan, kesadaran dalam diri mereka
masing-masing.
Perbedaan kaidah hukum dg kaidah agama dan
kesusilaan
• Ditinjau dari tujuannya kaidah hukum bertujuan untuk
menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia
beserta kepentingannya, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar
menjadi manusia ideal.
• Ditinjau dari sasarannya kaidah hukum mengatur tingkah laku
manusia dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan
kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap batin manusia
sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia
sesuai dengan aturan, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan menghendaki sikap batin setiap pribadi manusia itu baik.
sambungan
1. Hukum Kodrat: Adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik
tolak dari keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tidak boleh
diganggu.
• Terlepas dari kehendak manusia, atau tidak bergantung pada pandangan
manusia.
• Berlaku tidak mengenal batas waktu, artinya berlaku kapan saja;
• Bersifat universal, artinya berlaku bagi semua orang;
• Berlaku di semua tempat atau berlaku di mana saja tidak mengenal batas
tempat;
• Bersifat jelas dengan sendirinya bagi manusia.
• Jadi hukum kodrat adalah hukum yang tidak bergantung pada pandangan
manusia, berlaku kapan saja, di mana saja, bagi siapa saja, dan jelas bagi
semua manusia tanpa ada yang menjelaskanya. Ajaran mengenai hukum
kodrat dikemukakan antara lain oleh Thomas Aquino, Aristoteles, Hugo de
Groot, dan Rudolf Stammler.
sambungan
2. MAZHAB SEJARAH.
• Mazhab sejarah dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Mazhab ini merupakan
reaksi terhadap para pemuja hukum alam atau hukum kodrat yang berpendapat
bahwa hukum kodrat itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa,
untuk semua tempat dan waktu. Mazhab sejarah berpendapat bahwa tiap-iap
hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat.
• Hukum hidup dalam kesadaran bangsa, maka hukum berpangkal pada kesadaran
bangsa. Namun demikian tidak berarti bahwa jiwa seiap warga negara dari bangsa
itu menghasilkan hukum, karena yang dapat mewujudkan hukum itu adalah jiwa
bangsa yang sama-sama hidup dan berada dalam setiap individu dan
menghasilkan hukum positif. Timbulnya hukum positif tidak terjadi oleh akal
manusia yang secara sadar memang menghendakinya, tetapi hukum positif itu
tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa secara organic. Jadi tumbuh
dan berkembangnya hukum itu bersama-sama dengan tumbuh dan
berkembangnya suatu bangsa.
TEORI TEOKRASI
Pada masa lampau di Eropa para ahli pikir (filsof) menganggap dan
mengajarkan, bahwa hukum itu berasal dari Tuhan YME, dan oleh
karena itu maka manusia diperintahkan oleh Tuhan harus tunduk
pada hukum. Perintah yang datang dari Tuhan itu ditulis dalam
kitab suci. Tinjauan mengenai hukum dikaitkan dengan
kepercayaan dan agama, dan ajaran tentang legitimasi kekuasaan
hukum didasarkan kepada kepecayaan dan agama. Adapun teori-
teori yang mendasarkan berlakunya hukum atas kehendak Tuhan
YME dinamakan Teori Ketuhanan (Teori Teokrasi).
• Berhubung peraturan perudang-undangan itu ditetapkan Penguasa
Negara, maka oleh penganjur teori teokrasi diajarkan, bahwa para
penguasa negara itu mendapat kuasa dari Tuhan: seolah-olah para
Raja dan penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan.
TEORI KEDAULATAN RAKYAT
• Pada abad 19, teori perjanjian masyarakat ini dtentang oleh teori
yang mengatakan, bahwa kekuasaan hukum tidak dapat
didasarkan atas kemauan bersama seluruh anggota masyarakat.
Hukum itu ditaati karena negaralah yang menghendakinya;
hukum adalah kehendak Negara dan Negara itu mempunyai
kekuasaan tak terbatas.
• Penganjur teori kedaulatan Negara yaitu Hans Kelsen dalam buku
“Reine Rechtslehre”, yang mengatakan bahwa hukum itu adalah
tidak lain daripada “kemauan negara” (Wille des States). Namun
demikian, menurutnya orang yang taat kepada hukum bukan
karena negara menghendakinya, akan tetapi orang taat kepada
hukum karena ia merasa wajib mentaatinya sebagai perintah
negara.
TEORI KEDAULATAN HUKUM
1. Penafsiran gramatikal
Yaitu penafsiran berdasarkan pada bunyi undang-undang dengan
pedoman pada arti kata-kata dalam hubungannya satu sama lain
dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang. Penafsiran
gramatikal semata-mata hanya berdasarkan pada arti kata-kata
menurut tata bahasa atau kebiasaan dalam penggunaan sehari-hari.
Contoh: Pasal 1140 KUH Perdata menentukan bahwa pemilik rumah
mempunyai hak privilege terhadap seluruh perabot rumah yang
disewakan, artinya apabila penyewa menunggak pembayaran uang
sewa, dan terjadi penyitaan semua perabot rumah itu, jika dilelang
maka hasil penjualan perabot rumah itu terlebih dahulu digunakan
untuk melunasi tunggakan uang sewa, sisanya baru untuk keperluan
lain.
2. Penafsiran historis
Yaitu penafsiran yang berdasarkan pada sejarah baik sejarah
terbentuknya undang-undang (proses pembentukan undang-
undang dari memori penjelasan, laporan sidang di DPR, surat
menyurat antara menteri dan DPR), maupun sejarah hukum
(termasuk penyelidikan terhadap maksud pembentuk undang-
undang pada waktu membentuk undang-undang tersebut)
dengan menyelidiki asal usul suatu peraturan dikaitkan dengan
suatu sistem hukum yang pernah berlaku atau dengan suatu
sistem hukum asing tertentu.
Contoh: seseorang yang melanggar hukum atau melakukan
tindak pidana dihukum denda Rp 5.000,00 denda sebesar itu jika
diterapkan saat ini jelas tidak sesuai maka ditafsirkan sesuai
dengan keadaan harga saat ini.
3. Penafsiran sistematis
Menyusun suatu undang-undang memerlukan waktu yang lama sekali sehingga pada
waktu undang-undang itu dinyatakan berlaku hal-hal atau keadaan yang hendak diatur
oleh undang-undang tersebut sudah berubah, terbentuknya suatu peraturan-peraturan
senantiasa terbelakang dibandingkan dengan kejadian-kejadian yang ada dalam
perkembangan masyarakat.
1. Hakim memenuhi kekosongan hukum
Adapun pendapat dalam sistem formal dalam suatu hukum ada ruangan kosong yang
diisi hakim, belumlah dianut orang.namun demikian, paham tentang hukum sebagai
kesatuan yang bulat dan lengkap yang tertutup (paham tentang di luar UU tidak ada
hukum) tidak dapat diterima oleh sarjana hukum, sehingga Paul Scholten mengatakan
bawa hukum itu merupakan suatu sistem yang terbuka (open system van het recht)
maksudnya hukum itu menjadi dinamis dan mengikuti proses perkembangan masyarakat.
2. Konstruksi hukum
Degan menggunakan kontruksi hukum, hakim dapat menyempurnakan sistem formal dari
hukum, yakni sistem peraturan perundangan yang berlaku (hukum positif).
Kodifikasi
Hukum yang dikodifikasikan adalah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum tertulis
itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum dari bentuknya dapat dibedakan antara:
1. Hukum tertulis:
a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan (codificate). Contoh KUHP, KUH Perdata,
b. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi. Contohnya, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden.
2 Hukum tak tertulis, ialah kaidah yang hidup dan diyakini oleh masyarakat serta
ditaati berlakunya sebagai kaidah hukum. Hukum demikian lazim disebut hukum
kebiasaan (Common Law).
Beberapa keuntungan dgn dilakukannya kodifikasi dikemukakan oleh para ahli al:
1. Kodifikasi itu menghindarkan tindakan sewenang2 dari para peguasa, para hakim,
2. Kodifiksi menjamin adanya kepastian hukum (recht Zekerheid) sehingga para
penguasa, para petugas hukum ataupun anggota masyarakat dapat mengetahui
batas-batas hukum yang berlaku.
3. Kodifikasi memungkinkan adanya unifikasi dalam hukum, yaitu kesatuan hukum
bagi perbuatan-perbuatan yang sama yang berlaku bagi seluruh anggota masy.
4. Tanpa adanya kodifikasi, akan terjadi perbedaan-perbedaan perumusan peraturan-
peraturan hukum, terutama di daerah-daerah yang pada umumnya masih berlaku
hukum tidak tertulis (hukum adat).
Penggolongan Hukum
1. Hukum berdasarkan sumbernya
a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam prt peruu;
b. Hukum adat dan hukum kebiasaan, yaitu hukum yang diambil dari
peraturan-peraturan adat dan kebiasaan;
c. Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk dari putusan peng;
d. Hukum traktat, yaitu hukum yang diterapkan oleh negara-negara
peserta perjanjian internasional;
e. Hukum doktrin, yaitu hukum yang berasal dari pendapat para ahli
hukum terkenal.
2. Hukum berdasarkan bentuknya, hukum dapat digolongkan menjadi:
a. Hukum tertulis, biasanya dalam bentuk prt perundang-undangan.
- hukum tertulis yang dikodifikasikan (codificate).
Kodifikasi adalah pengumpulan hukum sejenis, yang tersusun secara
lengkap dan sistematis dalam sebuah kitab UU. Contoh KUHP
-hukum tertulis yang tidak dikodifikasi. Contohnya, uu, pp,keppres.
b. Hukum tidak tertulis, ialah kaidah yang hidup dan diyakini oleh masya.
serta ditaati berlakunya sbg kaidah hukum. lazim disebut hk kebiasaan.
Sambungan
a. Hukum meteriil, yaitu hkm yang mengatur tentang isi hub hkm
antara sesama anggota masy, antara anggota masy dengan
penguasa neg, antara masy dengan penguasa negara, dan antara
masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Di dalam hukum
materiil ini ditetapkan mana sikap tindak yang diharuskan (gebod),
mana yang dilarang (verbod), dan mana yang dibolehkan (mogen),
termasuk akibat hukum dan sanksi hukum bagi pelanggarnya. Dgan
demikian hukum materiil menimbulkan hak dan kewajiban sebagai
akibat yang timbul karena adanya hub hkm.
b. Hukum formal, yaitu hkm yang mengatur bgm cara penguasa
mempertahankan dan menegakkan serta melaksanakan kaidah-
kaidah hukum materiil, dan bagaimanakah caranya menuntutnya
apabila hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain. Hukum
formal lazimnya disebut hukum
7. Hukum berdasarkan sifatnya, atau kekuatan berlakunya atau
sanksinya, dapat digolongkan:
a. Hukum memaksa (imperatif), kaidah hukum yang dalam keadaan apapun harus ditaati dan
bersifat mutlak daya ikatnya. Ini berarti bahwa kaidah hukum yang memaksa ini berisi ketentuan
hukum yang dalam situasi apapun tidak dapat dikesampingkan melalui perjanjian para pihak. Ada
hukum memaksa yaitu harus dilaksanakan. Contoh, Pasal 340 KUH Pidana, yang menetapkan:
“Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain,
dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara sumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
b. Hukum mengatur (fakultatif), yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak
yang bersangkutan dengan jalan membuat ketentuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka
adakan. Kaidah hukum semacam ini baru akan berlaku apabila para pihak tidak menetapkan
aturan tersendiri di dalam perjanjian yang mereka adakan. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam
Pasal 1152 KUH Perdata:
“hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan membawa
barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang atau pihak ketiga, tentang siapa telah
disetujui oleh kedua belah pihak”.
Akan tetapi realitas menunjukkan bahwa sering pemberi gadai tetap menguasainya. Misalnya
menggadaikan mobil.
8. Hukum berdasarkan wujudnya, dapat terbagi dalam dua bagian:
a. Hukum objektif adalah mengatur pula hubungan antara anggota masyarakat dengan
masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan lainnya, dan antara masyarakat dengan
negara. Orang-orang yang mengadakan hub hukum dinamakan subjek hkm
b. Hukum subjektif, ialah kewenangan atau hak yang diperoleh seseorang berdasarkan hukum
objektif. Seseorang yang mengadakan hubungan hukum dengan orang lain akan
memperoleh hak dan kewajiban. Jadi hak atau kewajiban seseorang yang diperoleh karena
saling mengadakan hubungan hukum itulah yang dinamakan hukum subjektif.
* Contoh: A mengadakan perjanjian jual beli sebidang tanah dengan B. A sebagai
pemilik tanah, B sebagai pembelinya. Apabila sudah tercapai kata sepakat di
antara A dan B, maka timbullah hak bagi A untuk menerima sejumlah uang harga
tanah yang sudah disepakati oleh B dan mempunyai kewajiban menyerahkan
tanah itu kepada B bila tanah telah dibayar lunas. Sebaliknya B mempunyai hak
untuk meneima dan memiliki tanah itu setelah kewajibannya memayar lunas
harga tanah itu dilaksanakan.
* Hukum yang mengatur perjanjian antara A dan B itu adalah hukum objektif,
sedangkan hak atau kewajiban yang timbul adalah hukum subjektif.
SUBJEK HUKUM
Perbuatan
Perbuatan hukum bersegi
hukum dua
Perbuatan
hukum bersegi
Perbuatan subjek banyak
hukum
Zaakwaarneming
(ps 1354 KUH
Perdata
Perbuatan
yang bukan
perbuatan Perbuatan
Peristiwa hukum melawan hukum
(ps 1365 KUH
Hukum Perdata)
kelahiran
Bukan perbuatan
Kadaluarsa aquisitief
subjek hukum
kematian
• Lex posterior derogat legi priori atau Lex posterior drogat legi
anteriori, undang-undang yang lebih baru menyampingkan undang-
undang yang lama.
• Lex specialis derogat legi generali, undang-undang yang khusus
didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum.
• Lex superior derogat legi inferiori, undang-undang yang lebih tinggi
mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya.
• Presumption of innocence, biasa juga disebut asas praduga tidak
bersalah, yaitu bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada
putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim
tersebut telah mempunyai kekuatan yang tetap.
• Qui tacet consentine videtur, siapa yang berdiam diri dianggap
menyetujui.
• Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Sistem hukum
Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang utuh
dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur yang satu sama lainnya
saling berhubungan dan kait-mengait secara
erat.
Lawrence M. Friedman, suatu sistem hukum dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
• Semua peraturan-peraturan perundangan yang berlaku pada masa Konstitusi RIS yang
diambil alih oleh UUDS-1950 (Pasal 142 Ketentuan Peralihan), ditambah dengan
peraturan-peraturan yang dibuat berdasarkan UUDS-1950 tersebut selama masa UUDS
1950.
• Peraturan Perundangan yang dinyatakan berlaku oleh UUDS-1950 ialah segala peraturan-
peraturan yang telah ada sebelum terbentuknya UUDS-1950 pada 15 Agustus 1950.
Sebab menurut UUDS-1950 Pasal 142 Ketentuan Peralihan:
• “Peraturan undang-undang dan ketentuan-ketntuan tata usaha negara yang sudah ada
pada tanggal 17 Agustus 1950, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-
ketentuan RI sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
itu tidak dicabut, ditambah, atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan tata-usaha
atas kuasa UUD ini.”
• Jelaslah di sini, bahwa segala peraturan-peraturan perundangan yang ada sebelum
terbentuknya UUDS-1950 tetap berlaku selama belum dicabut, ditambah atau diubah.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959