ADALAH
SEKUMPULAN TANAMAN
BERKHASIAT OBAT UNTUK
KESEHATAN KELUARGA
YANG DITATA MENJADI SEBUAH
TAMAN
DAN MEMILIKI NILAI KEINDAHAN
(2). SEJARAH
PENGEMBANGAN TOGA
SEJARAH TOGA
1. Reorganisasi Departemen Kesehatan tahun
1975 melahirkan terbentuknya Dit Pengawasan
Obat Tradisional dibawah Ditjen Farmasi yang
Tupoksinya menggali, mengembangkan,
meningkatkan dan memanfaatkan obat
tradisional yang diproduksi dan diedarkan.
2. Hasil survey tahun 1976-1978 diketahui
masyarakat sudah mulai tidak mengenal dan
melupakan TOGA, mereka menganggap kunyit,
jahe, lengkuas, sereh dan yang lainnya hanya
dianggap sebagai bumbu dapur.
SEJARAH TOGA
3. Dengan melihat hal tersebut memotivasi Dit
Pengawasan Obat Tradisional untuk
mengenalkan kembali tanaman obat dan
kasiatnya untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
4. Sekaligus pada saat itu untuk melanjutkan
gagasan Ibu Supardjo Rustam sebagai ketua
tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah yang
mengembangkan “Apotik Hidup”
SEJARAH TOGA
5. “Apotik Hidup” dianggap tidak sesuai
dengan kebijakan Kefarmasian, diganti
menjadi Taman Obat Keluarga (TOGA)
6. Direktorat Peran Serta Masyarakat (Dit.
PSM) juga menerbitkan buku petunjuk
untuk penyuluhan dengan judul “TOGA “
dan Pemanfaatan Tanaman Obat “ edisi I
sampai dengan III.
7. SK Menkes nomor 558 tahun 1985 melalui
Subdit Bina Upaya Kesehatan Tradisional,
Direktorat Peran Serta Masyarakat,
Direktorat Jenderal Bina Kesahatan
Masyarakat bertugas mengembangkan
kebijakan upaya kesehatan tradisional di
Indonesia antara lain budidaya TOGA dan
pemanfaatannya, dan juga melakukan
pembinaan kepada pengobat tradisional
(Battra).
8. Penyebarluasan taman obat keluarga dilakukan
melalui penyuluhan, penataran dan pelatihan
kader hingga diadakan lomba TOGA tingkat
nasional. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat
pada tahun 1991 telah menerbitkan buku “
Pemanfaatan Tanaman Obat Untuk Kesehatan
Keluarga” edisi pertama yang merupakan
pedoman bagi kader. Buku ini terus diterbitkan
sampai edisi ke enam pada tahun 2010 oleh
Subdit yang sama tetapi dibawah Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Komunitas dan tentunya telah
mengalami revisi dan juga diterjemahkan dalam
Bahasa Inggris dengan dukungan “WHO SEARO”.
(3). FUNGSI TOGA
FUNGSI TOGA
1.Sebagai sarana mendekatkan tanaman obat kepada
masyarakat untuk upaya kesehatan mandiri.
2.Sebagai pendayagunaan tanaman obat yang dapat
diarahkan untuk upaya peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif).
3.Melestarikan budaya pengobatan tradisional
sebagai warisan leluhur dengan memanfaatkan
tanaman yang berkhasiat.
(4). MANFAAT TOGA
MANFAAT TOGA
1. TOGA mempunyai manfaat sebagai upaya kesehatan
preventif (pencegahan penyakit), promotif (peningkatan
derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan penyakit) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
2. TOGA mempunyai manfaat sebagai mendukung
menciptakan kesehatan dan kesejahteraan keluarga antara
lain sebagai sarana untuk
(1)memperbaiki status gizi keluarga
(2)menambah penghasilan keluarga,
(3)meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman,
(4)melestarikan tanaman obat dan budaya bangsa.
(5). SASARAN DAN LOKASI TOGA
1. Sasaran:
Perorangan, keluarga, dan kelompok masyarakat,
contohnya: lingkungan sekolah, pramuka, karang taruna,
asosiasi pengobat tradisional, TP-PKK, desa siaga.
2. Lokasi:
Sesuai namanya TOGA dapat dimulai dari halaman
rumah, kebun, ladang, selain itu dapat dilakukan di
halaman sarana umum seperti: sekolah,
Puskesmas/rumah sakit, gedung balai desa/kantor
kelurahan, gedung pertemuan dan lahan lain yang dapat
dimanfaatkan. Untuk daerah perkotaan, dimana sulit
untuk memiliki rumah dengan halaman atau pekarangan
yang memadai, TOGA dapat dibuat dengan
menggunakan pot, poli bag, ember dan bahan lain yang
cocok untuk pot.
3. PENGENALAN
TANAMAN OBAT DALAM TOGA
PENGENALAN
TANAMAN OBAT DALAM TOGA