OBSTRUKTIF KRONIK
KELOMPOK III
(PPOK)
1. Moh. Reza Firsandi 841419103 8. Rizka Badriyah Akbarwati 841419023
2. Ferdy setiawan 841419046 9. Siskawati Mahmud 841419045
3. Fenty Riyanti Panu 841419021 10. Pramesty R. hiyango 841419041
4. Regita Ibrahim 841419025 11. Miftahul Jannah Daud 841419034
5. Wisnawaty Pilo 841419026 12. Rifani Febriani Boroma 841418111
6. Ismiyati R. Ismail 841419037 13. Nurmala Pakaya 841417100
7. Wina A. Rasyid 841419014
SCENARIO III
DEMAM
a. Sesak
b. PH= 7,20
c. Pco2= 48 mmHg
d. Hco3=25 mEq/L
e. Suhu = 39oC
f. Demam
g. Emphisemia
h. Mengi
i. Lapang paru hipersonor
j. Bronchitis
3. Mind map
ASMA
EFUSI PLEURA
No Diagnosa Definisi
1. PPOK Istilah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau chronic
obstructive pulmonary desease (COPD) ditunjukan untuk
mengelompokan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala yang berupa
terhambatnya arus udara pernapasan. Penyakit-penyakit yang dalam
kondisi kronis dapat masuk kategori PPOK adalah brochitis kronis,
emfisema atau bronkiektasis. Bronkitis merupakan penyakit saluran
pernapasan karena disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang saluran
pernapasan atas (Djojodibroto, 2016). Emfisema paru merupakan suatu
keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya penyempitan pada
saluran napas yang disebabkan oleh elastisitas paru yang berkurang
dikarenakan terjadinya proses peradangan. Proses peradangan
disebabkan oleh adanya polusi, zat-zat berbahaya dan asap dari rokok
(Wahid & Suprapto, 2013). saluran napas yang disebabkan oleh
elastisitas paru yang berkurang dikarenakan terjadinya proses
peradangan. Proses peradangan disebabkan oleh adanya polusi, zat-zat
berbahaya dan asap dari rokok (Wahid & Suprapto, 2013).
2. Asma Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran
nafas yang melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel
mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi kronik ini berhubungan
dengan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan episode
berulang dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk terutama pada malam dan pagi dini hari. Kejadian ini biasanya
ditandai dengan obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel baik
secara spontan atau dengan pengobatan (Wijaya,2018).
3. TB Paru Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit
infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita.
(Naga, 2012). Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik
karena kuman mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada
sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal
ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
penderita menular (BTA positif). (Wahid & Suprapto, 2013).
4. Efusi Pleura Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak
semestinya yang disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat
dari proses absorbsinya. Sebagian besar effusi pleura terjadi karena
meningkatnya pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan
absorpsi cairan pleura tersebut.Pada pasien dengan daya absorpsi normal,
pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali lipatsecara terus
menerus agar mampu menimbulkan suatu effusi pleura. Di sisi lain,
penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak akan menghasilkan
penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga pleura mengingat
tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat lambat (Lee YCG,
2013).
4. Pertanyaan penting
Tujuan pembelajaran
• Dari kasus terdapat tanda dan gejala yang hampir sama dengan penyakit pernafasan lainnya. Oleh karena itu,
mahasiswa harus bisa menambah pengetahuan serta referensi yang tepat agar pada saat pengambilan diagnosa
keperawatan dapat mengambil diagnosa dengan tepat.
• Setelah pembelajaran ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara menentukan diagnosa berdasarkan
kasus yang telah diberikan.
Informasi tambahan
a) Pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap peningkatan saturasi oksigen dalam
darahpada pasien ppok. Nurmayanti, 2019. Program Studi Magister Keperawatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
b) Relaksasi pernafasan dengan teknik ballon blowing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien ppok.
Ni made dwi yunica astriani, 2020. Sekolah tinggi ilmu kesehatan buleleng.
7. Klarifikasi informasi tambahan
a) Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa rata-rata usia responden yaitu 59 tahunyang mengalami
PPOK. Penyebab PPOK menurut Price et al, (2005); Stellefson et al, (2012) adanya proses penuaan yang
menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan
paru dan dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan dan menyebabkan
kesulitan bernapas. Penyebab lain diantaranya asap rokok, kandungan asap pada rokok dapat menyebabkan
peradangan kronik pada paru-paru. Mediator dapat merusak struktur di paru-paru. Ketika elastisitas pada
saluran pernapasan menurun, maka ventilasi berkurang, dan akan mengalami kolaps ketika ekspirasi. Hal ini
disebabkan ekspirasi terjadi karena pengempesan paru-paru secara pasif saat inspirasi. Faktor resiko untuk
tekena PPOK meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sistem kardiorespirasi pada usia diatas 50 tahun
akan mengalami penurunan daya tahan. Penurunan ini terjadi karena pada organ paru, jantung, dan pembuluh
darah mulai menurun fungsinya. Fungsi paru mulai mengalami kemunduran dengan semakin bertambahnya
usia yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang sehingga sulit bernapas.
Akibat dari kerusakan pada jaringan paru akan terjadi obstruksi bronkus kecil yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi, dimana udara mudah masuk kedalam alveolus.dan terjadilah penumpukan udara.
Hal tersebut sejalan dengan peneliti sebelumnya Anriany, dkk (2015), sebaran subjek berdasarkan umur dari 12
sampel didapatkan 7 orang pasien pada umur > 60 tahun (58,3%) yang mengalami PPOK. Dalam penelitian
sebelumnya menurut Pradita Ayu (2015) didapatkan bahwa mayoritas lanjut usia terbanyak adalah 13 orang
(54,1%) yang mengalami penyakit asma.
a) Penyakit asma biasanya juga sering terjadi pada usia golongan lansia awal, hal ini terjadi karena semakin
bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh. Adanya perubahan hormonal yang terjadi
pada orang lanjut usia memberikan kontribusi terhadap perkembangan asma bronkial. Hasil penelitian yang
dilakukan Oemiyati (2014) menunjukkan antara kategori usia< 65 tahun dan ≥ 65 tahun memiliki prosentase
yang hampir sama pada kejadian PPOK. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari yang
mendiskripsikan mayoritas penderita PPOK adalah usia 67-74 tahun dengan perhitungan statistik diperoleh
rerata usia yaitu 60,8 tahun. Haraguchi et al, (2016) menyatakan semakin bertambah usia terutama pada lanjut
usia, kejadian PPOK semakin tinggi dan dampak PPOK akan semakin berat dibandingkan dengan usia yang
lebih muda (Huriah, Ningtias, 2017). Menurut peneliti proses penuaan yang menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga
terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan dan menyebabkan kesulitan bernapas. Ketika elastisitas
pada saluran pernapasan menurun, maka ventilasi berkurang, dan akan mengalami kolaps ketika ekspirasi. Hal
ini disebabkan ekspirasi terjadi karena pengempesan paru-paru secara pasif saat inspirasi.
b) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 30 subjek penelitian, mayoritas pasien PPOK berdasarkan usia
didapatkan seluruhnya berada pada usia diatas 40 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa mayoritas pasien PPOK yaitu diatas 40 tahun (Yuningsih, Islamic, 2017).
Penelitian lain juga menyatakan hal yang sama bahwa seluruh pasien PPOK berada pada usia diatas 40 tahun (Agustina et al,
2017). Semakin bertambahnya usia semakin besar risiko menderita PPOK. pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia
40 tahun, besar kemungkinan mengalami gangguan genetik berupa defisiensi αI antitrypsin. PPOK dapat berpengaruh terhadap
penurunan fungsi paru dan perubahan fisiologis yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan penyumbatan jalan napas
sehingga mempengaruhi suplai oksigen, elastisitas paru dan gangguan ventilasi paru. Sejalan dengan penelitian Tarigan,
Juliandi (2018) yang menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini berusia antara 60 sampai 70 tahun. Hal ini
terjadi dimana semakin bertambah usia maka semakin resiko untuk mengalami gangguan pernapasan, dimana pada lanjut usia
juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas. Dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden yang mengalami
PPOK pada penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 22 dan perempuan 8. Pada umumnya PPOK dapat
terjadi pada laki-laki dan perempuan tetapi laki-laki lebih beresiko dan insidennya lebih banyak. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Alamsyah (2019) penelitian pada 30 responden dengan hasil prevalensi laki-laki 63,3 % sedangkan
perempuan 36,7 %. Hal ini mengingat bahwa laki-laki lebih dominan memiliki kebiasa merokok dimana merokok merupakan
penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Dan
menjadi penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK. Hal ini akan
mengakibatkan hipersekresi yang dihasilkan oleh sel goblet, dimana sel goblet memproduksi sekret yang cukup banyak yang
dapat masuk ke saluran pernapasan. Penelitian yang dilakukan oleh Monalisa, Budi (2018) penelitian yang dilakukan pada 80
responden petugas kebersihan di kota Purwekerto perilaku merokok sebesar 72,5 % dan tidak merokok sebesar 27,5 %. Hasil
penelitian Tarigan, Juliandi (2018) juga menjelaskan bahwa 36 orang responden sebagian besar penderita PPOK di RSUP. H.
Adam Malik Medan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 80,6 % sedangkan jenis kelamin wanita hanya sebesar 19,4 %. Hal ini
disebabkan karena faktor gaya hidup yang berbeda, dimana laki-laki lebih banyak merokok dan bekerja di lingkungan terbuka
dibandingkan dengan wanita, Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit
paru.
7. Analisa dan sintesis data
Pada kasus diatas informasi yang tertera pada kasus berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan
beberapa diagnosis pembanding yang masih memerlukan tahap_tahap tertentu seperti pemeriksaan penunjang
lainnya yang memungkinkan munculnya kasus penyakit dan penegakan diagnose yang tepat.
Berdasarkan gejala-gejala yang di alami oleh pasien, maka dapat dianalisa sebagai berikut:
Berdasarkan gejala yang dialami oleh klien pada kasus diatas maka dapat ditetapkan bahwa diferenssial diagnose utama adalah
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS(PPOK).
Pathway
Pathway
Pathway
Tabel PES
PROBLEM ETIOLOGI SYMPTOM
Ds: Obstruksi pada saluran napas(PPOK) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Klien mengeluh sesak
Do : Produksi secret berlebihan pada bronkhiolus
PCO2= 48
Udara terperangkap dalam alveolus
HR = 100
PCO2 meningkat
PO2 menurun
Ds: Obstruksi pada saluran napas(PPOK) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
(tidak tersedia)
Do: Terjadi akumulasi secret berlebih
Batuk Berdahak
Merangsang refleks batuk
Mengi
Anoreksia
Merangsang hypothalamus
Demam
DX: Hipertermia
Diagnosa keperawatan
No Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Tanggal Ttd
ditemukan Teratasi
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi :
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus – kapiler.
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
2. Perubahan membran alveolus – kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
3. Dispnea
Objektif :
4. PCO2 meningkat/menurun
5. PO2 menurun
6. Takikardia
7. pH arteri meningkat/menurun
8. Bunyi napas tambahan
Diagnosa keperawatan
No Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Tanggal Ttd
ditemukan Teratasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Objektif :
3. Sianosis
4. Diaforesis
5. Gelisah
6. Napas cuping hidung
7. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iraguler,
dalam/dangkal)
8. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
9. Kesadara menurun
Diagnosa keperawatan
No Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Tanggal Ttd
ditemukan Teratasi
Kondisi Klinik Terkait
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8.Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas
Diagnosa keperawatan
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.001)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab :
Fisiologis
1.Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfugsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dindingjalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)
Situasional
1.Merokok aktif
Diagnosa keperawatan
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif :
1. Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
2. Sputum berlebih/ obstruksi di jalan napas/ mekonim di jalan napas (pada
neonates)
3. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
4. Dispnea
5. Sulit bicara
6. Ortopnea
Objektif :
7. Gelisah
8. Sianosis
9. Bunyi napas menurun
10. Frekuensi napas berubah
Diagnosa keperawatan
5. Pola napas berubah
Kondisi Klinik Terkait
1.Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic (mis. Bronkoskopi,
transesophagealechocardiography [TEE])
5. Depresi system saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom
10. Infeksi
11. Asma
Diagnosa keperawatan
3. Defisit Nutrisi (D.0019)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab :
1. Kurangnya asupan makanan
2. Ketidakmampuan menelan
3. Ketidakmampuan mencerna makanan
4. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
5. Peningkatan kebutuhan metabolism
6. Faktor ekonomi (mis.finansial tidak mencukupi)
7. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
8. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Diagnosa keperawatan
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
1. Cepat kenyang setelah makan
2. kram / nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Objektif
4. Bising usus hiperaktif
5. Otot pengunyah lemah
6. Otot menelan lemah
7. Membran mukosa pucat
8. Sariawan
9. Serum albumin turun
10. Rambut rontok berlebihan
11. Diare
Diagnosa keperawatan
Kondisi Klinis Terkait :
1.Stroke
2.Parkinson
3.Cerebral palsy
4.Mobius syndrome
5.Cleft lip
6.Cleft palate
7.Amyotropic lateral sclerosis
8.Kerusakan neuromuskular
9.Luka bakar
10.Kanker
11.Infeksi
12.AIDS
13.Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15.Fibrosis kistik
Diagnosa keperawatan
4. Hipertermia (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Definisi :
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Penyebab :
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis.infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan lingkungan
5. Pemingkatan laju metebolisme
6. Respon trauma
7. Aktifitas berlebihan
8. Penggunaan incubator