Dosen:
Dr. SUMIHARTI, Ak, M.Si 1 1
PENGENAAN PAJAK ATAS
DIVIDEN,
• PENGANTAR
• Penghasilan yang berasal dari harta (passive income)
berbeda dengan perlakuan atas penghasilan dari
kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk salah
satu negara di negara lain, yang hanya dapat dikenai
pajak di negara lain tsb apabila kegiatan itu dilakukan
melalui suatu BUT, dapat dikenai pajak di negara
sumber tanpa syarat adanya suatu BUT. Namun
demikian hak pemajakan yang diberikan kepada negara
sumber biasanya dikurangi, yaitu pemajakan dengan
tarif yang lebih rendah dari tarif yang berlaku
berdasarkan UU domestiknya. Passive income ini
meliputi dividen, bunga, royalti, dan penghasilan dari
penggunaan harta. 2
Dividen
• Secara umum, dividen adalah pembagian keuntungan
kepada para pemegang saham oleh perseroan terbatas,
atau persekutuan dengan penyertaan modal atau
perusahaan yang terbagi atas saham-saham Dalam hal ini,
kedudukan pemegang saham dalam suatu perseroan
terbatas berbeda dari para anggota dari suatu perseroan
(partnership). Biasanya suatu persekutuan dikenai pajak
hanya satu kali, yaitu di tingkat para anggotanya. Dengan
demikian pembagian laba kepada para anggota persekutuan
tidak termasuk dalam pengertian dividen, karena hasil
usaha yang dilakukan oleh persekutuan tsb merupakan
keuntungan dari para anggotanya yang berasal dari
kegiatan para anggota itu sendiri. ini merupakan laba yang
diperoleh dari kegiatan usaha, bukan merupakan
penghasilan dari investasi. 3
dividen
• Karena itu, yang dikenai pajak adalah para anggota
persekutuan. Sedangkan pemegang saham dari
suatu perseroan terbatas bukan pedagang atau
pengusaha sebab laba usaha yang diperoleh
perseroan tsb bukan milik pemegang saham. Dengan
kata lain, para pemegang saham dan perseroan
terbatas tempat mereka menanamkan modalnya
merupakan dua pihak yang terpisah. Pemegang
saham hanya akan membayar pajak atas bagian
laba dari perseroan terbatas yang menjadi haknya
sesuai dengan besarnya penyertaannya.
4
Persandingan ketentuan Pasal 10 Model
OECD dengan Pasal 10 Model PBB
Model OECD Dividends Pasal 10
Model PBB (UN) Dividends Pasal 10
5
Dalam Bahasa Indonesia
OECD MODEL UN MODEL
1) penghasilan berupa 2) penghasilan berupa
dividen mengatur: dividen mengatur:
“bahwa Sumber “bahwa Sumber
penghasilan dari dividen penghasilan dari dividen
adalah di negara adalah di negara
tempat perseroan yang tempat perseroan yang
membayarkan dividen membayarkan dividen
tsb merupakan WP tsb merupakan WP
DN”. DN”.
6
Pasal 10
Model OECD Dan Model PBB
10
Pasal 10
Model OECD Dan Model PBB
17
Pasal 10 Ayat (1)
• Jadi apabila suatu PT yang merupakan WP DN
di Indonesia membagikan dividen kepada WP
DN di negara lain yang mempunyai "tax
treaty" dengan Indonesia yang memakai Pasal
10 ayat (1) Model OECD atau Model PBB
maka selain negara lain tsb yang berhak
memungut pajak atas WP DN nya,
Indonesiapun berhak pula memungut pajak
atas dividen tsb sebagai negara sumber.
Itulah makna dari Pasal 10 ayat (1) Model
OECD dan Model PBB tsb di atas.
18
Pasal 10 Ayat (2)
Pasal 10 ayat (2) Model OECD tsb
mengatur pembatasan atas hak negara
sumber untuk memungut pajak.
• Pembatasan atas hak memungut pajak
tsb adalah dengan menerapkan
"Reduced Rate System", yaitu dengan
cara mengurangi jumlah persentasi
tarif "withholding tax" hingga suatu
jumlah tertentu.
19
Pasal 10 Ayat (2)
Untuk keperluan pembatasan tsb, maka dividen
tsb dibagi menjadi dua jenis dividen sbb:
(1)dividen yang "beneficial owner"-nya adalah suatu
perseroan ("a company") yang bukan persekutuan
(="a partnership") yang pemegangan sahamnya dalam
jumlah yang berarti (="a substantial holding"), yaitu
berdasarkan Model OECD pemegang saham tsb secara
langsung paling sedikit 25% dari modal perseroan yang
membagikan dividen tsb.
(2) dividen jenis lainnya, yang penerimanya adalah
"beneficial owner" dari dividen tsb.
20
Pasal 10 ayat (2)
• Pasal 10 ayat (2) Model OECD tsb menyarankan, agar
atas dividen dari "substantial holding" tsb pengenaan
pajaknya dibatasi paling tinggi 5%.
• Pasal 10 ayat (2) Model PBB tidak menyarankan suatu
persentasi sebagai batas maksimal melainkan
menyarankan agar batas maksimal tsb ditentukan atas
dasar negosiasi dua delegasi dari dua negara ybs.
• Adapun atas dividen jenis lainnya,
• Pasal 10 ayat (2) Model OECD menyarankan, agar
persentasi tarif maksimal 15%, sedang Pasal 10 ayat
(2) Model PBB menyarankan, agar persentasinya
ditentukan berdasar hasil negosiasi bilateral.
21
Pasal 10 ayat (3)
• Pasal 10 ayat (3) Model OECD dan Pasal 10 ayat (3) Model
PBB adalah identik, yaitu memberi definisi tentang dividen.
• Kedua model tsb memberi definisi tentang dividen sbb:
• Penghasilan dari saham, tanda berhak atas laba, saham
pertambangan, saham pendiri atau hak-hak lainnya bukan
surat hutang yang berhak atas laba, demikian pula
penghasilan dari hak-hak perseroan (="corporate right")
yang mendapat perlakuan perpajakan yang sama
berdasarkan hukum negara tempat perseroan yang
melakukan pembagian laba itu merupakan WP DN.
• Patut dicatat di sini, bahwa Masyarakat Perpajakan
International sepakat tentang apa yang termasuk
pengertian dividen, yaitu sebagai dapat kita pelajari dari
Pasal 10 ayat (3) Model OECD dan Model PBB. 22
Pasal 10 ayat (4)
• Pasal 10 ayat (4) Model OECD dan Pasal 10 ayat (4) Model PBB
yang identik mengatur tentang pengecualian penerapan Pasal 10
ayat (1) dan ayat (2) Model OECD dan Model PBB, yaitu bahwa
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pemilik
yang menikmati (="the beneficial owner") dividen tsb yang
merupakan WP DN dari suatu negara yang mengadakan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha di negara yang mengadakan
perjanjian-perjanjian lainnya melalui suatu BUT yang terletak di
negara lain tsb atau melakukan kegiatan pekerjaan bebas melalui
suatu pangkalan tetap yang terletak di negara lain tsb dan
pemegangan saham yang memberikan dividen itu mempunyai
hubungan-hubungan effektif dengan BUT atau pangkalan tetap.
• Dalam hal yang demikian ketentuan Pasal 7 tentang penghasilan
dari Usaha atau Pasal 14 tentang Penghasilan dari Pekerjaan
Bebas berlaku, sesuai dengan kasusnya masing-masing.
23
Pasal 10 ayat (5)
• Pasal 10 ayat (5) Model OECD dan Pasal 10 ayat (5) Model
PBB mengatur ketentuan yang dalam bahasa Indonesia
berbunyi sbb:
• Apabila suatu perseroan yang merupakan WP DN negeri di
suatu negara yang mengadakan perjanjian, mendapatkan
laba atau penghasilan dari negara yang mengadakan
perjanjian yang lainnya, negara lain itu tidak dapat
memungut pajak atas dividen yang dibayar oleh perseroan
ybs atau sepanjang saham yang memberikan dividen tsb
mempunyai hubungan effektif dengan BUT atau pangkalan
tetap yang terletak di negara lain itu, juga negara lain itu
tidak dapat mengenakan pajak atas laba yang tidak
dibagikan itu, bahkan apabila dividen yang dibagikan itu
atau laba yang tidak dibagikan itu sebagian atau seluruhnya
merupakan laba atau penghasilan yang didapat di negara lain24
itu.
Pasal 10 ayat (2)
• Juga berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Model
OECD dan Model PBB ditentukan, bahwa
pelaksanaan pembatasan pemungutan pajak
tsb diatur oleh kedua pejabat pajak yang
berwenang melalui kesepakatan bersama
dari dua pejabat pajak yang berwenang tsb
• ("The competent authorities of the
Contracting States shall by mutual
agreement settle the mode of application of
these limitations").
25
Selamat belajar
26